Sunday Well Spent

5.2K 1.1K 237
                                    

It feels like a dream comes true.
Bangun tidur gara-gara alarm subuh. Mendapati Dea masih tidur di hadapannya, Kais membutuhkan usaha banyak buat bangkit dari ranjang. Apalagi saat menyadari lengan-lengannya Dea memeluknya erat-erat.

"Kemana..."
"Udah subuh, Dey, aku harus ke masjid."
"Mmmm. Salat di rumah aja."
"Sebentar kok."

Kais berdiri dengan enggan. Sepengen-pengennya dia menyelusup lagi di pelukan Dea, he gotta do the right thing, cause he got all the right things from The Almighty.

"Can I join you in the shower?" Dea duduk di kasur, mengucek matanya dengan menggemaskan.

"Absolutely. Not." Kais menjawab, buru-buru masuk kamar mandi, diiringi tawa jahil Dea.

***

Pulang dari masjid, Kais masuk rumah yang sudah wangi roti panggang dan kopi. Dea duduk di ujung meja, masih dengan rambut basah berantakan, piyama, dan laptop terbuka di hadapannya.

"Merry morning." Ia menyapa, sebelum kembali ke laptop, "Sarapan dulu, K."

"Are you always like this?" Kais pusing sendiri. Ini persis kayak bayangannya dulu-dulu pas jomblo dan ngarep punya istri.

"Breakfast is the most important meal of the day, K." Dea menjawab tanpa mengalihkan pandang dari layar. Kais ngintip, lalu menyesal. Isinya angka semua.

"Maksudnya, kamu tiap pagi selalu secantik ini?"

Dea melebarkan mata dan senyumnya, "Tonight was really good, huh?"

"Beneran." Kais mengecup pipi Dea sebelum duduk di sampingnya, "And yes, tonight was amazing, Nyonya Kais."

"Duduk. Sarapan. Aku beresin ini sebentar, biar nanti gak rempong kalau kita ngapa-ngapain."

"Wow. Kamu mau ngapain-ngapain sama aku sepagi ini?"

Dea menepuk lengan Kais, "Kamu bilang kita mau belanjain aku sarung bantal."

"Oh, right. Kirain mau terusin hitungin titik-titik di badanku kemarin."

"K!" Dea melotot, "Itu nanti lagi."

Kais tertawa senang sambil mengacak-acak rambut Dea, bikin makin berantakan.

***

Kejutan lain adalah, Dea pakai kerudung saat keluar rumah! Gak sekedar jilbab modern, tapi beneran kerudung panjang-gamis. Bikin Kais gak bisa komentar di 15 menit pertama menyetir ke luar kompleks.

"Apa, K?" Dea akhirnya bertanya, meski matanya sibuk liat layar ponsel.

"You're pretty."

"Kamu bilang gitu karena kamu merasa eksklusif. I used to think it's about God supporting men's ego more so women gotta cover their bodies."

"Dey, itu kan dituliskan sebagai perintah Tuhan..." Kais sejujurnya ragu untuk mendebat.

"Karena kebanyakan lelaki lupa kalau kewajiban mereka lebih sulit daripada sekedar menutup aurat. Kalau aku berhijab, mau gak kamu juga menjaga pandangan? Not as easy as you think it'll be." Dea memotong.

Kais pernah baca soal ini. Tapi sedikit. Banget.

"Salah satu alasan aku gak berhijab, karena sebel kenapa ulama-ulama cowok itu pada rempong bener ampe ngurusin perempuan gak boleh pake beha, gak boleh pakai celana. Yang dengan ngebahas gituan jelas banget mereka tuh juga gak menjaga pandangan..."

"Dey, kamu gak usah mikirin apa yang orang lakukan. Just do your part and be happy you did."

"Kan aku bilang aku sebel."

Merrily Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang