Confession in The Dark

4.5K 1K 176
                                    

Hampir 8 jam perjalanan di pesawat, termasuk delay hampir 2 jam di Makassar, dan akhirnya Kais tiba di Sentani. Ia terkagum-kagum dengan pemandangan bukit-bukit hijau yang indah menjelang landing, sebelum perasaan panik menyelinap.

Kais suka hiking, manjat, kemping, berbagai kegiatan outdoor. Tapi dia gak pernah ke Papua. Dan tempat ini, di pikirannya, uncharted banget deh. Kais gak pernah punya plan ke Papua, untuk liburan aja enggak, apalagi ke daerah pedalamannya. Tanpa clue, tanpa persiapan, tanpa plan apapun!
...sama istri yang sebetulnya barusan kemarin dia kenal.

Obrolan paksa dengan ketiga adiknya mendadak terulang kembali di ingatan Kais. Tadinya dia ngerasa biasa aja, tapi saat Kian, Karli dan Karen bersikeras kalau ada kebetulan yang nyaris gak masuk akal...
Lama-lama Kais mikir juga.
Bener sih, 'sekte' keluarganya Dea agak aneh.
Bener sih, Dea kok mudah banget mengiyakan ajakan nikahnya padahal sebelumnya selama bertahun-tahun ia menolak semua lelaki.
Bener sih, Shiradj bahkan gak pakai nawar apapun ketika proses negosiasi membeli MusiKais.
Bener sih, agak mencurigakan keduanya gak saling kenal saat ketemu terakhir.
Semua kebetulan yang terjadi, kini terasa agak dibetul-betulin. Kais penasaran, seperti biasa, tapi kali ini dia gak terlalu ingin tahu jawabannya.

...karena dia sudah keburu jatuh hati, dan kalau semua pikiran buruk adik-adiknya terbukti benar, sejujurnya Kais gak tahu bagaimana cara menyelamatkan hati dan perasaannya.
Jadi mendingan gak usah dipikirin, cukup dijalanin aja meski hasrat mengungkap misteri sudah bergelora.
Ya kan?

Kegundahan sepanjang jalan, menggelembung bak balon ketika Kais menginjakkan kaki di tanah Papua. Udaranya agak lembab tapi segar, gak sepanas Jakarta. Hanya membawa koper kecil, Kais menuju gerbang kedatangan.

Dan Dea sudah menunggu di sana.
Melihatnya berdiri sambil mengamati wajah semua orang, membuat seluruh keraguan Kais selama tiga hari terakhir menguap begitu saja.

Kais melangkah lebih cepat, dan Dea baru melihatnya sedetik sebelum ia menarik tubuh itu ke pelukannya sampai terangkat dari lantai. Dea memekik kaget sebelum memeluk Kais erat-erat.

"K! Aku kaget!" protes Dea. Tapi masih peluk.

"I missed you, Dey!" Kais menghirup dalam-dalam aroma parfum siang Dea, yang selalu mirip jeruk, mirip peach, mirip bunga segar yang ngangenin.

"Aku juga!"

Lebay, sih. Tapi Kais gak peduli. Habis berpelukan, mereka berpandangan beberapa saat sambil senyum-senyum.

"Siap-siap ya, K. Masih 2 jam lagi nih kita."

Senyum Kais pudar seketika.

***

Satu jam naik helikopter dan satu jam naik Land Rover tanpa AC yang sukses membuat Kais mabok darat, dan akhirnya mereka tiba di sebuah site di tengah-tengah hutan belantara.

Ada kompleks mess gak jauh dari lokasi pembangunan pabrik atau penambangan yang sedang berlangsung, dibuat dari belasan kontainer jadi semacam rumah-rumah kecil minimalis. Di gerbang, Kais harus menitipkan KTP yang ditukar dengan ID. Keamanan ketat, banget malah. Sesaat, Kais gak percaya mereka di Papua.

"Welcome to Wakanda." Dea bercanda, sementara mereka berjalan di antara kontainer.

"Seriously. It feels like it. Tinggal nunggu T'challa muncul dari semak." Kais masih terkagum-kagum.

Mereka berbelok dan tiba di depan kontainer berpintu. Dibuka pakai ID. Saat masuk, Kais kembali terlempar ke masa modern. Rumah kecil sempit mirip apartemen studio, yang ditata apik. Satu kamar mandi, pantry, kasur besar di pojokan, dan meja makan penuh berkas, laptop yang berantakan.

Merrily Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang