'Lagi-lagi tentang ego'
****
Zahra perlahan menggerakkan tangannya untuk menghalau sinar yang mencoba memasuki retinanya. Tubuhnya terasa sangat sakit dan kaku. Entah berapa lama ia tertidur, yang jelas sekarang dirinya sudah berada di rumah sakit dengan jarum infus yang menempel di lengan kanannya.Ruangan itu kosong, sekarang waktunya makan siang, mungkin keluarganya sedang keluar untuk mengisi perut. Atau keluarganya tidak ada yang tau?
Bergerak turun dari brangkar, Zahra berjalan tertatih menuju kamar mandi. Perutnya terasa bergejolak, mungkin efek dari pukulan yang ia dapatkan. Lengannya sangat sakit, dan kakinya sangat sulit untuk dipijak. Sepertinya keseleo.
Saat keluar dari toilet, pintu ruangan terbuka, menampilkan Serena yang baru saja masuk sendirian. Entah perasaan Zahra atau bukan, raut Bundanya terlihat berbeda.
"Sudah sadar?" Zahra dapat mendengar nada sinis dalam kalimat itu.
Zahra hanya mengangguk pelan, berjalan dengan tiang infus yang menjadi tumpuannya.
"Kak Aya..." panggil Gio riang memasuki ruangan saat menyadari jika Zahra sudah sadar.
"Hay.." sahut Zahra dengan suara serak.
"Gio, main di luar." Perintah Serena menahan putranya untuk tidak menghampiri Zahra.
"Mom? Io mau sama kak Aya,"
"No. Gio, nurut sama mommy," tekan Serena. Gio memandang Zahra dengan sedih, pria kecil itu mencebikkan bibirnya.
Zahra hanya mengangguk, menyuruh Gio untuk menurut.
"Bunda mau ngomong apa?" tanya Zahra setelah Gio keluar. Ia masih berdiri agar tubuhnya tidak terasa pegal karena terus-terusan berbaring.
"Kamu melibatkan Zahwa dalam masalahmu!"
Zahra mengernyit, kenapa Serena sangat marah? Apa Zahwa terluka lebih parah darinya?
"Maksud Bunda?" tanya Zahra.
"Sekarang kamu pura-pura tidak tau? Iya!"
"Kamu tau sendiri, kan? Zahwa itu lemah fisik! Kenapa kamu libatkan dia dalam urusan kamu?" pekik Serena terlihat murka.
"Zahwa terluka?" tanya Zahra lagi, tidak mengindahkan ucapan Serena.
"Apa peduli mu?" tanya Serena sinis.
"Zahra, dengar. Kamu dan Zahwa itu berbeda. Dari kecil Zahwa sakit-sakitan! Kenapa sekarang kamu malah membuat Zahwa harus terlibat dengan pekerjaan kamu!"
"Zahra nggak libatin siapapun dalam pekerjaan Zahra," sahut Zahra. Ia memegang nakas di dekatnya agar bisa berdiri dengan benar.
"Kemarin apa? Kamu bahkan buat dia di culik,"
"Bunda, kondisi dia baik-baik aja. Kenapa malah di besar-besarkan?"
"Dari kecil, dia selalu saya rawat dengan baik, bahkan saya tidak ingin seorangpun menyentuh ataupun melukainya!"
"Bunda salahin Zahra?" tanya Zahra tak habis pikir.
"Ya! Kamu sebagai kakaknya tidak bisa menjaga dia dengan baik! Bahkan melibatkan Zahwa dalam masalah yang kamu perbuat!"
"Bunda, kenapa berteriak? Zahra bisa dengar dengan baik tanpa diteriaki,"
"Kamu tau, Zahra? Dari kecil, kamu selalu nyusahin orang tua! Contoh Zahwa, dia nggak bahkan nggak pernah bikin masalah sama siapapun,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Z [TERBIT]
Fiksi RemajaZahra Almahera Mahardika dan Zahwa Almeera Mahardika, dua saudara kembar identik yang memiliki watak dan sifat yang jauh berbeda. 'Terlahir dengan wajah yang serupa, bukan berarti memiliki jalan takdir yang serupa pula' penasaran? langsung baca:) N...