Sebuah lelucon hidup.

14 6 0
                                    

#Aksara Rasa

Kemarin aku ingin menulis, tapi aku kebingungan sendiri karena tidak tahu harus menulis apa. Aku berinisiatif meminta tolong pada temanku untuk memberi sebuah topik dan yang dia berikan sungguh tak terduga.

Dia mengutip sebuah potongan narasi dan dialog dari cerita yang dia punya. Kurang lebih begini,

Cerita pagi ini, emak lagi scroll fb, terus ketemu sama berita percobaan bunuh diri; laki-laki sekitar umur 30an yang mau mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Aku udah tahu beritanya semalam, jadi diam doang pas emak ketawa-ketawa sambil bilang. "Bodoh banget ni orang." Kurang lebih gitulah. Refleks jantungku jadi cepat gitu detaknya, kayak ngerasa aneh aja gitu atau de javu ya. Nggak tau juga deh. Tapi yang terlintas di pikiran tu gini, "Kemarin-kemarin aku juga sempat mau melakukan itu loh mak, apa kalo aku gitu, mak ketawa juga?"


Sesaat setelah aku membacanya aku merasa miris dan sedih bersamaan. I feel that. Kalimat terakhir yang ada dalam potongan cerita itu seketika seperti menusuk jantungku.

Benar. Apakah jika kita mengungkapkan bahwa beberapa dari kita pernah berniat untuk bunuh diri maka akan ditertawakan juga? Entah itu bunuh diri, mencoba atau hanya berpikir untuk "bunuh diri" itu lucu? Apakah di mata orang-orang nyawa adalah sebuah ... lelucon?

Aku tidak habis pikir dengan orang-orang yang sangat mudah menertawakan orang lain. Dalam segi apapun itu. Heii! Apakah hidup orang adalah bahan tertawaan? Apakah tidak ada hal lain yang lebih pantas untuk ditertawakan?

Oke mari buat lebih mudah. Bunuh diri dosa, dalam agama yang aku anut. Aku juga tahu dan sadar betul itu. Tapi aku juga tak menampik bahwa bunuh diri pernah aku coba, haha konyol. Aku menceritakannya di sini, padahal tak banyak orang yang tahu sebelumnya. Aku benar-benar pernah mencobanya secara nyata bukan hanya dalam pikiranku yang rumit. Tapi aku tak mencoba dengan cara ekstrim mungkin karena sebenarnya aku saat itu takut mati, haha. Jangan tanya kenapa dulu aku mencobanya, bukankah lebih seru bertanya kenapa aku melakukannya dan tak mati juga hingga sekarang?

Tuhan. Allah SWT. Dia Tuhanku. Ya, aku tahu. Tapi apakah kau tahu? Umur yang masih kecil, pikiran yang sempit, iman yang lemah, masalah yang berat melebihi kapasitas, orang-orang yang jauh dan asing, pikiran buntu dan berakhir bertindak konyol serta bodoh.

Iya, itu aku yang bodoh dulu. Tapi aku tak mati. Karena memang belum saatnya. Satu yang mampu aku pelajari, jika memang tak ada jalan lain maka aku harus menciptakan jalanku sendiri bukan malah memilih mengakhiri jalan yang sudah buntu.

Menyakitkan memang jika mengingat momen itu. Aku benci.

Tak apa. Aku sudah berdamai dengan semuanya. Sungguh. Aku bangga pada diriku sendiri yang mampu belajar menjadi lebih baik lagi. Aku masih punya Tuhan. Itu yang selalu aku pegang. Aku juga bangga karena meski membutuhkan waktu yang sangat lama dan pasang surut, tapi akhirnya aku mampu.

Mampu untuk berdamai dengan masa laluku, diriku sendiri, luka yang kupunya dan juga berdamai dengan isi kepalaku yang berisik. Tak hanya itu, aku juga berhasil memaafkan. Memaafkan semuanya. Termasuk diriku sendiri di masa lalu. Bagiku benci pun tak akan ada habisnya. Jadi lebih baik berdamai dan memaafkan lalu berusaha menjadi lebih bahagia.

Hei, dengarkan aku.
Tidak ada manusia yang hidupnya selalu baik-baik saja dan terus bahagia. Juga tidak ada manusia yang dari lahir hingga mati selalu menderita. Jika kau tak mau mempercayai ucapanku, berarti kau tak mau membuka mata. Bersyukurlah atas hal-hal kecil yang kau punya. Dengan begitu kau akan mampu lebih banyak merasakan kebahagiaan. Semua pundak memiliki beban, semua tubuh pernah merasa lelah, setiap jiwa pasti pernah terluka, setiap manusia pernah ada di titik paling rendah dalam hidupnya.

Ada yang berbeda ... memang. Yaitu cara mereka terluka dan sembuhlah yang berbeda.

Aku mungkin terluka karena terjatuh dari atas pohon karena kecerobohan ku sendiri, mungkin aku menangis sangat keras hingga lelah dan akhirnya aku obati lukanya dan kulupakan saja.
Kau mungkin terjatuh saat bermain bersama temanmu, tapi kau tak menangis meski kakimu berdarah. Kau memilih mengabaikannya setelah membasuh dengan air lalu kembali bermain.
Itu hanya sebuah perumpamaan, jika kalian tak paham, aku tak ikut campur, haha.

Begini. Pernah denger kata-kata ini?
"Yang bagimu istimewa bagiku biasa saja. Sebaliknya, yang bagiku istimewa bagimu hanya biasa-biasa saja."

Mungkin saat aku mampu makan ayam goreng dengan nasi putih dan saos aku akan merasa sangat senang dan bersyukur. Aku bahagia hanya dengan makan. Padahal bagimu makan ayam goreng membosankan. Membuatmu muak dan mengutuk si ayam yang tak berdosa.
Mungkin aku sangat bahagia saat pertama kali bisa punya handphone sendiri meski bekas pakai saudaraku dan sudah ada minusnya, padahal buatmu handphone adalah hal yang sangat familiar dan membosankan, kau bahkan sudah main komputer dan laptop sejak tiga tahun lalu.

Bagaimana? Paham?

Syukuri hal yang kau punya dan dapatkan meskipun hanya sepiring nasi dengan tempe goreng dan sayur kangkung meski tanpa kerupuk. Bayangkan bagaimana orang-orang di luar sana masih sangat bersyukur saat bisa makan nasi satu bungkus untuk empat orang.

Jangan lupa bersyukur dan bahagia!

Ditulis baru saja, di sebelah mbul kucing kesayangan milikku yang kemarin seharian nggak pulang. Begitu balik langsung tepar.

Aksara Rasa [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang