13

226 35 1
                                    


Suasana rumah Ical berubah agak mengharukan akibat sesi pamitan yang terjadi namun riuh juga karena keluarga Pak Joni ricuh sendiri. Maklum, buntutnya banyak. Setelah itu dilanjut ngobrol sebentar sambil menunggu para ayah, juga Ical, mengecek mesin dan sejenisnya pada mobil.

"Lo kudu sering beli paket internet. Biar nggak susah dihubungin," ujar Liana kepada Adit. Matanya nampak berlinang.

"Iya-iya. Gue pastiin isi terus. Dih, jangan nangis, dong. Berasa gue mau migrasi ke Dubai." Adit tertawa melihat mata mbak pacarnya sudah berkaca-kaca.

"Habis elo pake nge-trip jauh banget." Liana mengusap matanya. Bikin Adit nggak tega dan akhirnya memeluknya.

"Emang lo nggak bisa banget ya, tanpa gue."

"PEDE BANGET."

"Ya sampe nangis gitu, gimana nggak mikir kayak gitu." Adit tertawa kecil. "Cup-cup."

"Pacaran teroooss," sindir Papa Cahyadi ketika melihat anaknya berpelukan dengan pacarnya.

Adit mendelik. "Sirik aja, Papa."

"Papa nggak sirik. Nih, Papa malah udah halal sama Mama."

Adit sebel sendiri. Sedangkan Liana sudah tertawa melihat interaksi pacarnya dengan ayah pacarnya.

Di sudut lain, Rumi dan Candra, serta adik-adiknya, malah sibuk bercanda. Ngeledekin Gilang lebih tepatnya. Bikin Gilang mengadu karena dikerjain sama kakak-kakaknya. "Bundaaa."

"Ini, ya. Anak-anak Bunda yang tua-tua suka banget gangguin adeknya. Lihat, siapa yang nanti keluar duit buat beli es krim." Bunda Iren sudah berdecak jengkel.

"Bunda, lah," jawab Dhanan sambil tertawa. Bunda Iren melotot.

"Aku gak ikutan loh, Bun," bela Rumi.

"IYA. TEH RUMI BAIK. Bisa-bisanya jadi pacar Bang Candra," gerutu Gilang. Mulutnya sudah komat-kamit kesal.

Candra melotot. "Diem, Lang."

Arga memperhatikan Mama Tifa, Ambar, dan Naya yang bisa-bisanya mengobrol akrab. Itu anak bawa pelet apa, sih?

Kemudian memilih membantu para bapak mengecek mobil.

Sedangkan Ical, ketika memutari mobil, dirinya terhenti ketika matanya menangkap mobil yang ia kenal berhenti di depan rumah tetangganya. Mobil Papa.

Dan Ical juga melihat isi mobilnya. Tampak seorang anak perempuan duduk di kursi penumpang sebelah kursi kemudi. Sedang mengobrol entah apa dengan Papa Ari, dengan wajah cemberut. Tak lama, pintu pengemudi terbuka, dan papanya turun dari sana menghampiri Ical.

Ical menatap lagi ke arah anak perempuan tersebut, yang kini juga menatapnya dengan senyum mengembang lanjut melambaikan tangannya. Kepada Ical.

"Mas Ical."

Ical tersenyum menghampiri papanya.

"Papa bawain ini buat kamu. Buat dimakan kalau kelaperan di mobil." Papa Ari mengangsurkan paperbag yang Ical nggak tahu isinya apa.

Ical mencuri pandang lagi kearah mobil papanya. Mendapati 'adik'nya masih memandangnya dengan senyum lebar. Papa Ari menyadarinya. "Maaf ya, Mas. Aira nggak ada teman di rumah, jadi mau nggak mau Papa ajak. Mamanya lagi di luar kota, ada kerjaan." Papa Ari meringis, tatapannya tampak memohon agar Ical mengerti.

Ical mengangguk. "Papa nggak mau ke dalem dulu?"

Papa Ari memandang ke halaman rumah mantan istrinya yang penuh dengan orang. "Rame ya, Mas. Papa mampir sebentar aja. Udah malem."

Road Trip || NCT DREAM 00 LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang