Escape Plan Pt. 1

2.2K 530 37
                                    

Kais gak bisa membaca rencana Dea hanya dalam pembicaraan beberapa detik yang dilakukannya. Tapi entah kenapa, ia cukup yakin, akan lebih baik ikutan sok-sok'an panik bersama Shiradj selama beberapa jam lagi. Maka ia menyuruh tiga adiknya pulang duluan.

"Gue di sini sama lo. Tapi adik-adik gue punya keluarga, ada yang harus kerja, ada yang mesti siapin anaknya sekolah..." Kais memberi alasan, yang membuat Shiradj memperhatikan, lalu memberi isyarat. Beberapa lelaki besar dengan potongan tukang pukul yang mendampingi mereka pun seakan melonggarkan penjagaan. Seakan mengingatkan, mereka di sini bukan untuk ikut meramaikan suasana, tapi menjaga Shiradj...dan mungkin melakukan apapun yang lelaki itu perintahkan.

"Sumpah lo?" Karen berbisik keras, menyikut Kais.

"Iya, gue di sini aja. Lo semua balik, gue kabarin nanti." Kais membalas, ikut berbisik.

"Gak. Gak. Kita semua di sini sama lo. Ini soal persaudaraan. Soal hidup mati, bro!" Karli menambahkan dengan serius. Walaupun impactnya agak gagal, mengingat dia cuma pakai kaos partai dan sarung klasik bapak ronda warisan sang ayah, yang garis-garisnya sudah pudar total.

"I'll be okay. Gedung segede gini, dengan keamanan sebanyak ini... Aman kok, gue. Udah mau subuh, kalian punya keluarga yang harus diurusin." Dan Kais sungguh gak mau ketiganya terjebak dalam bahaya lebih jauh.

"Justru itu. Gedung segede gini, dengan keamanan si psycho sebanyak ini... Lo dibunuh di sini, dikubur di studio juga gak bakalan ada yang tau!" Kian memotong penuh emosi.

Perkataan Kian menyulut tambahan omelan dan perdebatan dari yang lain. Pertengkaran antar saudara memang selalu terlalu mudah terjadi di keluarga Kais. Berisik pula.

"Oke, oke, oke." Shiradj berkata keras, menepuk tangannya, "Saya duduk di sini lho ya, saya dengar semua yang kalian bicarakan, jadi saya tegaskan... Saya gak minat ngapa-ngapain Kais, untuk apa? Saat ini saya cuma mau istri saya balik, dan Kais bisa bantu saya cari. Udah. Kais benar, kalian gak ada gunanya di sini. Bising dan bikin pusing. Atau kamu juga mau pergi?"

Tawaran yang sangat menggiurkan. Kais ingin pergi ke rumah Della, di mana pun itu berada, dan ketemu langsung sama Dea, memastikannya baik-baik saja. Tapi dia tahu, kalau dia pergi, Shiradj akan sangat curiga. Atau, lebih parah lagi, menyuruh salah satu bodyguard membuntutinya dan merusak rencana misterius Dea.

"Gak bisa. Dia masih istri gue. Gue di sini sama lo, sampai dia ketemu." Kais menjawab, membuat Shiradj menatapnya beberapa saat dan mengangguk. Ia lalu memandang ketiga adiknya yang masih berekspresi panik, "Kalian pulang. Nanti gue kabarin. Gue akan selalu ngabarin."

"Kalau lo gak ngabarin tiap dua jam, gue akan nelpon polisi untuk nyari lo." Karen menegaskan. Kian dan Karli mengangguk walaupun terlihat gak ikhlas. Kais ikut mengangguk.

***

Sementara 'orang-orangnya' Shiradj terus mencari keberadaan Dea, Kais mengamati lelaki tinggi yang kini sibuk membatalkan berbagai jadwalnya bersama beberapa asisten. Ia terlihat betulan panik dan galau. Sedikit kecemburuan muncul. Shiradj jelas masih merasa memiliki Dea. Kalau saja tadi Kais tidak mendengar suara Dea menjawab telepon, ia pun mungkin akan melakukan hal yang sama.

...atau mungkin tidak. Dia gak lagi punya kuasa, uang dan kemampuan untuk bersikap seekstrim Shiradj.

Bayangkan, di ruangan yang tadinya kosong untuk meeting klien atau konferensi pers, kini seolah menjadi markas komando dadakan. Dua staff tak dikenal menghadap layar laptop dan sibuk mengetik ala hacker di film action, satu asisten perempuan menelpon dengan berbagai bahasa, dan beberapa orang hilir mudik membawa berbagai dokumen untuk diperiksa Shiradj.

"Anything I can help you with?" Kais bertanya, saat mulai merasa resah, hanya jadi penonton di situasi ramai padahal baru pukul 8 pagi.

"Aku belum nanya orang Pamadegan," Shiradj menghembuskan napas, "Kamu bisa?"

"Mereka bakalan panik banget kalau tahu Dea hilang. Apalagi setelah kemarin dia mendadak mengurus cerai. Lo gak mau mereka telepon polisi kan?"

Shiradj menghembuskan napas, "Tanya sesuatu soal dokumen atau apalah gitu..."

"Gak etis kalau gue nanya-nanya Amma atau keluarganya di telepon. Mungkin gue harus ke Pamadegan langsung, gue bisa sekalian pamit atau apalah, sambil gue cari keterangan lain."

"Do it then."

Kesempatan untuk keluar dari Vybbe dan berkomunikasi sama Dea! Kais mengingatkan diri untuk terlihat tenang saat merapikan barang-barangnya yang cuma sedikit dan bersiap pergi. Lalu tiba-tiba pintu terbuka dan Arlen masuk dengan berisik, "With all respects, Sir, you got the best view in the building and you decided to camp here??"

"Yes. We got some...emergencies." Shiradj menjawab, menunjuk Kais, membuat Arlen melotot panik.

"What emergencies? With our former CEO?" Arlen bertanya, ketakutan terdengar di suaranya. Dia banyak dosa, soalnya. Kalau Shiradj tahu soal kelakuannya nge-back up laporan keuangan beberapa bulan terakhir, mungkin Arlen bakalan ikut menghilang. Lebih parah, karena dia gak bakalan ada yang cariin.

"My wife got in trouble. Kais is here helping me, he knows her." Shiradj mengangkat bahu, membaca dokumen. Sejujurnya Kais ingin sekali melempar kursi setiap mendengar Shiradj masih saja menyebut Dea istrinya.

Arlen mengerutkan kening, mengucapkan, "What the fuck?" tanpa bersuara pada Kais.

"Gue mau pergi, tapi nanti gue balik lagi." Kais menambahkan, supaya Shiradj gak curiga.

"O-okay." Arlen sok cuek dan menghampiri Shiradj, lalu mulai ngobrol soal kantor. Kais melangkah ke pintu keluar, berharap gak mendadak ditawari satu tukang pukulnya untuk menemani.

"Wait." Shiradj berkata, membuat jantung Kais seakan berhenti berdetak. Ia menghentikan langkah dan memutar tubuh dengan gerakan sesantai mungkin.

"Jangan lupa kabarin Karen." Shiradj mengingatkan.

Kais buru-buru mengiyakan, sebelum menyelinap dan jalan cepat keluar dari sana.

***

Kais bersyukur dia gak bawa mobil. Salah satu cara termudah untuk hilang di Jakarta, adalah menggunakan kendaraan umum. Ia naik metromini yang penuh, berhenti acak di salah satu perhentian, lalu ke stasiun MRT, masuk toilet sebelum akhirnya menelpon nomor Della.

Panggilannya masuk ke voice recorder.

Lagi, ia mencoba menelpon. Akhirnya diangkat.

"K! Kamu di mana?!" Dea yang menerima telepon, membuat Kais menghembuskan napas keras-keras.

"Aku di MRT. Kamu di mana? Aku mesti ke mana? Aku harus ketemu kamu. Kamu harus jelasin semuanya ke aku."

"Aku di rumah Della. Sama Della dan Ren. I'm okay, no worries. Kamu juga bisa ke sini... Aku share loc ya."

Akhirnya sedikit cahaya di kegelapan. Kais menutup panggilan, mendapatkan pesan whatsapp dari nomor Della, dan keluar untuk menemui Dea dan mendengar semua penjelasannya.

Merrily Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang