24. Cal dan Jalan Pintas

3K 792 378
                                    

Ehehe

Kelamaan tidak update, saya kadang lupa Escapade itu siapa dan Ilyas itu apa

Jadi, karena mungkin ada pembaca yang lupa juga sama ceritanya, ini rekap singkatnya untuk mengikuti chapter 24:


Setelah selamat dari Renjani, berpisah jalan dengan Aryan (Polisi Nusa yang membunuh Bu Miriam), dan melalui penyerangan preman bayaran, Ilyas dkk melanjutkan perjalanan ke ibu kota dan membiarkan zombie Joo ikut bersama mereka.

Ilyas, Emma, Cal, dan Joo masuk ke Batavia, ibu kota Nusa. Hanya beberapa saat setelah bertemu Randall (Kepala Polisi Nusa sekalgus teman lama orang tua angkatnya Ilyas), seluruh portal masuk Batavia diinfiltrasi gelombang zombie dari distrik-distrik terinfeksi terdekat.

Randall berangkat ke perbatasan Batavia yang paling awal terinfeksi sementara Ilyas dkk keluar dari hotel pusat kota untuk menyelamatkan diri. Ilyas dkk dan Randall menentukan titik pertemuan di panti asuhan tempat Ilyas dibesarkan sebelum tengah malam agar mereka bisa keluar dari Batavia.

Namun, semua jalan alternatif yang Ilyas tandai tidak lagi bisa dilalui. Jalan terakhir melalui kantor walikota pun diblokade defense wall yang didirikan oleh ratusan personel PN beserta para pejabat yang terjebak dalam kantor walikota.

Saat melalui kompleks apartemen yang berbatasan dengan kantor walikota, Cal bersikeras ingin menyelamatkan seorang anak yang hampir jatuh dari balkon kamar lantai tiga. Meski sempat ragu, Ilyas akhirnya setuju untuk membantu.


|| 24: Cal's pov | 5750 words ||

Berdiri di atas tembok yang lebarnya hanya lima sentimeter, aku bisa melihat ke arah balkon yang kami tuju

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berdiri di atas tembok yang lebarnya hanya lima sentimeter, aku bisa melihat ke arah balkon yang kami tuju. Anak perempuan itu bergelantungan dari balkon kamar apartemen lantai tiga, masih mengenakan seragam Sekolah Dasar. Kakinya menjuntai ke lantai dua, satu tangan mencengkram ujung bawah pagar balkon, tangan lain mendekap sesuatu.

Pintu kamar yang mengarah ke balkonnya terbuka lebar-lebar. Gorden putih melambai keluar-masuk ditiup angin. Di ambangnya, sesosok wanita muda berjalan susah payah—pada satu saat melangkah mundur, lalu menyamping, lalu maju, lalu mundur lagi. Kemudian, kusadari dia tidak bisa melihat arah saat melangkah karena kepalanya terpuntir 180 derajat.

Zombie itu barangkali ibunya sendiri.

Kutarik Ilyas yang berusaha melompat naik sambil membawa Emma. Dia sempat berkata dengan nada rendah, "Tunggu aba-abaku, jangan turun dulu—"

Namun, aku sudah telanjur turun. Kini aku berdiri di halaman samping kompleks apartemen, di atas jalan setapaknya yang dibordir rumput pendek berbatu kecil-kecil dan disekat-sekat pagar tanaman bonsai setinggi lutut. Tidak ada zombie di sini, jadi aku mengacungkan jempol ke arah Ilyas.

Escapade 1: A Lone WayfarerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang