"Aku tidak mau."
Setelah lewat sepersekian detik Lian menjawab. Menolaknya.
"Kenapa?" Gwen menatapnya kecewa.
"Aku sangat berterima kasih karena Dokter sudah sangat baik padaku, tapi ... tinggal bersama? Aku rasa itu tidak bisa." Lian memalingkan wajahnya. Dia sangat bersyukur dapat bertemu dengan orang seperti Gwen. Yang baik dan menolongnya, tapi dia tidak bisa mempercayakan hidupnya kepada orang lain.
Lian trauma.
Keluarganya, Om dan Tante nya mereka tega menyakitinya. Apalagi orang lain. Yang bahkan Lian tidak mengenalnya. Pertemuannya dengan Gwen masih seumur benih jagung. 2 hari tidak cukup untuk Lian mempercayai wanita itu.
"Kita sama-sama hidup sendiri, aku juga butuh teman di rumah ini."
Lian kembali menatap Gwen. "Dokter tinggal sendiri?"
"Iya!" Gwen mengangguk sembari tersenyum. "Tidak kah kamu lihat rumah ini terlalu kosong untuk aku tinggali sendiri?"
Lian terdiam beberapa detik mencerna perkataan Gwen. Karena terlalu sedih dia tidak memperhatikan seisi rumah. Tiba-tiba saja dia sudah ada di kamarnya Gwen.
"Tidak! A-aku tidak mau lagi menerima kebaikan Dokter secara cuma-cuma. Sudah cukup, Dokter tidak perlu membantuku terus-terusan." Lian menggeleng masih kekeuh menolak permintaan Gwen.
Gwen menghela napas. Lian benar-benar keras kepala. "Aku sudah bilang tempat tinggal mu yang sekarang itu tidak baik untuk ditempati. Orang-orang di sana terlalu jahat. Sekarang mereka mencelakai anjing kamu, suatu saat mereka akan mencelakai kamu. Kamu butuh seseorang untuk menjagamu." Gwen berbicara dengan sorot mata yakin. Dia sangat ingin meyakinkan gadis tersebut untuk tinggal bersama supaya-setidaknya-dia bisa menjaganya.
"Setidaknya kalau kamu tinggal di sini, ada aku yang akan menjagamu. Kamu juga tidak perlu merasa kesepian lagi karena hidup seorang diri." Gwen mengakhiri ucapannya dengan senyum lembut. Manik birunya menatap tepat ke dalam mata Lian. Mencoba menerobos pertahanan gadis itu lewat tatapannya.
"Dokter serius?" tanya Lian pelan. Namun keraguan masih berpendar di hatinya.
Dengan semangat Gwen mengangguk kemudian tersenyum. "Aku serius! Mulai sekarang kamu tinggal sama aku, ya. Aku akan ambil semua barang-barang mu."
Gwen berdiri hendak keluar dari kamarnya tapi Lian buru-buru mencegahnya, ia berusaha berdiri namun tubuhnya jatuh ke depan lantaran tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit. Gwen langsung menangkapnya sebelum Lian sempat jatuh ke lantai.
"Kamu tidak apa-apa?" Dengan perasaan khawatir Gwen mendudukkan Lian kembali ke kasur.
Tangan kanan Lian memegang kepalanya yang terasa sakit. Kemudian ia membekap mulutnya seiring merasakan gejolak di perutnya. Gwen semakin dibuat khawatir, wajah Lian semakin pucat.
"Kamu istirahat saja di sini, aku akan ambilkan obat."
Lagi-lagi Lian mencegah Gwen pergi dengan menahan tangan wanita itu. "Soal barang-barang ku, biar aku saja yang membawanya ke sini. Aku tidak ingin merepotkan Dokter."
"Sudah aku bilang aku tidak merasa kerepotan!" Gwen kembali berjongkok di depan Lian. Ia merasa gemas dengan pemikiran gadis itu. Dengan semua tindakannya selama ini untuknya, Gwen sama sekali tidak merasa keberatan. Dia sungguh tulus melakukannya. "Aku bukan tipe orang yang suka menunda-nunda pekerjaan, lebih cepat dilakukan maka lebih baik. Kamu istirahat saja di sini, biar aku yang menghandle semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi
RomanceAfeksi, dimana kasih sayang serta kenyamanan membuatku tidak menyadari dengan siapa aku jatuh cinta. *** Bagi Lian, tidak ada yang lebih menyakitkan dari kematian orangtuanya. Tidak setelah sang kakak meninggalkan dunia 5 tahun lalu. Dalam sekejap d...