Chapter 15 - Not the same

3.8K 534 6
                                    

Paginya Lian merasa tubuhnya kian berat menjelang bangun tidur. Ia menggeliat dan baru menyadari jika ada sebuah tangan yang melingkar di tubuhnya. Benar juga, semalam dia tidur di kamar Gwen, mengurusnya yang tengah mabuk. Pantas saja dia merasa lebih berat, wanita itu menumpukan seluruh tubuhnya padanya.

Tiba-tiba wajahnya merona. Yang benar saja, bisa-bisanya dia tidur begitu nyenyak di selimut yang sama bersama Gwen. Lian tersenyum malu. Jarinya memainkan tangan Gwen di perutnya. Dia lalu menoleh ke belakang dan dikejutkan oleh Gwen yang ternyata sudah bangun. Seketika Lian langsung menjaga jarak, menjauhkan sedikit kepalanya. Sejak kapan wanita cantik itu bangun dari tidurnya.

“Apa aku mengagetkan mu?” Gwen dengan suara seraknya begitu terdengar seksi ditelinga Lian.

“Sedikit.” Suara itu sukses membuatnya mendadak gugup.

“Maaf.” Gwen dengan wajah bersalahnya kembali meminta maaf. “Aku sudah lancang memelukmu. Aku hanya—” Menelan ludahnya, Gwen merasa tenggorokannya tercekat. “I just feeling guilty.” Dengan sisa suaranya Gwen melanjutkan ucapannya. Ia menyipitkan matanya, menahan rasa perih yang kembali muncul di dadanya.

“Tidak apa-apa. Aku sudah tidak memikirkannya lagi.” Lian menyingkirkan tangan Gwen di atas perutnya kemudian beranjak pergi keluar dari kamar. Sejujurnya dia mulai sedikit jengah mendengar permintaan maaf dari Gwen terus-menerus. Tapi wanita itu terlihat sangat menyesal. Sejak Gwen menangis semalam, dirinya sudah memaafkan tindakan bodoh wanita tersebut.

Tapi Gwen salah mengartikan kepergian Lian. Dia merasa gadis itu masih marah kepadanya. Memicu penyesalan yang semakin besar dalam hatinya. Kemudian dia memaki, mengatai dirinya sendiri.

Dasar bodoh! Kamu sudah menyakiti dia, bagaimana dia tidak marah!

Gwen menarik bantal yang dipakai Lian semalam lalu menenggelamkan wajahnya di sana. Selang beberapa detik keningnya mengernyit mencium bau yang tidak familiar. Gwen sedikit mengangkat kepalanya. “Bau Lian...” gumamnya. Kemudian dia mencium lagi bantal tersebut, menekan hidungnya kuat-kuat. “Bau bayi. Pekat sekali, apa yang dia pakai.”

Kamarnya terbuka lebar, Gwen langsung menjauhkan wajahnya, melihat siapa yang datang. Lian kembali sambil menaruh sepiring sarapan; roti, sosis dan telur serta segelas jus jeruk di nakas. Diikuti Kylo mengekor di belakangnya, anjing itu menggonggong berusaha naik ke atas kasur.

Gwen tertawa kecil seraya mengangkat anjing tersebut. Pagi yang indah, pikirnya. Bayangan dia tidur sambil memeluk kekasihnya, lalu bangun di pagi hari menikmati sarapan yang lezat dari orang yang dia cintai, kemudian disambut oleh makhluk berbulu yang menggemaskan. Seketika senyum Gwen merekah.

“Aku akan sangat bahagia jika pagi ku terus seperti ini.”

“Hem?” Lian yang duduk di tepi kasur menatap tidak mengerti.

Menggeleng pelan, Gwen lantas tertawa. Dia bergerak mencium Kylo. Anjing itu membalas menjilatinya seperti tengah memberi ciuman selamat pagi. Lian diam memperhatikan. Melihat Gwen dengan tawanya dan Kylo dengan senyum lebarnya, hatinya mendadak menghangat. Lalu debaran menyenangkan itu kembali dia rasakan. Sebenarnya apa yang terjadi padanya, kenapa perasaan itu terasa begitu mengganggu. Namun dilain sisi dia ingin terus merasakan sensasi menyenangkan—kebahagiaan dari perasaannya itu.

“Apa yang terjadi dengan perempuan itu?” Lian mencoba mengalihkan pikirannya dengan menanyakan keadaan Vanessa setelah pertengkarannya dengan Gwen kemarin. Dia dapat mendengar teriakan mereka berdua karena letak kamarnya cukup dekat dengan kamar Gwen.

“Jangan menghancurkan suasana,” keluh Gwen setelah menghela napas. “Kenapa kamu nggak mandi aja? Emangnya nggak sekolah?”

“Ini jam berapa.” Dari nadanya itu bukan sebuah pertanyaan.

AfeksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang