Escape Plan Pt. 2

2K 499 30
                                    

Perjalanan paling menegangkan dari Lebak Bulus ke Puri, yang melibatkan hampir semua jenis kendaraan umum: MRT, Transjakarta, sampai angkot dan bajaj. Kais merasa sudah bisa mencalonkan diri jadi duta transportasi massal, saat akhirnya tiba di kompleks rumah Della.

Della menempati sebuah rumah di tengah-tengah perumahan mewah Jakarta Barat. Di gerbang masuk area kompleknya pun, satpam harus menelpon si empunya rumah terlebih dahulu sebelum berani mempersilakan masuk. Apalagi, tampilan Kais yang dekil lepek berantakan setelah sakit, begadang plus nyebrang kota, terlihat sangat gak layak...bahkan untuk jadi sopir sekalipun.

Untungnya Della di rumah, dan pintu besi berlistrik yang menghalangi kuldesak itu segera terbuka otomatis. Kais lalu jalan hingga akhirnya menekan tombol bel di pintu berwarna biru mencolok yang sangat kontras dengan dinding rumah Della yang berwarna hitam. Sudahlah dia kerja di kantor bernama Coven, galak, rumahnya mirip candi pemujaan berhala, lengkap dengan beberapa patung aneh di halaman dan artwork abstrak.

Pintu terbuka dan yang muncul di hadapannya adalah Ren. Berpakaian ala bikers dengan jaket kulit, rambut terurai dan tubuh yang tampak makin kekar.

"MusiKais!" Ia merangkul Kais, yang tadi membuka lengan, sudah siap-siap mau peluk Dea. "Lama banget ke sini doang. Gojek kan cepat!"

Erm. Kais mau menghapus jejak barusan itu. "Pindah-pindah kendaraan biar gak diikutin."

"Wow. Brilian sekali. Betul juga. Ayo masuk, Dells dan Dey sudah tunggu dari tadi." Ren setengah menggusur Kais masuk rumah, langsung jalan menuju pantry yang menghadap halaman.

Dea menyadari kedatangan Kais dan segera menghampiri. Della yang duduk di meja makan, hanya mengangkat gelas untuk menyapa.

"K. Kamu kok bisa keluar dari sana? Gimana ceritanya? Kamu ditempelin sesuatu atau diikutin orang? Kenapa lama sekali?" Dea bertanya, mengusap rambut, wajah, lengan, dada Kais.

"Aku gak tau ngeceknya gimana," Kais mengeluarkan ponselnya ke meja, baru sadar kalau usaha keliling Jakartanya bisa saja sia-sia kalau hape-nya disadap.

"Dalam waktu sesingkat ini, tanpa lo pernah kasih telpon ke dia, mungkin bisa cek lokasi lo di mana dan nelpon siapa. Tapi untuk dengerin panggilan atau cek chat sepertinya belum, sih. You're calling me. And you're in my house. Si Shit-Radj gak bakalan curiga." Della berkata.

"Gue bilang ke dia, mau ke Pamadegan."
"We can send your phone there," Della mengangkat bahu ringan.

Dea memutar wajah Kais ke arahnya, "Kamu lagi sakit, K. Kamu ngapain sama dia? Kemarin kamu pamitan pulang ke apartemen, aku suruh kamu istirahat, tidur. Tapi malah nelpon Della tengah malam buta."

"Shiradj nelpon aku Dey, dia panik kamu diculik!"

Kais menceritakan semua yang terjadi selama beberapa jam terakhir.

"Bagus," Della berkomentar setelah cerita Kais selesai, "Sesuai rencana, kelemahan Shiradj memang cuma Dea."

"Gak ada yang bagus, Dell. Gak ada yang bagus sama sekali. Gue tau sekarang Shiradj stalking Dea parah banget. Gue tau dia punya banyak sources untuk mendadak bikin markas FBI di kantor dalam waktu kurang dari sejam. Gue tau dia sakit jiwa, bisa bayar orang dan gak segan buat mencelakakan siapapun!"

"Tapi dia lengah. Dan ini bisa kita pakai untuk bikin dia semakin lemah."

"Data kita gimana? Dari kantor udah ada nama yang keluar?"

"Bentar saya cek."

Kais duduk dan memijat kening, "Gue gak tau apa yang kalian rencanakan, dan gue sebel banget. Tapi sebelum itu, gue mau mandi."

***

Habis mandi, ganti baju pakai sweatpants super longgar milik Ren dan kaos oversized Della (yang jadinya ukuran normal), Kais keluar kamar mandi di kamar tamu dan menemukan Dea duduk menunggu.

"K."
"Dey."

"Maaf ya untuk semuanya," Dea meraih tangan Kais, yang segera menggenggam erat. Dea mengajak Kais duduk bersebelahan di ujung tempat tidur.

"Kemarin setelah kamu pulang, aku dan Della berusaha untuk periksa semua file-file yang dikasih Arlen. Kami menemukan sesuatu, seperti semacam pola pengiriman uang. Tapi aku inget kamu lagi sakit, jadi kupikir aku bakalan kabarin kamu pagi-pagi aja..."

Kais malah pergi ke rumah Karen dan ngrumpyek bersama tiga adiknya.

"Aku ke Karen. Shiradj nelpon aku tengah malam, minta aku ke kantor, bilang kamu diculik. Ya aku pergi, lah!"

"Bagian itu gak terduga sih," Dea mengangkat bahu, "Aku gak nyangka dia telpon kamu."

"Dia beneran panik, Dey. Aku baru sampai tahap kaget, belum panik."

Dea mengusap lengan Kais, "Emang itu tujuannya."

"Why? Kenapa kamu mau bikin orang seberbahaya dan segila Shiradj panik? Orang yang gak berbahaya dan gak gila seperti aku, Karli, Karen, Kian juga sama paniknya, Dey! Kamu bikin skenario pura-pura diculik, kita semua stress!"

"Aku gak tahu kamu akan ada di sana sama dia. Saat bikin plan, aku pikir kamu akan di rumah, tidur, minum obat, istirahat... I thought you won't get involved..."

"Oh, but I am! I always will," Kais merasa semua emosi yang ditahannya selama ini mendadak terlepas, "I HAVE TO. Aku tuh masih suami kamu, Dey!"

Kalimat yang dulu pernah didengarnya di salah satu sinetron Azab Indosiar. Dulu Kais anggap adegan-adegan menangis mbak-mbak dengan ekspresi terluka yang bilang, "Aku ini istri kamu, Mas!" adalah sesuatu yang absurd. Masa ada laki-laki lupa istrinya sendiri sampai harus diingatkan?
Tapi kini dia menjalani sinetron yang sama. Dan dengan Shiradj sebagai tokoh antagonis utama, ada kemungkinan cerita tamat dengan azab gak masuk akal macam lubang kubur kebanjiran atau keranda mendadak lompat sumur.

"Please, tolong libatkan aku dalam semua urusan kamu. Aku mulai capek dan bingung dengan kebiasaan kamu yang lari sendirian, Dey. Kamu harus cerita semuanya."

Dea baru mau menjawab, saat pintu dibuka mendadak.

"Dude! What the fuuuuck?!"
Arlen di hadapan mereka, mengucapkan kata-kata favoritnya.

Merrily Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang