"Rumi udah tau kalau kita-kita pada ikut?" Ical memperbaiki posisi duduknya di kursi penumpang sebelah kursi pengemudi yang diisi oleh Candra."Udah, lah. Ya kali kagak gue kasih tau." Candra menampakkan muka sinis.
Ical ketawa. "Iya nih, sampe rumah Rumi gue pindah ke belakang. Ngeri gue liatnya."
"YA EMANG, ITU YANG HARUS LO LAKUIN."
Ical makin kencang tertawa. "Adit sama Arga bareng?"
"Iya. Kan, tinggal lurus doang itu. Dari Gambir ke Kuningan. Adit habis jemput Liana lanjut jemput Arga."
Ical mengangguk-angguk. Setelah itu membiarkan tape music mobil mengambil alih untuk meramaikan suasana di dalam mobil.
"Lo udah ada cerita sama Arga Adit?" tanya Candra tiba-tiba.
"Belum," jawab Ical. Matanya ikut mengawasi jalanan di depan mereka. "Gue kudu gimana ya, Cal?"
Candra menoleh ke arah Ical sejenak, kemudian memalingkan mukanya lagi. "It's up to you. Based on your principe. Kalau lo emang tipe yang suka ngasih second chance, dengan catatan yang dia lakuin kemarin itu emang main di belakang lo, you have to think about it. Cuman kalau lo merasa udah gak ada yang perlu dilanjutin lagi, it's okay to end it up. See? It's up to you."
"Lo tau sendiri prinsip gue gimana. Apalagi setelah gue tau cerita tentang orang tua gue."
"Meet her. Lo minta penjelasan sama dia. Lo dengerin penjelasan dia. Mungkin lo juga butuh beberapa bukti biar apa yang lo lihat nggak sekedar nuduh. Karena ya beralasan. Setelah lo denger penjelasan dia, lo bisa mutusin harus bagaimana hubungan lo sama dia." Candra menarik rem tangan ketika menemui lampu merah.
Ical menerawang ke depan. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi nanti.
"Lo kadang lebih bisa mikir daripada gue yang seringnya ngikutin apa yang ada di hati gue, Cal. Gue rasa lo bisa dengan mudah memutuskan. Mana lo kalau mutusin sesuatu selalu tepat sasaran. Gue yakin lo bisa ngasih sesuatu yang terbaik buat lo sendiri."
Ical terdiam lagi. Memikirkan apa yang dikatakan oleh Candra. "Gue bakal nyelesaiin semua sebelum ujian."
"Apapun keputusan lo, gue dukung. Asal jangan bego, setelah apa yang lo alamin sesungguhnya, selama ini."
"Thanks, Can."
***
"Gue heran deh. Bisa-bisanya lo pada ngajakin gue ke Ragunan." Liana masuk ke kursi mobil belakang begitu Adit dan Arga tiba di depan rumahnya. Ia merapikan duduknya dan meletakkan sling bag di sampingnya.
"Kan gue dah bilang, mau ngatain monyet," balas Adit.
"Masalahnya ya Dit, lo berdiri di depan kaca pun udah bisa ngatain monyet. Ngapain kudu sampe Ragunan, mana pake bayar lagi."
Arga yang mendengar celotehan Liana dari kursi penumpang depan spontan ketawa. Sementara Adit merengut.
"Kalau gitu gue mending berdiri di depan lo kalau cuma mau ngatain."
"Bangke." Liana menoyor kepala Adit yang tengah sibuk menyetir.
"Lo berdua pacaran begini amat dah."
"Ya mending pacaran. Daripada elo, jomblo."
"WANJENG MANTEP BANGET RADEN NYAI." Adit bertepuk tangan mendengar jawaban pacarnya. Sementara muka Arga jadi masam.
"Lo berdua emang dah bakat banget nistain gue."
Adit dan Liana kompak tertawa.
"Ga, lo belum lanjutin cerita lo semalem," ujar Adit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Road Trip || NCT DREAM 00 Line
Fanfiction"Please deh. Coba lo pikirin." "KENAPA HARUS GUE PIKIRIN?! KAGAK LIHAT KEPALA GUE MAU COPOT?!" Healing doesn't mean the pain never existed. It means the damage no longer controls our lives -Unknown Give yourself time to heal from a challenge you've...