02

407 42 2
                                    


Sejak kecil, Ical sudah terbiasa untuk bangun pagi. Dulu, begitu bangun dari tidurnya, ia langsung menuju ke dapur masih dengan piyama dan wajah bekas iler lengkap dengan garis-garis jiplakan bantal dan guling, untuk cari Mama.

Mama Una pasti sudah ada di dapur. Ical kecil duduk di bar stool sambil memperhatikan mamanya sibuk kesana kemari untuk menyiapkan semangkuk sereal dan segelas susu cokelat, serta sarapan untuknya dan suaminya. Baru setelah itu, papanya datang dengan kaus singlet khas bapak-bapak dengan wajah yang untungnya nggak pernah absen cuci muka.

Rutinitas indah di keluarga yang tampak harmonis itu, terjadi hanya hingga Ical duduk di bangku kelas 6 SD. Setelah itu, entah mengapa papanya nggak ada di rumah, bahkan tak lama kemudian ia dan mamanya pindah rumah, tepat di samping rumah Candra dan keluarganya. Setelah dia sedikit lebih besar, dia akhirnya paham, Mama dan Papa berpisah.

Sedari dia kecil, orang tuanya selalu melimpahkan semua kasih sayang yang mereka punya untuk anak laki-laki satu-satunya mereka. Meskipun Ical merasa aneh dia tak lagi serumah dengan papanya, dia masih menerima kasih sayang dari papanya, bahkan selalu menyempatkan diri untuk bilang "yang Ical harus tau, Papa sayaaaaang banget sama Ical, cintaaaa banget sama Ical, jadi meskipun papa nggak tinggal bareng Ical, Ical harus inget ini ya."

Mamanya juga nggak pernah absen untuk bilang sayang sama Ical. Jadwal pertemuan rutin juga selalu terlaksana dengan baik, seperti menginap di rumah papanya, jemput ke sekolah, atau sampai menunggu mamanya menjemput di kantor papanya karena sibuk.

Ical nggak pernah tahu penyebab orang tuanya berpisah. Dia hanya mengikuti jadwal pertemuan yang orang tuanya buat. Lagipula ia juga nggak pernah melihat pertengkaran diantara keduanya.

Jadi selama ini, Ical hanya berpegang teguh pada kata-kata orang tuanya, apapun yang terjadi dia masih bisa mengenggam cinta orang tuanya.

Hingga suatu saat, Papa Ical mendatangi rumahnya, katanya untuk pamit. Bilangnya mau kerja di luar negeri. Ical mah iya-iya aja, siapa tau Papa bisa ditodong action figure keluaran baru yang tentunya kalau di tempat papanya akan lebih duluan rilis dibandingkan disini. Sehingga ketika papanya pamit sungguhan dan masuk ke mobil, Ical melihat ada seorang perempuan dengan anak perempuan berbaju pink di dalamnya.

Mungkin saat itu Ical nggak berpikir macam-macam, tapi sekarang berbeda.

Hari ini Ical harus menghadiri seminar umum di gedung fakultas. Namun sebelum sampai ke kampus, Ical berniat beli kopi dulu karena kopi yang di rumah habis. Ketika sesampainya di kedai kopi yang Ical datangi, kondisi kedai sedang sepi, nggak ada yang ngantri, kecuali seorang pria dewasa dengan Ermenegildo Zegna suits yang tangannya menggandeng anak perempuan kisaran usia 7 tahun. Kayaknya sih, sepasang ayah dan anak. Lucu banget anaknya. Ical mengambil antrian di belakangnya.

Saat sedang mengantri, tiba-tiba seorang wanita menghampiri ayah-anak di depannya. Ical secara otomatis ikut memperhatikan. Disana lah ia mengerutkan dahinya, 'kayak pernah liat, tapi dimana?'.

Orang di depannya selesai dengan pesanannya, langsung berbalik badan. Ical berniat ingin melemparkan senyum untuk orang di depannya, seperti kebiasaannya ketika sedang mengantri, ketika mereka malah bertatapan. Ical terkejut, apalagi laki-laki dewasa di depannya.

"Ical?"

"Papa?"

"Who's that guy, daddy?"

Sepertinya Ical perlu main ke rumah Oma setelah seminar nanti.

***

Adit selalu bertekad untuk menyelesaikan studinya tepat waktu, meskipun sudah menjadi umum apabila jurusannya mengulur-ulur waktu untuk mengenakan toga.

Road Trip || NCT DREAM 00 LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang