Chapter 22 - Thank you (2)

7.9K 633 29
                                        

Lian berjalan santai memasuki area pemakaman sambil membawa bunga mawar di tangannya. Dia ingin menceritakan serangkaian kejadian yang dia alami kepada kakaknya. Kakinya berhenti ketika matanya melihat seseorang yang sangat dia kenal berjongkok di depan makam Liam.

“Dokter!” Untuk apa seorang Gwen Winter di kuburan kakaknya.

Gwen menoleh begitu ia mendengar seseorang memanggilnya. Lian berlari lalu berhenti di sebelahnya. “Apa yang Dokter lakukan di sini?” tanyanya terkejut. Namun matanya melihat bunga tulip merah di maisan Liam.

“Jangan bilang Dokter yang suka mengunjungi kakakku?” Lian menatap tidak percaya.

Gwen tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya. “Kamu juga mau ngobrol dengannya?”

Lian masih berdiri tidak percaya di tempatnya. Ternyata orang yang selama ini dia cari ada di dekatnya. Orang yang suka mendoakan kakaknya adalah orang yang menolongnya. Kenapa semua kebetulan ini disembunyikan oleh Gwen. Siapa wanita itu sebenarnya.

“Kenapa Dokter tidak pernah memberitahuku?”

“Aku menunggu kamu mengingat siapa aku, tapi sepertinya kamu udah lupa.” Gwen terkekeh lantas berdiri. Ia masukkan kedua tangannya di saku jaket sambil menatap maisan teman masa SMA nya.

Lian menatap tidak mengerti. Apa yang sudah dia lupakan.

“Aku sudah menceritakan banyak hal kepada Liam tentang kita,” kata Gwen kemudian.

“Dokter sebenarnya siapa?” Lian tidak bisa untuk tidak bertanya.

Gwen menatapnya dengan senyum lembut. “Aku teman dekat kakakmu. Dan kalau kamu ingat, kita dulu sering main bareng.”

“Benarkah?” Lian menatap tidak percaya. Kejutan apa lagi ini.

Wanita itu mengangguk. “Iya. Tapi sayang sekali kamu udah nggak ingat.” Dia mendesah kecewa.

“Maaf.”

“Nggak apa-apa. Kamu mau berdoa? Aku akan menunggu di sini.”

Lian bersimpuh dengan tumit menyangga kakinya. Ditaruhnya bunga mawar yang ia bawa kemudian berbicara. “Kalau Dokter Gwen sudah menceritakan semuanya, nggak ada lagi yang perlu aku ceritakan.” Lalu dia mengatupkan tangannya dan mulai berdoa.

Gwen tersenyum di belakangnya. Sambil menunggu Lian selesai berdoa dia menatap langit. “Kamu tau siapa aku Liam. Semoga kamu nggak marah karena aku sudah lancang mencintai adikmu.”

***

Ternyata Mom, Dad dan Daniel ada di rumahnya ketika Gwen dan Lian baru pulang setelah berkunjung ke pemakaman dan jalan-jalan sebentar.

“Kamu dari mana saja, kami sudah menunggu dari tadi.” Mom langsung mengomel begitu mereka datang.

“Mom sendiri yang nggak kasih tau aku kalau mau ke rumah,” balas Gwen tak terima.

“Mulai ngelawan kamu? Mau Mommy kutuk jadi musang?”

“Emang ini masih jaman Malin Kundang apa.” Sambil menggerutu Gwen mengajak Lian duduk di sofa yang berbeda dengan keluarganya. “Ada keperluan apa kalian datang kemari?”

“Mom pengen ketemu menantunya,” sahut Daniel sambil tersenyum miring berniat menggoda Lian.

Lian sontak merasa malu. Semakin mendekatkan dirinya kepada Gwen.

“Bukan itu, meski itu salah satunya.” Dad menengahi lalu tertawa melihat respon pacar anaknya. “Kami ingin membahas perihal perusahaan tuan Ronald.”

AfeksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang