“Waktu akan menyembuhkan luka hatinya,” ungkap sang Maha Raja.
Keduanya berbalik dan berjalan menuju gubuk.
“Apa kamu siap menampakkan wujud asli sebagai, Nyai Sekar Wangi di hadapan seluruh warga Majaya?” tanya sang Maha Raja.
Wanita itu terdiam untuk beberapa saat. “Jika itu perintah dari sang Maha Raja, hamba siap.”
Sang Maha Raja hanya tersenyum dan meneruskan perjalanannya. Keduanya kini duduk di hadapan api unggun menantikan kehadiran Gia dan Elang.
Langkah Elang terhenti dan seketika memberikan penghormatan saat mengetahui sang Maha Raja berada di gubuk mereka. Begitupun dengan Gia, dia melakukan hal yang sama.
“Duduklah kalian berdua,” titah sang Maha Raja.
Kedua anak muda itu pun duduk bersisian.
“Apa kalian sudah siap? Hanya tinggal dua bulan maka nasib seluruh umat manusia ada di tangan kalian berdua,” ungkap sang Maha Raja seraya menatap wajah Gia dan Elang bergantian.
“Hamba siap,” ungkap Elang tegas.
Namun, berbeda dengan Gia. Gadis itu tampak membisu. Di dalam hatinya Gia masih saja bimbang dan tak yakin jika gadis 17 tahun seperti dirinya akan menyelamatkan seluruh kehidupan umat manusia.
“Gia, mau berjalan-jalan bersama?” ungkap sang Maha Raja.
Gia menganggukan kepala, dia pun segera bangkit ketika melihat sang Maha Raja telah berjalan mendahului.
“Apa kamu merasa ragu?” tanya sang Maha Raja.
Gia terbelalak, dengan gerakan samar-samar dia menganggukan kepala.
“Aku takut,” ucapnya lirih.
Sang Maha Raja membalikan tubuh, menyentuh lembut pundak Gia. “Apa yang kamu takutkan?”
Gia menengadahkan kepala, menatap wajah penuh kasih sang Maha Raja.
“Aku ... aku takut mengecewakan kalian.” Kedua mata Gia pun berkaca-kaca.
Sang Maha Raja menarik tubuh mungil Gia ke dalam dekapannya. Mengelus lembut punggung cucu yang sangat ia sayangi.
“Kamu tidak akan mengecewakan kami, karena kamu adalah gadis yang dipilih semesta. Yakinlah jika kamu mampu dan bisa,” ungkap sang Maha Raja.
“Bantu aku dan jangan tinggalkan aku,” ucap Gia parau.
Sang Maha Raja mengurai pelukan, ia menatap wajah sang cucu dari jarak yang sangat dekat seraya menghapus air mata yang membasahi pipinya.
“Tenang saja, aku tidak akan pernah sedikit pun meninggalkan kamu. Kita berjuang sama-sama sekarang kembalilah ke gubuk, istirahat dan mulai besok aku akan menemanimu berlatih.”
Seulas senyum terbit di wajah cantik Gia, mendengar hal itu dia seakan mendapatkan kekuatan baru di dalam hatinya.
“Makasih banyak, Kakek. Heumm bolehkan aku panggil seperti itu?”
Hati sang Maha Raja menghangat, setetes air mata pun menyelinap dari sudut matanya. Dia kembali merengkuh tubuh sang cucu.
“Panggil aku sesuai keinginanmu,” ucapnya penuh haru.
***
Sesuai janjinya semalam, ketika matahari baru tampak sepenggalah ia telah berada di pantai menantikan kehadiran Gia. Sang Maha Raja begitu semangat untuk melatih secara langsung Gia.
“Maafkan kami terlambat,” ungkap Emak Inah.
“Tidak apa-apa, Nyai Sekar Wangi aku memang sengaja datang lebih awal,” ungkapnya tanpa memalingkan pandangan ke arah ketiganya.
Mendengar jika nama aslinya di sebut dengan lengkap oleh sang Maha Raja, pipi wanita itu tampak merona.
“Maafkan hamba, tetapi kenapa anda menyebut nama asli hamba?”
“Karena mulai detik ini, aku telah membuang identitas lamamu sebagai Emak Inah dan aku akan memerintahkan semua pasukanku dan seluruh rakyatku untuk menyebut kamu sebagai, Nyai Sekar Wangi.”
Air mata menetes membasahi pipinya. “Terima kasih, hamba sangat bahagia saat ini.”
“Maafkan aku yang telah meminta kamu untuk menyembunyikan nama dan identitas aslimu,” ungkap sang Maha Raja, seraya menatap wajah cantik Nyai Sekar Wangi.
Kala sang Maha Raja tengah menatap wajah Nyai Sekar Wangi. Tiba-tiba kekuatan gelap berkelebat dan berubah wujud menjadi sosok makhluk bertubuh manusia tetapi berkepala babi.
Mereka semua langsung pada posisi siap, menajamkan mata dan telinganya. Berjaga-jaga jika masih ada makhluk kegelapan lainnya yang datang.
“Kenapa dia masuk?” ucap Gia bertanya-tanya.
“Bisa jadi dia menyelinap ketika sang Maha Raja masuk ketempat ini,” ucap Elang menebak.
Makhluk di hadapan mereka pun menyeringai dan berjalan mendekati Gia. Dalam sekejap Elang berubah menjadi sosok macan.
“Wah rupanya apa yang diramalkan itu menjadi sebuah kenyataan, Putri dan macan putih. Aku sangat tersanjung langsung berhadapan dengan kalian berdua,” ungkap makhluk yang bernama Bagong Kajajaden.
Macan putih jelmaan Elang pun berputar-putar melindungi tubuh Gia. Tak hanya dia Nyai Sekar Arum dan sang Maha Raja pun melindungi Gia.
“Prabu Darma apakah kamu harus repot-repot melindungi cucumu itu?”
“Pergilah atau kamu akan menyesak telap menyusuk ke tempat ini!” teriak sang Maha Raja.
“Oh, aku tidak takut. Karena bantuan telah hadir di sini,” ungap Bagong Kajajaden seraya menyeringai.
Awan gelap tampak bergulung-gulung di udara di susul dengan angin yang sangat menerpa tubuh mereka yang berada di tepi pantai. Sadar bahaya tengah menghampiri sang Maha Raja mengeluarkan keris yang selalu ia bawa kemana pun dirinya pergi.
Dia mengarahkan keris itu ke udara seraya memejamkan kedua mata dan merapalkan mantra. Dalam sekejap angin berhenti bertiup dan langit kembali cerah.
“Cih, tapi kalian gagal menghentikan kami ahahaha!” ungkap Bagong Kajajaden seraya tertawa terbahak-bahak.
“Lihat mereka berhasil masuk!” pekik Gia seraya menunjuk ke timur.
Satu persatu bayangan hitam muncul dan menjelma menjadi sosok yang sangat menyeramkan.
“Gia, jangan takut anggap saja ini sebagai latihan untuk kamu,” ungkap Sang Maha Raja.
Gia menganggukan kepala, gadis itu menghela napas panjang kemudian mengembuskannya mencoba mengusir ketakutan yang sempat merasuki hatinya.
“Serang!” pekik Bagong Kajajaden.
Seluruh pasukan kegelapan pun berlari menyerang dan macan putih lebih dahulu menerkam mereka. Disusul dengan tebasan keris sang Maha Raja yang mampu membuat makhluk kegelapan langsung berubah menjadi abu.
Gia masih bergeming, kedua kakinya seakan terpaku di tempat.
“Gia tenangkan dirimu, ingat kamu itu kuat sangat kuat, pejamkan mata dan berusahalah fokus!” teriak Nyai Sekar Wangi.
Gia mencoba untuk melakukan arahan dari Nyai Sekar Wangi. Gadis itu memejamkan mata, mencoba fokus meresapi kekuatan yang berada di dalam dirinya.
“Bagus, Gia,” gumam Nyai Sekar Wangi ketika ia menatap Gia yang berhasil menguasai kekuatan yang dianugerahi oleh sang Ratu penguasa lautan.
Kini sebuah tongkat pemberian sang Ratu telah berada di genggaman Gia, kornea matanya pun telah berubah warna menjadi hijau. Bagong Kajajaden tampak bergeming menatap perubahan Gia.
Bulu-bulu di sekujur tubuhnya pun meremang merasakan kekuatan yang sangat luar biasa. Para makhluk kegelapan yang sedari tadi menyerang mendadak terdiam.
“Hei bodoh apa yang kalian lakukan kenapa diam, serang!” pekik Bagong Kajajaden.
Namun, bukannya menyerang satu persatu makhluk kegelapan pun menghilang dan kabur dari arena pertempuran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiji Wanci
FantasyTragedi yang menimpa seorang gadis 17 tahun membawanya kembali ke masa lalu dan dia harus berjuang mengalahkan kekuatan jahat agar dirinya bisa kembali ke masa sekarang.