Burnt It Down

2.9K 742 109
                                    

Kais terbangun ketika badannya diguncang kasar. Saat membuka mata, Arlen setengah membungkuk, dengan wajah baru bangun tidur dan ponsel menempel di telinganya.
"Is. Rumah lo kebakaran."

Kais mengedipkan mata beberapa kali. Ia menyadari dirinya ada di studio, dengan Arlen, dan... Ah. Sesaat ia sempat kepikir balik ke masa lalu.

"Gimana Len?" Kais meraih botol minum terdekat, masih berusaha sadar sepenuhnya. Ia ketiduran di kursi PD, panggilan untuk produser utama yang direct rekaman. Tahtanya Kais belasan tahun lalu.

"Rumah lo. Kebakaran." Arlen mengulang dengan kesabaran ekstra.

Kais beku mendadak.
"Gara-gara apa?"

"Gara-gara api lah. Buruaaaan!" Arlen menggeret Kais keluar studio.

***

Kais dihadapkan pada pemandangan absurd yang membuatnya lemas, saat Arlen memarkir mobil Kais di jalan. Petugas pemadam kebakaran masih berbenah di depan rumah Kais. Yang sekarang hanya seperti lapangan, nyaris rata dengan tanah. Kerumunan terlihat di depan rumah Kais, yang hanya bisa berjalan lemas menatap puing-puing berasap di hadapannya.

"I got you fire insurance, but this is sad." Arlen berkata pelan, "That house was pretty."

Seorang petugas berseragam polisi menyapa dan bertanya-tanya. Arlen yang bantu menjawab, Kais masih terlalu shock di sampingnya. Masih gak percaya. Semalam dia bahkan gak sempat masuk rumah untuk terakhir kali gara-gara...

"K! K!" Sebuah suara membuat Kais menoleh ke arah kerumunan. Dea berlari ke arahnya, memeluknya erat-erat.
Kais kaget tapi segera membalas pelukannya, menenggelamkan kepalanya di rambut berantakan Dea dan wangi pillow spray yang belakangan jadi favorit Kais: lavender, lemon, chamomile..

"K, aku ditelpon sama Pak RT karena dia gak bisa hubungi kamu. Aku juga gak bisa. Aku gak berani cari kamu ke adik-adik kamu, jadi aku telpon Arlen." Dea menjelaskan dengan ekspresi dan suara super panik, "Aku takut banget kamu lagi di rumah, dan aku langsung ke sini..."

"Aku di studio..." Kais menjawab pelan, diam-diam menikmati momen Dea setengah histeris mengkhawatirkan dirinya.
Dea mengusap pipi Kais dan kembali memeluknya.

"Bro." Arlen menghampiri, "Good news and bad news."

"Good news, asuransi pasti cover karena sumber kebakarannya dari ledakan. Bad news, sepertinya ledakannya...buatan orang."

"Maksudnya?"

"Your house is bombed down, dude."

***

Membuat laporan di Polsek terdekat, Kais dan Dea tadinya diberitahu kalau rumah mereka kemungkinan dianggap kosong dan sialnya dijadikan tempat ngetes peledak ringan oleh entah siapa.
Tapiiiii... Dari hasil olah TKP dan CCTV, terlihat kalau ada ledakan terjadwal di panel sekring yang menyebabkan korslet dan memicu kebakaran...beberapa jam setelah dua orang misterius bermotor mengendap-endap mencurigakan ke meteran listrik rumah Kais.

"Itu mobil kamu masih di parkiran, K." Dea menunjuk rekaman CCTV di ponsel Kais dengan jari gemetar.
Bisa-bisanya Kais gak ngeh ada orang di halaman rumahnya sendiri. Padahal dia duduk di dalam mobil beberapa lama.

Ponsel Dea berdering, membuatnya harus mengangkat telepon dan pergi ke tempat lebih sepi.

"Punya masalah sama siapa lo?" Arlen shock. Kais tahu, di mata Arlen, dia hanyalah seorang lelaki culun yang sok-sok'an keliatan keren tapi gak pernah betul-betul bisa terlibat dalam masalah. Kais mudah memaafkan dan minta maaf...yang menurut Arlen adalah sebuah kelemahan fatal untuk bisa jadi sosok swag yang natural.

"Sama bos baru lo, Len." Kais menjawab akhirnya.

Arlen mangap, "Sumpah?"

"Yang adalah mantan suami bini gue." Kais menambahkan, "Who's capable of doing things like this."

Mata Arlen nyaris lompat dari rongganya, "Demi apa lo?"

Kais menepuk pundak Arlen, "Swag kan gue?"

Arlen menoyor Kais, "Bukan swag tapi bego. Gue aja yang kadang lupa takut ama Tuhan Yesus, sering takut ama dia, Is! Dia tuh creepy banget!"

Ha. Another testimony. Arlen yang memang masih punya akses ke semua e-mail dna laporan bank, mendapati banyaaaaaak banget hal-hal mencurigakan terutama di bagian budgeting. Dia gak berani nanya, gak berani cerita sama siapa-siapa selama ini, cuma bisa menerka-nerka. Biasanya, semua urusan keuangan MusiKais adalah urusan Arlen, karena Kais paling males soal duit. Makanya dia masih 'refleks' ngecek berbagai laporan meski gak diminta.

"Baru banget dalam karir gue, bukan duit keluar yang gue worry tapi duit masuk! Gak ada keuntungan apa-apa karena kita masih brand developing, tapi kas Vybe selalu penuh. Over malah."

"Ada apps baru kan..."

"Masih di tahap bakar duit, bro. BEP industri ginian tuh minimal setahun dua tahun, itu pun kalau kelas lo BTS yang Army-nya ngalahin semua tentara dunia. Lah ini mah Leika doang masa bisa masuk 3M per live? Tanpa iklan dan semua koin-koinan langsung masuk jadi bonus dia? Gak masuk akal." Arlen memotong, "Super shady banget."

Menurut Arlen, semua pemasukan baru sumbernya pun gak jelas. Tapi dia juga gak bisa pinpoint kalau itu mencurigakan. Shiradj punya kemungkinan ngumpulin uang dari investor perorangan yang kirim pakai rekening pribadi. Apalagi, ada juga yang datang dalam bentuk cash. Brankas yang dulu hanya diisi Kais dengan memorabilia, kini penuh sesak dengan uang tunai.
"Mau bikin video klip ala 50 Cent dengan duit asli, udah bisa saking banyaknya!"

"Len, lo bisa gak sih kumpulin data-data keuangan yang lo bilang ini...yang ada nama-nama orang yang transferin segala macemnya..." Kais dapat ide.

"Well. I already did! Gue kan gak mau kesangkut masalah jadi gue otomatis ngumpulin lah." Arlen menjawab. Keculasannya memang di atas rata-rata.

"Share di e-mail kita dong. Just in case."

"Sure." Arlen segera mengeluarkan ponselnya, mengirimkan dokumen. Meski kadang banyak cingcong, Arlen adalah salah satu orang terdekat Kais, yang tanpa di-brief pun udah paham maksud dan tujuan.

"I gotta go." Dea muncul, selesai menelpon.
"Why?" Arlen dan Kais bertanya nyaris bareng.

"Aku...mesti ngantor..."

"Girl. Your house just burned. Literally. Your office should chill a bit." Arlen berkomentar sassy, masih sibuk ngirim file.

Dea gak bicara lebih lanjut, langsung berjalan pergi. Membuat Kais mengejarnya.
"Dey. Stop. Kamu mau pergi?"
"I have to." Ice-queen-mode: ON.

"Minta cuti bisa kan? Ayah kamu kemarin meninggal, hari ini rumah kita kebakaran. Kantor kamu gak sekejam itu."

"FYI, aku belum jadi financial-freedom-guy ya Is. Aku ambil cuti panjang banget kemarin pas Appa sakit. And unlike you, I need money."

"You've got my ATMs! Use them!"

"Oh." Dea mengeluarkan dompetnya, "Never use any of them."
Ia memberikan tiga kartu Kais dan lanjut jalan ke parkiran. Bikin Kais bengong sekejap sebelum lari mengejar Dea lagi, dan masuk mobilnya, tepat saat mesin mulai dinyalakan.
Thank God for no central lock on that old jeep.

"Dey. Kamu kenapa sih?"
"K, turun."

Kais gak percaya, Dea yang tadi subuh super panik dan memeluknya erat-erat, seakan menguap begitu saja. Berubah jadi judes, dingin, dan berjarak seperti gak pernah kenal.

"Kamu mau kemana? Aku antar. Please? What is it?"

"I'm filing for divorce." Dea menjawab, mengeluarkan lembaran kertas dari tasnya. Isinya adalah surat keterangan dokumen nikah yang rusak karena kebakaran.
Kais hanya bisa tertegun.
"Aku punya salinannya, aku mau kirim ke KUA hari ini."

"You're serious?"
"I am. Now get out of my car."

Merrily Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang