Push Things Out

4.6K 1.1K 229
                                    

Setelah obrolan terakhir bersama Dea, setiap panggilan telepon membuat Kais kena serangan panik dadakan. Tapi dia juga gak mau menyetel silent mode di hp. Dan sialnya, gak ada kabar sama sekali, sampai ia mempertimbangkan untuk menjilat ludah sendiri dan menelpon Dea duluan.

"Nape lo?" Karen menyenggol bahu Kais. Tumben bener si caper satu ini duduk lama di pojokan liatin hp terus. Biasanya, kalau ada pesta apapun, Kais selalu ingin jadi pusat perhatian. Dia akan nyanyi, nari, jadi MC ngrangkep stand up comedian, kadang bisa main sulap juga. Kali ini, dia cuma jadi tamu baik-baik yang mengikuti acara, bengong-bengong, tepuk tangan kalau disuruh dan setelahnya duduk manis sambil ngemil.

"Lagi nunggu kabar ngelamar janda ribet." Kian menjawab, membuat Kais melempar bantal sofa.

"Kenapa penting banget sih janda apa bukan? She was married, now she's single, no kids involved." Kais menanggapi, sedikit lebih gusar dibanding yang diniatkannya.

"Lo mah mau ada anaknya juga akan tetap lo embat kalau penasaran." Kian mengacak rambut abangnya asal..

Kais mau membalas, tapi sadar Kian benar dan menerima tawa ejekan dari tiga adiknya yang kurang ajar.

"Beneran in love ya bro..." Karli melempar senyum kalem yang terasa makin mengesalkan.

"I'm not. Gue gak nikah karena in love. Tapi karena ibadah. That's it."

"Gue udah liat loh si Dea ini, tapi gak tau deh bener apa enggak. Dia ada di linkedin. Namanya gak bisa di-search di FB dan IG." Kian mengeluarkan ponsel dan semua mendadak berkerumun..

"Business Development Manager - Engineering/Procurement
/Construction di PT Bangun Nusantara. Whoaaaa. Wanita karir nih." Karen berkomentar.

"Ini gak berjilbab kayaknya..." Karli mengerutkan kening.

"Emang enggak. Makanya gue yakin ini dia. Tapi cantik lho ini." Kian menjawab, "Gue belum ketemu aslinya, bener bukan sih yang ini?" Ia menyodorkan hp ke depan Kais.

Kais menyambar hp dan memandang wajah Dea, dalam foto resmi perusahaan, ia memakai blazer, kemeja, make-up dan rambut tertata rapi. Nyaris mengeluarkan umpatan kasar karena gak nyangka akan melihat Dea dalam keadaan secantik itu, tapi kemudian ingat dan berganti, "MasyaAllah."

"Yang ini, Is?"
"Liat mukanya Kais, kayaknya sih iya."
"Anjir mayan sih nih..."

Kais gak mempedulikan tiga adiknya dan membaca CV Dea. Berkarir sejak 2008 di perusahaan konstruksi, sempat di Pertamina, dan akhirnya menjadi manajer di perusahaan ini sejak empat tahun lalu. She looks like a badass. Foto lain Dea tampaknya diambil candid di site pembangunan, dalam pakaian kerja dan topi pengaman, serta ekspresi tegas tanpa senyum yang super swag. Ia ngepost berbagai tulisan terkait teknis dalam bahasa Inggris yang gak dimengerti Kais di linkedin page-nya secara berkala.

"Iya, ini orangnya." Kais mengembalikan ponsel pada Kian, "Dan gue lagi nungguin jawabannya dia nih, aduh."
Monmaap. Mulut Kais gak bisa direm curcol.

"Untuk?"

"Untuk buru-buru nikah sebelum dia balik ke Papua minggu depan."

"Bang! Serius lo mau ngawinin cewek random minggu depan?" Karen kaget dan mengeplak bahu Kais super keras.

"Belum tau lah, dia belum jawab."

"Lo tapi ngomong gitu dan gak bilang-bilang kita?" Karen ngegas, "Mami gak tau? Papi? Kian?"

"Gak ikutan gue." Kian buru-buru ngabur.

"Mammmiiiiii! Si Kais mau kawin siriiii!" Karen berseru ke arah dapur.

Merrily Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang