Jaka membuka kedua matanya dia menolehkan kepala kepada sang Maha Raja.
“Apa yang aku lihat itu benar?”
“Tentu saja, itulah sifat mereka yang sebenarnya. Heum lalu apa kamu tahu siapa penyebab Gia bisa hanyut ke sungai?”
Jaka menggelengkan kepala. “Memangnya siapa?”
“Anak tirimu.”
“Wike?” kedua mata Jaka membeliak.
“Yah dia.”
Jaka turun dari atas batu itu dan bergegas menghampiri Gia. Dia benar-benar tak menyangka dengan kebenaran yang baru saja didengarnya. Dari kejauhan Jaka melihat jika anaknya tengah berlatih bersama Elang. Dia pun berlari menghampiri Gia lalu memeluknya dengan erat.
“Gia, kenapa kamu gak langsung cerita ke Ayah. Kalau Wike yang sudah membuat kamu celaka?”
Gia bergeming, sebenarnya dia pun sangat ingin menceritakan perihal itu. Hanya saja Gia tak ingin menyakiti hati sang ayah karena mengetahui jika yang telah mencelakainya adalah anak dari istri yang baru saja dia nikahi.
“Gia, kenapa kamu rahasiain sama Ayah? Semarah itukah kamu gara-gara Ayah menikah lagi?”
“Maaf Ayah,” ucapnya sendu, ia pun menundukkan kepala.
“Ayah yang minta maaf sama kamu, Ayah nyesel udah percaya begitu saja sama, Wike. Ayah pun menyesal menikah dengan wanita itu.”
“Kenapa? Gia kira Ayah mencintai wanita itu.”
“Ayah baru tahu jika, Neli menghipnotis Ayah agar mau menikah dengan wanita itu.”
“Benarkah? Rupanya mereka sangat jahat.” Bulir bening pun menetes dari sudut mata Gia.
“Tidak apa-apa, Gia. Setelah ini kita kembali ke sana dan kita beri perhitungan kepada mereka.”
“Baiklah Ayah, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk bisa mengalahkan kegelapan dan kita akan hidup normal kembali,” kata Gia dengan mata yang berkaca-kaca.
“Tenang saja, Gia kamu tidak akan sendirian ada Ayah, pemuda itu dan juga sang Maha Raja,” kata Jaka seraya tersenyum.
Keduanya pun saling berpelukan dan tanpa mereka sadari seekor burung gagak sedang mengawasi mereka dari atas pohon. Dirasa telah mendapatkan informasi, gagak itu pun pergi menuju kerajaan kegelapan.
Burung itu terbang rendah lalu berubah menjadi sosok manusia dengan kepala gagak. Makhluk itu pun melangkah masuk ke dalam istana dan memberikan penghormatan kepada sang Ratu Nyai Asih.
“Ceritakan apa yang kamu lihat,” titah Nyai Asih.
“Ayah gadis itu berada di kerajaan Majaya, sang Maha Raja rupanya menjemput dia dari dunianya untuk membantu melawan Ratu dan sang kegelapan. Kekuatan gadis itu pun semakin meningkat, Macan putih semakin hebat dan pasukan mereka sangat banyak jumlahnya.”
Nyai Asih mengepalkan kedua tangannya, dia pun beranjak dari singgasana dan berjalan menghampiri makhluk setengah gagak setengah manusia itu.
“Carikanku pasukan yang lebih banyak dan hebat dari pasukan yang dimiliki Raja tua ini,” ungkap Nyai Asih dengan tatapan tajam.
“Baik Ratu, hamba undur diri.”
Dalam sekejap makhluk itu pun kembali berubah menjadi burung gagak dan terbang menuju arah utara untuk mencari pasukan hebat yang diinginkan Nyai Asih.
“Bagong Kajajaden!” pekik Nyai Asih.
Bagong Kajajaden yang kinu telah menjadi kaki tangannya itu pun berjalan mendekat.
“Hamba Ratu.”
“Siapkan kereta kencana aku ingin pergi ke gua menemui sang kegelapan,” ungkap Nyai Asih memberikan perintah.
Bagong Kajajaden pun langsung bergegas menyiapkan apa yang diperintahkan oleh Ratunya. Kereta kencana telah siap, penjaga pun telah berbaris untuk mengawal perjalanan Nyai Asih menuju gua di mana sang kegelapan bersemadi.
Perjalanan pun di mulai, seperti kebiasaan Nyai Asih setiap ia melakukan perjalanan dia selalu memerintahkan beberapa puaka menyalakan kemeyan.
Tepat di hadapan gua Ireng, Nyai Asih perlahan berjalan keluar dari kereta kencananya lalu masuk ke dalam gua seorang diri. Suasana terasa semakin mencekam dan kekuatan kegelapan semakin terasa di dalam gua itu.
Nyai asih melakukan penyembahan, dia pun menyimpan sesaji di hadapan sesosok makhluk tanpa wujud itu. Hanya asap hitam dengan dua bola mata yang menyala.
“Kamu datang juga,” ungkap sang kegelapan.
“Apakah kamu telah memiliki wadah untukku? Ingat aku menginginkan pemuda dengan tekad yang kuat dan memiliki sikap serakah.”
“Hamba akan mengusahakannya Tuan, hamba janji sebelum purnama kelima hamba akan membawakan wadah untuk anda.”
“Aku sudah tahu kamu pasti akan kesulitan mencari pemuda itu, jadi aku telah menemukan siapa pemuda itu. Carikan dia dan bawa kemari.”
Cawan emas yang berisi darah di hadapan Nyai Asih pun seketika menampilkan sosok pemuda. Pemuda yang tampan dengan tubuh tegap dan tatapan tajam.
“Maaf Tuan, sepertinya dia tidak berasal dari Zaman ini?”
“Yah, dia berasal dari Zaman gadis itu. Carikan dia dalam waktu dua hari, aku tak ingin mendapatkan alasan. Sekarang pergilah,” ungkap sang kegelapan.
Nyai Asih kembali memberikan penghormatan sebelum ia meninggalkan tempat itu seraya berjalan mundur.
“Bagong Kajajaden, antarkan aku ke sungai Citarum,” ungkap Nyai Asih setibanya di luar.
“Untuk apa Ratu?”
“Jangan banyak tanya, lakukan saja perintahku!” pekik Nyai Asih.
“Baik Ratu,” ucap Bagong Kajajaden dan memerintahkan para pasukan untuk segera bergegas menuju sungai Citarum.
Malam tak jadi halangan untuk pasukan Nyai Asih, kereta kencana pum terus berjalan tanpa henti. Hingga tepat tengah malam mereka pun sampai di sungai Citarum dan langsung memulai ritual.
Bagong Kajajaden telah menyiapkan sesajen di tepain sungai, bunga tujuh rupa, darah dan juga kemenyan. Nyai Asih mendudukan diri di sebuah batu besar. Dia menaburkan kemenyan pada bara api.
Nyai Asih merapalkan mantra, ia pun memejamkan kedua matanya. Angin mulai berembus menerbangkan rambut panjang yang dibiarkan tergerai. Ketika ia membuka mata dirinya telah berada di tempat yang ia inginkan.
“Saatnya mencari pemuda itu,” gumam Nyai Asih.
Bukan perkara sulit untuk menemukan di mana pemuda yang dimaksud oleh sang kegelapan. Aroma ketamakan dan aura pemuda itu sangat mudah ia temukan. Kini Nyai Asih telah berada di hadapan sebuah rumah besar dengan halaman yang juga sama besarnya.
Nyai Asih masuk dengan sangat mudah ke rumah itu, senyuman pun terlukis di wajah cantiknya ketika ia melihat hiasan di dinding rumah.
“Rupanyan mereka pengabdi kegelapan, pantas saja sang kegelapan memilih pemuda dari keluarga ini.”
“Hei kamu siapa!” pekik seorang wanita.
Nyai Asih membalikkan tubuh dan tersenyum sangat manis. Wanita yang berada di hadapannya itu seketika bersujud.
“Nyai Asih, maafkan kelancangan saya,” ungkapnya seraya menyatukan kedua telapak tangan di depan dada.
“Hei, kamu mengenal aku?”
“Saya mengenal Nyai dari mimpi, sesosok makhluk kegelapan yang mengatakan jika akan ada sosok wanita cantik yang datang ke rumah ini,” ungkap sang wanita.
“Benarkah? Lalu apa sosok itu memberitahumu untuk apa aku hadir di tempat ini?”
“Tentu saja, kemarilah saya akan mempertemukan Anda dengan anak saya,” ucapnya seraya bangkit dari duduknya dan berjalan mendahului menuju sebuah ruangan rahasia.
Nyai Asih merasa sangat tersanjung, mengetahui jika di zaman modern masih ada manusia yang percaya dan bersekutu dengan kegelapan.
“Itu dia,” ucap sang wanita seraya menunjuk pada seorang pemuda yang tengah bersemadi.
“Siapa namanya?” tanya Nyai Asih, matanya terus menatap pemuda itu tanpa berkedip.
“Raka, dia anak yang selalu saya banggakan.”
Merasa namanya disebut Raka membuka kedua matanya lalu tersenyum kala menatap sosok wanita cantik berada di samping sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiji Wanci
FantasyTragedi yang menimpa seorang gadis 17 tahun membawanya kembali ke masa lalu dan dia harus berjuang mengalahkan kekuatan jahat agar dirinya bisa kembali ke masa sekarang.