Chapter 33

54.5K 7K 231
                                    

'Kita berhasil'

****

Di ruang kerja pribadi milik Brata, Zahra mencari dokumen yang dimaksud Ayahnya. Baru saja ia di telpon untuk membawa dokumen itu.

Brata bilang, benda itu disimpan disebuah map berwarna kuning, berada di laci samping meja kerja.

"Ini?" tanya nya pada diri sendiri. Pandangannya terarah pada sebuah album foto. Terlihat lama karena sampulnya sudah usang.

Zahra menyempatkan diri untuk membuka benda itu, duduk beberapa menit tidak akan membuatnya telat.

Lembar pertama, sebuah foto pernikahan Serena dan Brata, entah kenapa dua orang itu tersenyum lebar sambil menatap kamera.

Lembar berikutnya berupa foto tentang keseharian mereka, terlihat seperti keluarga bahagia yang harmonis. Hampir semua foto memancarkan raut bahagia keduanya. Sampai di lembar saat perut Serena membuncit. Lagi, pancaran kebahagiaan itu terlihat jelas. Tanpa sadar bibir Zahra ikut tertarik. Setidaknya mereka pernah bahagia menjalani rumah tangganya dulu.

Sampai foto dua pasang bayi yang terlihat tertidur pulas, Zahra mengusapnya sebentar. Setiap tahap perkembangan kedua bayi itu dipublikasikan di dalam album itu. Zahra tersenyum melihat potret Brata tersenyum ke arah kamera sambil menggendong dirinya. Zahra bisa tau karena bayi itu memiliki lesung pipit, sama seperti ayahnya.

Tunggu.. Ayahnya?

Zahra kembali memperhatikan potret itu dengan seksama, jantungnya berdegup cepat, entah kenapa tangannya bergetar ketika kembali membuka lembar album berikutnya.

Ia menahan napas untuk sesaat, saat kembali menemukan sebuah potret pernikahan. Bedanya, tidak ada raut bahagia, hanya raut datar dan suram dari keduanya. Dua orang itu masih sama, Serena dan Brata.

Itu lembaran terakhir, tidak ada lagi potret lainnya. Zahra mengenyahkan pikiran buruk yang datang menghampiri. Menarik napas dalam lalu menghembuskan nya secara perlahan. Ia harus bergegas menuju kantor sebelum meeting dimulai. Beberapa hari lagi ia harus mengikuti tender dan setelahnya langsung terbang ke Singapura. Hal itu bertepatan dengan hari pernikahan Zelda.

Saat meeting berlangsung, Zahra hilang fokus, ia malah memikirkan apa yang ia lihat tadi, netra nya menatap Brata yang sedang berbicara dengan seksama. Tidak ada lesung pipit, Zahra mengepalkan tangannya erat. Ia perlu memastikan sesuatu.

"Ada apa? Kamu tidak fokus saat rapat tadi," kata Brata saat mereka sudah berada di dalam ruangan pria itu.

Zahra menggeleng tanpa suara. Ia menatap sekeliling lalu berjalan menuju kaca besar yang memperlihatkan pemandangan jalanan yang lenggang di bawah sana.

Saat sampai di rumah, Zahra terdiam melihat sampah berserakan. Kaleng minuman yang tergeletak di lantai, bungkus cemilan yang berserakan di atas meja dan beberapa terjatuh ke karpet bulu. Jangan lupakan tisu yang ikut berserakan.

Beberapa hari ini Meira sakit, wanita itu terlihat lemas dan tak bertenaga. Para asisten rumah tangga libur karena ada sanak saudara yang meninggal di kampung halaman.

Dan hampir semua pekerjaan rumah dikerjakan Zahra, sesekali dibantu Lingga ketika pria itu pulang kuliah.

Liora?

Jangan tanya gadis itu. Dari kecil ia terbiasa dilayani, bahkan mencuci bajunya sendiri tidak bisa. Di suruh bersih-bersih pun enggan.

Dan sampah berserakan itu tentu saja di lakukan oleh Liora yang terlihat anteng di atas sofa dengan mata membengkak.

Double Z [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang