The Turmoil

2.9K 745 53
                                    

"Are you okay?"
"Okay."

Kais bertanya, dan Dea menjawab. Pertanyaan dan jawaban yang sama, beberapa kali sepanjang jalan dari Pamadegan hingga nyaris masuk Jakarta. Sisanya adalah kesunyian. Dea duduk memandangi jendela tanpa ekspresi, dan Kais menyetir sambil sesekali mengusap pundaknya.

Berjam-jam perjalanan yang biasanya terisi obrolan hangat, kali ini untuk Kais jadi sangat sepi, tapi juga sarat dengan perasaan--sedih, bingung, ragu, cemas...

Memasuki jalan tol dalam kota Jakarta, Dea mendadak menyentuh lengan Kais.
"K, aku diantar ke apartemen aja."
Meskipun Kais makin galau, ia hanya mengangguk. Dea kembali sibuk mengalihkan pandang ke luar jendela.

"Dey, are we okay?" Kais kembali bertanya.
Tidak ada jawaban. Lama.
"Aku gak mau biarin kamu sendirian, saat kamu sedang sedih seperti sekarang..." Kais melanjutkan pelan-pelan.

"Aku butuh waktu untuk menghadapi orang dan situasi yang bikin aku sedih, K."
Kais mengerutkan kening. Sebentar. Kenapa nada suara Dea terasa agak... Ia buru-buru melirik Dea, yang sedang melihatnya dengan tatapan dingin.
"Including you."

"Aku? Aku bikin kamu sedih?"
"Ya."

"Gimana maksudnya? Can't you see? Aku ini ada di peringkat pertama dari orang-orang yang gak mau bikin kamu sedih selama beberapa minggu terakhir, Dey."

"But you did anyway."

"How?!" Kais frustasi.
Yang dijawab dengan Dea mengangkat bahu.
Bikin makin stress.

"Leika?" Kais menebak.

"Ha. Dia ada di peringkat pertama orang-orang yang ada di pikiran kamu ternyata." Dea berkomentar pelan.

Oh. Shit. Kais meremas kemudi dengan gemas. Kombinasi antara semua emosi negatif dan sikap Dea yang gak terbaca membuatnya super irritated. Kais menghela napas dalam-dalam, mencoba namaste sebelum berkata, "Apapun yang melibatkan dia, I can assure you, seriusan, gak cukup penting untuk bikin kamu sedih atau marah atau cemburu..."

"I am so not." Dea memotong cepat.

Kais melirik lagi untuk memastikan. Well. She's jealous for sure. Dea judes, sinis, menjawab singkat-singkat, banyak diam, dan satu tanda terpenting perempuan cemburu...gak ngaku.

Kais lumayan berpengalaman soal perempuan cemburuan. Semua mantan pacarnya mengalami hal ini, apalagi Kais yang dulu memang hampir selalu dikelilingi perempuan--stylist, hair-do, make-up artist, bahkan koreografer dan pelatih vokalnya. Semua akrab, baik...dan profesional.

"Dey, seriously. You two are not in the same level."

"Kais-marry-me level?" Dea memutar mata.

"You married me already. And it's just for a stupid show, for God's sake!"

"Kamu ke tempat Shiradj untuk syuting sama Leika! Berdua, duduk super rapat, dengan dia bebas rangkul-rangkul, pegang rambut kamu, akrab-akrab dan SEMUA akun buzzer gak jelas bikin kalian jadi trending topic dua hari!" Dea meledak.

"I didn't mean to! Aku beneran gak sengaja..."

"Right. Gak sengaja. Kok bisa pas banget ya momennya sama apps yang baru launching?"

"I have no idea! Aku ketemu dia di parkiran!"

"Trus kamu segampang itu mau diajakin live?"

Perdebatan sengit berlangsung hingga parkiran apartemen, diakhiri dengan Dea membanting pintu mobil lalu berlari masuk lobby, dan Kais mengacak-acak rambutnya sendiri saking kesalnya.

Merrily Marry MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang