Kehilangan.

46 17 5
                                    

Aku pernah menangisi begitu hebat sebuah kehilangan pada suatu waktu. Saat itu, aku benar-benar tidak bisa berpikir tentang apapun. Aku menangisi kehilangan yang tak lain diriku sendiri. Ya, di tengah perjalanan hidup yang aku tempuh ... aku kehilangan diriku.

Aku mencari-cari ke mana diriku saat itu. Apa yang membuatnya pergi? Apakah ada yang salah dengan yang telah aku lakukan? Lalu aku kebingungan tak tahu harus berbuat apa karena diriku sendiri saja pergi dengan begitu tega.

Aku kehilangan diriku yang sebelumnya, lalu pada sebuah detik yang lalu, aku kembali menemukannya. Diriku tengah menangis dengan tertunduk di suatu persimpangan jalan. Hatiku teriris seolah ada belati tajam yang menggoreskan sebuah luka baru. Ternyata aku tengah bimbang. Mungkin lebih tepatnya kehilangan arah. Tidak tahu harus memilih arah mana saat berada di persimpangan. Imanku yang saat itu masih lemah, seketika lupa bahwa masih ada Tuhan. Pergi adalah satu kata yang selalu aku ucapkan meski mulutku bungkam. Bahkan mataku sudah lelah hanya untuk sekedar memberi air untuk mengaliri pipi.

Dengan bodohnya aku mencari cara. Bukan cara untuk kembali, melainkan cara untuk pergi tanpa rasa sakit. Haha. Bodoh sekali memang. Mana ada pergi tanpa rasa sakit! Tapi aku tak menggubris, dengan berbagai cara aku tetap mencoba pergi. Hingga akhirnya aku lelah sendiri. "Kenapa aku tak kunjung bisa untuk pergi?!"

Pada saat kakiku mulai letih berjalan pergi akupun tersungkur. Berdarah namun anehnya aku tak menangis lagi. Akhirnya kutemukan jawaban. Ini belum saatnya untuk aku pergi. Meski sakit yang aku dapat bertambah, meski luka yang aku punya terus basah, meski letihku tak kenal kata sudah, meski batinku mengatakan ingin menyerah ... aku tak boleh kalah.

Ya. Aku tidak boleh kalah dalam pertarungan ini. Karena jalanku masih panjang. Masih banyak luka dan derita yang menantiku di depan sana. Namun aku percaya pada Tuhan. Satu yang pasti. Bahagia yang aku rindukan juga tengah membuka pintunya dengan lebar. Menunggu aku untuk datang dan mendekapnya penuh kasih dan cinta. Benar, aku akan terus berjalan. Hingga nanti pada saatnya, aku dipanggil untuk kembali.

Aksara Rasa [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang