Semakin Mendekat

5 3 0
                                    

"Ayah, bagaimana cara Ayah datang ke tempat ini?"

"Saya yang telah membawanya datang ke tanah Majaya, jika kalian ingin melepas kerinduan pergilah tapi jika ada sesuatu yang mencurigakan segera panggil para penjaga," ungkap sang Maha Raja.

Gia tentu sangat bahagia mendengar ucapan dari sang Maha Raja, dengan sangat semangat dia menarik lengan Jaka dan berlari dari dalam istana menuju sebuah taman yang berada tak jauh dari istana. Mereka berdua pun duduk di sebuah bangku taman yang terbuat dari bambu.

"Gia, kamu semakin mirip dengan Ibumu, sangat cantik," ungkap Jaka seraya mengelus rambut hitam yang dibiarkan tergerai.

Gia hanya tersenyum jauh di dalam hati dia ingin sekali bertanya tentang pernikahannya dengan Neli hanya saja Gia mengurungkan keinginannya itu dan memutuskan untuk membicarakan hal lain.

Gia bercerita banyak hal kepada Jaka, dari pertama kali menginjakkan kaki di tanah Majaya, berkeliling ke banyak tempat untuk mendapatkan anugerah, bertemu Nyai Roro Kidul hingga Gia mencerikan jika dirinya mampu mengalahkan puaka yang menyelinap dan ingin membunuhnya.

Jaka sangat antusias mendengar cerita sang anak, dia sangat tak menyangka jika Gia anak gadis yang biasanya manja kini telah menjadi sosok gadis pemberani, Jaka sangat bangga dengan sang putri.

"Tapi, apa kamu serius akan mengalahkan kekuatan gelap itu?" tanya Jaka seraya menatap kedua mata sang putri.

"Mereka bilang aku ditakdirkan untuk mengalahkan kekuatan itu, bahkan Nyai Sekar Wangi pernah menunjukkan kepadaku dunia kita akan hancur di kuasai sang kegelapan jika aku menolak untuk mengalahkan sang kegelapan," ungkap Gia dengan nada sendu.

"Hei, apa kamu baik-baik saja?" tanya Jaka ketika menyadari jika sang anak kini tengah menangis.

Gia menggelengkan kepala. "Gia hanya takut, Ayah. Gia takut jika gagal maka kalian akan hidup menderita."

Jaka kembali menarik tubuh sang anak ke dalam pelukannya, tangisan Gia pun pecah. Seakan meluapkan kesedihan dan beban yang selama ini dia tahan seorang diri.

***

Awan hitam menggulung di langit seluruh kerajaan Majaya. Burung-burung yang biasa berkicauan seketika sunyi. Hewan-hewan liar yang berada di gunung berbondong-bondong kembali ke sarangnya. Seorang penjaga yang melihat hal itu langsung berlari menghadap sang Maha Raja dan memberikan laporan berkaitan dengan apa yang ia lihat.

"Perketat penjagaan dan laporkan apa yang kalian lihat!" perintah sang Maha Raja kepada para pengawal.

Penjagaan di seluruh wilayah kerajaan Majaya semakin diperketat, seluruh pergerakan di antara semak-semak akan selalu dicurigai dan setiap orang yang akan keluar ataupun masuk ke dalam kerajaan Majaya selalu diperiksa satu persatu. Mencegah adanya penyusup dari laskar aliran sesaat yang akan membuat kekacauan di kerajaan.

Jantung Gia berdegup tak karuan kala menatap pasukan penjaga berbondong-bondong menuju seluruh wilayah Majaya seraya membawa perlengkapan perang. Mendadak Gia menjadi gugup.

"Hei, Gia kamu baik-baik aja kan?" tanya Elang seraya menyodorkan kudapan manis kepadanya.

"A-aku sedikit gugup," jawabnya, dia pun meraih kudapan itu lalu duduk pada undakan taman yang terbuat dari batu.

"Tenang saja, kita pasti akan mengalahkan mereka."

"Kamu yakin?"

"Yah, karena mereka akan menghadapi para kesatria kerajaan Majaya dan juga akan menghadapi kamu, seorang gadis yang memiliki kekuatan yang sangat luar biasa."

Gia terkekeh mendengar ucapan Elang, dia merasa jika apa yang diucapkan Elang terlalu berlebihan.

"Sudahlah kamu terlalu berlebihan, aku bahkan tak terlalu percaya diri."

"Ayolah, kamu tuh harus yakin jika kamu hebat, lupa yah siapa yang udah bunuh puaka monyet sendirian?"

"Itu hanya kebetulan saja."

Elang menjadi gemas mendengar setiap jawaban dari Gia. Dia pun menarik lengan gadis itu dan membawanya ke lapangan yang biasa mereka gunakan untuk berlatih.

"Hei, untuk apa kamu membawa aku ke sini?"

"Untuk berlatih, apa lagi? Ayolah lawan aku," ungkap Elang seraya melakukan kuda-kuda.

Gia mengembuskan napas terlebih dahulu dan berjalan mendekat ke arah Elang.

"Lawan aku dengan serius," ungkap Elang dengan mimik wajah serius.

Melihat ekspresi wajah Elang bulu kuduk Gia meremang, dia seakan melihat tatapan macan dari mata pemuda itu.

"Baiklah ayo kita mulai!" ungkap Elang dan dia menyerang terlebih dahulu.

Elang mengarahkan tinjuan kepada Gia dan serangan pertama Gia berhasil menangkis tinjuan Elang. Namun, ketika Gia melangkah mundur keseimbangannya menghilang ketika dia menginjak sebuah batu. Tubuhnya pun terjengkang.

"Ayolah, Gia serius. Nanti yang kamu hadapi itu penguasa kegelapan loh masa sama batu aja kamu kalah," sindir Elang.

Gia mencebik dan kembali bangkit. Dia pun meraih sebuah tongkat kemudian memutarkannya beberapa kali.

"Ok, ayo kita mulai lagi," ungkap Gia.

Mereka kembali melakukan kuda-kuda. Kali ini Gia yang menyerang terlebih dahulu, beberapa kali Gia melayangkan pukulan menggunakan tongkat di tangannya, dan berkali-kali pula Elang berhasil menangkis serangan Gia.

"Apa hanya segini kemampuan, Putri Gia?"

Gia mengembuskan napas kasar, dia berhenti sejenak memejamkan mata, menghirup napas dalam-dalam lalu menyerap energi alam. Melihat hal itu Elang tersenyum, perlahan Gia membuka mata dan kini mata gadis itu telah berubah menjadi warna hijau.

"Bagus ini baru, Gia," gumam Elang seraya menghindar dari serangan Gia.

Gia mengeluarkan tenaga dalamnya, dalam sekali hentakan Gia mampu menghempaskan tubuh Elang.

"Ayo, Elang apa segini kemampuan kamu?" ungkap Gia membalikkan pertanyaan dari Elang.

"Baiklah."

Elang langsung merubah wujudnya menjadi Macan putih, Gia pun tersenyum dan kembali melawannya. Kini pertarungan mereka berdua seimbang, saling menyerang dan saling menangkis. Gia pun seakan mendapatkan kepercayaan dirinya, berkali-kali dia mengeluarkan jurus baru yang selama ini dia pendam dan ketika ia hendak mengeluarkan jurus pencakar langit sang Maha Raja seketika menahan jurus itu.

Gia terbelalak ketika lengannya di tahan, dia menolehkan pandangan.

"Simpan jurus pamungkas itu untuk melawan sang kegelapan, kerena jika kamu menyeran, Elang dengan jurus itu maka dia akan langsung mati detik ini juga," ungkap sang Maha Raja.

Gia langsung menurunkan lengannya dan seketika mendakat ke arah Elang. Wajahnya panik hampir saja dia akan membunuh temannya sendiri.

"Maaf, Elang aku gak tau kalau jurus itu sangat berbahaya," kata Gia dengan raut wajah panik.

Elang masih tertidur di atas lapangan. Dadanya naik turun karena kelelahan, melawan Gia benar-benar sangat menguras staminanya.

"Hei, Elang kamu gak marahkan?"

Elang tersenyum seraya menaikkan satu jempol kepada Gia. "Kamu hebat," puji Elang.

Gia merona mendengar pujian dari Elang, dia pun berbalik berjalan menjauh. Elang masih saja menatap Gia hingga gadis itu benar-benar menghilang dari pandangan matanya.

"Kalian akan bersama jika sang kegelapan berhasil kita lenyapkan dari muka bumi, maka jagalah dia baik-baik," ucap sang Maha Raja setelah itu dia pun pergi mengikuti Gia.

Hiji WanciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang