|| 3: Ilyas's pov | 2993 words ||
Nusa adalah satu-satunya peradaban manusia yang tersisa selama 70 tahun lamanya sejak Desember 2099, dan teritori di luar Tembok W telah menjadi Neraka—atau sebatas itulah yang kami ketahui selama ini.
Nusa pernah memiliki pasukan militer khusus untuk mencari peradaban lain dan mencoba mengontak negara yang barangkali masih tersisa—dari 13 regu yang dikirim, hanya dua regu yang kembali dengan masing-masing separuh anggotanya menghilang. Sepuluh di antaranya terinfeksi dan segera dieksekusi. Hanya tiga tahun sejak terbentuknya, pasukan itu dibubarkan.
"Meski ada peradaban yang selamat di luar sana, besar kemungkinan mereka bukannya akan memberi bantuan dalam krisis zombie, melainkan memberi beban tambahan." Mantan Kepala Militer Nusa memberi pendapat 60 tahun silam dalam film dokumenter Krisis Nusa 99. Film itu terus diputar ulang tiap tahun di televisi pada bulan Desember. "Nusa harus memprioritaskan kemaslahatan rakyatnya di atas segala-galanya. Pegang kata-kata saya, bahkan untuk seratus tahun—tidak, tidak! Menurut saya, bahkan untuk satu milenium ke depan, Nusa masih dan akan terus bertahan di dalam lingkar Tembok W. Maka dari itu, misi pencarian bantuan ke dunia luar baru akan dilanjutkan kembali setelah kita menata ulang negeri—"
Aku mematikan televisi. Setelah penemuan lubang di tembok W dan menghilangnya Pak Gun 8 bulan silam, si Kepala Militer itu terkesan seperti penipu di mataku.
Setelah lubang pada tembok ditambal, keadaan berangsur kembali tenang. Zombie yang menyeberang tak kunjung ditemukan. Tidak ada siaran beritanya. Menurut orang-orang, itu hal bagus. Menurutku tidak. Kalau memang tidak ada zombie, kenapa tidak disiarkan saja perkembangannya? Tidak ada berita bukan berarti tidak ada bahaya sama sekali.
Sekarang, semua orang tampaknya sudah lupa perihal lubang pada tembok. Bahasan zombie hanya sekadar lewat dan sebagian besar siaran didominasi hari jadi Nusa yang ke-70. Emma baru genap 7 bulan saat parade ulang tahun Nusa diadakan. Arak-arakan berlangsung seminggu penuh dan sudah dua kali lewat di jalan depan rumah kami, balon-balon dilepas ke langit, dan musik mengusik udara. Emma makin rewel karena kesulitan tidur. Dia terus menangis siang dan malam, terserang demam atau masuk angin hampir tiap saat.
Dokter sudah pernah memperingatkan kalau pertumbuhan Emma mungkin akan terhambat dari anak lain dan imun tubuhnya lemah karena lahir prematur, tetapi Bu Miriam meyakinkanku kalau kami bisa melewati keadaan ini bersama, meski tanpa Pak Gun sekali pun.
"Jangan pikirkan masalah uang, oke?" Bu Miriam berkata saat aku terkejut melihat daftar pengeluaran kami bulan itu. Sejak Pak Gun tidak ada, Bu Miriam harus kembali mengajar kursus anak-anak sekolah. Maka, dia butuh pompa ASI dan tempat penyimpanannya untuk Emma.
Bu Miriam pernah mencoba menyewa pengurus dan pengasuh beberapa kali, tetapi selalu terjadi masalah—pengurus rumah tangga yang sudah tua dan teledor membiarkan Emma di ayunan bayinya tanpa susu sampai sore, pengasuh muda yang kelayapan meninggalkanku dan Emma berdua di tengah jam kerja, sampai seorang tukang cuci yang membujukku mengerjakan tugas-tugasnya tanpa diketahui Bu Miriam (dia diberhentikan setelah ketahuan).
KAMU SEDANG MEMBACA
Escapade 1: A Lone Wayfarer
Mystery / ThrillerSudah empat tahun Ilyas tidak keluar rumah. Kini, pemuda itu terpaksa pergi ke dunia luar dengan Emma, adik kecilnya, dan Cal, seorang teman lama, untuk menyelamatkan diri mereka di tengah kiamat zombie. Namun, sepanjang jalan, sesosok zombie bernam...