Chapter 13 - Love, but make it hurts

4K 549 6
                                    

Kamar itu kosong. Gwen mendecak. Kemudian menutup kembali pintu kamar Lian. Jam enam pagi tapi gadis itu sudah menghilang dari kamarnya. Berangkat sekolah tanpa berpamitan kepadanya.

“Begitu ya, mau menghindar dariku setelah mencium ku.”

Tersenyum kecil, Gwen kemudian tertawa. Dia merasa lucu dengan situasi mereka sekarang. Maksudnya, mereka sudah pernah berciuman. Ya, Gwen mengingat ciuman mereka pada malam itu. Lalu kenapa sekarang sebuah kecupan membuat gadis itu malu sampai menghindarinya.

Gwen mengambil Kylo yang menggonggong di bawah kakinya dan mengangkatnya lalu berbicara padanya. “Kenapa majikan mu begitu sangat menggemaskan.” Namun Kylo hanya tersenyum lebar sambil memberi jilatan di wajahnya.

Disebuah bangku di dalam kelas, Lian tengah duduk sambil menelungkupkan wajahnya. Ciuman itu, seharusnya dia tidak melakukannya. Jika Gwen yang menciumnya, dia akan menerima dengan senang hati. Bahkan jika wanita itu menidurinya sekalipun dia akan pasrah. Tidak, tidak—Lian menggelengkan kepalanya. Pikirannya terlalu jauh. Kotor sekali. Hanya saja dia merasa takut, dia tidak ingin karena ciuman itu Gwen menganggapnya sebagai gadis murahan karena terkesan memanfaatkan keadaan. Kedekatan mereka.

Adell, yang baru datang tampak bingung melihat kehadiran Lian di kelasnya. “Tumben jam segini udah datang.”

Mendengar suara sahabatnya, Lian mendongak. Memperlihatkan wajahnya yang—terlihat kurang enak dipandang. Rambutnya terlihat berantakan. Adell berjalan ke tempat duduknya lalu menarik kursi mendekati Lian. “Kudengar kemarin kamu menolak Reksa? Kenapa?” tanyanya begitu mendudukkan pantatnya.

Bukannya menjawab, Lian malah menutup wajahnya gusar kemudian mengangguk mengiyakan pertanyaan Adell.

“Kenapa? Bukannya kamu udah lama suka sama dia?” Adell tidak mengerti kenapa Lian tiba-tiba berubah pikiran. Sejak dua tahun lalu gadis itu mengungkapkan isi hatinya mengenai Reksa, pria dambaannya, kepadanya. Tapi setelah Reksa mulai menerimanya, Lian justru menolak.

“Aku jatuh cinta pada orang lain,” ujar Lian terdengar seperti gumaman.

“Aku sudah tau itu dari Reksa. Jadi itu benar? Pantas saja kemarin waktu Reksa cerita padaku, aku nggak tau. Ternyata emang kamu nggak cerita sama aku.”

Memang Lian selalu berbagi cerita kepada Adell. Tapi untuk masalahnya sekarang, dia merasa tidak perlu menceritakannya. Karena Lian sendiri tidak tau harus mulai cerita dari mana. Perasaannya muncul begitu saja entah sejak kapan. Rasanya berbeda ketika ia melihat Reksa. Saat bersama Gwen, perasaannya jauh lebih kompleks. Deg-degan, gugup, perutnya terasa keram. Meski tinggal satu rumah, Lian merasa tidak ingin berjauh-jauhan dengan wanita itu.

Kebahagiaan disertai rasa gugup yang menyenangkan itu muncul ketika dirinya berada dekat di sisi Gwen. Membuatnya terus ingin semakin dekat dengannya. Dan ketika mereka berjauhan—Lian tidak mengerti—kenapa dia justru merasa gelisah. Semua hal itu membuatnya bingung. Mungkin benar apa yang dia rasakan adalah definisi dari jatuh cinta. Mungkin juga apa yang dia rasakan kepada Reksa hanya kekaguman semata. Karena apa yang dia rasakan kepada Gwen, tidak dia rasakan kepada Reksa.

“Aku nggak ngerti. Mungkin nggak semua hal bisa aku ceritakan padamu.” Terlebih lagi fakta bahwa Gwen adalah perempuan, membuat kepala Lian kian terasa kacau.

“Dengan kamu berbicara begitu kamu bikin aku makin penasaran tau.” Adell masih menatap dengan rasa keingintahuannya.

Lian menurunkan telapak tangannya, supaya tidak menutupi matanya. “Kami sudah berciuman,” ucapnya pelan membuat Adell terkejut.

“Hah?”

“Dua kali.”

Yang benar saja!

“Kalian pacaran?” tanya Adell setelah berhasil mengendalikan dirinya dari keterkejutannya.

“Enggak.” Gelengan kepala Lian membuat Adell menghela napas.

“Bagaimana bisa kamu berciuman dengan orang yang bukan pacarmu?”

Lian juga tidak mengerti kenapa dia mau-mau saja melakukannya. Dia merasa nalurinya bergerak dengan sendirinya. Menerima seluruh afeksi yang diberikan Gwen. Kenyamanan, kasih sayang serta ciumannya. Pikirannya menolak, tapi hati dan tubuhnya menerimanya dengan senang. Lalu tanpa bisa dicegah, Lian terjatuh dalam pelukan wanita itu.

Malam itu, mungkin dalam pengaruh alkohol, Gwen merengkuhnya sambil memberikan ciuman lembut di bibirnya. Lian sama sekali tidak memberontak. Dia menikmati, terlena dalam dekapan Gwen yang begitu posesif. Dirinya tak dapat berpikir jernih. Seisi otaknya hanya dipenuhi oleh rasa kecupan dari bibirnya. Kenyal, lembab dan manis.

Jika saja saat itu desahannya tidak sengaja keluar, mungkin Gwen tidak akan melepaskan ciumannya. Wanita itu tertawa dengan suara merdunya mendengar lenguhan Lian. Mengingatnya kembali membuat wajah Lian tiba-tiba terasa panas. Semoga saja Gwen tidak teringat dengan desahan konyolnya yang memalukan itu.

“Aku tidak bisa menceritakannya sekarang, mungkin nanti.” Disaat dia juga sudah menerima bahwa dirinya jatuh cinta dengan seorang wanita.

***

Lian turun dari angkot, setelah membayar dia masih harus berjalan 50m lagi untuk sampai ke rumah. Rumah Gwen berada di komplek yang tidak dilewati transportasi umum. Karena termasuk berada di cluster elit. Sejauh mata memandang selama dia di sana, dia belum sekalipun melihat ada tetangga bergosip di depan gerobak tukang sayur. Jikapun dia melihat para tetangga, mereka pasti sedang berolahraga, menyiram tanaman, atau memarkirkan mobil saat baru pulang kerja. Kurang lebih tujuh menit berjalan, Lian mengumpat tertahan melihat mobil Gwen terparkir di halaman depan rumah.

Apa wanita itu tidak bekerja lagi?

Maka dengan perasaan deg-degan Lian masuk ke dalam. Saat dia semakin melangkah masuk, ternyata Gwen sedang menonton film sambil memangku Kylo.

“Jangan mengendap-endap seperti maling begitu. Tanpa bersuara pun aku bisa mengenalimu dari baumu.”

Lian sontak merengut. Emangnya Kylo apa, bisa mengenali seseorang dari baunya? Dengan perasaan sedikit dongkol dia mendekat, berdiri di belakang Gwen. Dengan punggung sofa sebagai pembatas.

“Jangan sampai aku memberi nilai nol pada kesopanan mu.” Gwen menoleh kemudian tersenyum.

“Aku anak yang sopan.”

“Tidak karena kamu nggak berpamitan padaku.”

“Cuma tadi pagi.” Lian menoleh ke arah lain. Jadi karena itu dia sampai meninggalkan pekerjaannya dan memilih menunggunya.

Gwen melepaskan Kylo dari pangkuannya, kemudian dia berdiri dan berjalan ke belakang Lian. Dengan sekali hentakan Gwen mengangkat pinggul Lian dan mendudukkannya di atas sofa. Kedua tangan Lian dengan spontan langsung berpegangan pada pundak Gwen. Tak ingin gadis itu jatuh ke belakang, Gwen mengalunkan tangannya merengkuh tubuh kecil itu. Mata Lian bergerak liar dengan jarak mereka yang sangat dekat. Seketika jantungnya berdetak kencang dilanda kepanikan sampai rasanya suaranya bisa ia dengar.

I don't know you're into girl,” ucap Gwen dengan suaranya yang merdu dan seksi. Dia semakin mendekatkan wajahnya.

“A-aku juga tidak tau.” Lian menjawab jujur dengan suara gugup. Alis Gwen sontak terangkat.

Then why you kiss me?”

Lian menelan ludahnya sukar. Haruskah dia menjawab bahwa itu keinginan dari alam bawah sadarnya. Keinginan itu muncul begitu saja mendorongnya untuk mencuri ciuman dari Gwen. Tak kunjung mendapat jawaban dari pertanyaannya, Gwen mendekatkan bibirnya. Namun saat ingin mencium gadis itu tiba-tiba sebuah suara menginterupsinya.

“Gwen!” Mata Gwen membelalak.

Suara Vanessa!

Dengan cepat dia menurunkan Lian dan meninggalkan gadis itu, sedikit berlari menemui kekasihnya di luar sana. Vanessa langsung menghambur ke pelukannya. “Ternyata kamu benar ada di rumah.” Ia kecup bibir Gwen sekilas. “Aku kangen,” ujarnya kemudian.

Gwen mematung, tak lama tersadar begitu Vanessa masuk ke dalam rumahnya. Ia mengikutinya dan terdiam melihat ternyata Lian sudah ada di belakangnya. Hati Gwen berdetak kencang. Diiringi rasa perih yang menyeruak.

“Siapa dia?”

Ditambah ketika gadis itu menatapnya dengan sorot terkejut dan terluka.

AfeksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang