"Gue agak muak sama sikap lo yang terus-terusan salah paham, tiap gue coba memaklumi justru makin ke sini lo tambah parah." Cherry berbisik tajam, sorot matanya berubah dingin sambil menahan kedua tangan Caramel yang hendak mendorongnya menjauh.
Saat dia berharap tentang pertemanan sekaligus keluarga malah berakhir terjatuh pahit.
"Oke, karena sikap lo berapi-api kaya gini cuma liat gue bicara sama Lara, sekali lagi gue maafin. Nggak papa, Cara. Gue maklum." Cherry tersenyum, namun terkesan terpaksa.
Cherry mundur dua langkah, melirik sejenak pada buku jari Caramel yang terkepal.
"Gue juga muak berdiri di antara kalian berdua, jadi selesain masalah itu." Cherry melengos, suasana hatinya langsung buruk apalagi mendengar peringatan Alaraya tentang Ibu raga figuran ini, yang berniat mencelakai darah dagingnya sendiri.
Padahal Cherry sekedar ingin menikmati kehidupannya yang terjamin sekarang tanpa harus banting tulang.
Gadis menyisakan seragam putih sebagai atasannya itu berlalu pergi, terlalu malas mengambil motor tengah terparkir di pojok, biarkan saja nanti Luis yang membawanya pulang.
***
Menjelang sore itu Cherry menyusuri bahu jalan, rambutnya berkucir tinggi sesekali meniup poni yang mulai basah oleh keringat karena hari lumayan terik.
"Ribet." Cherry bergumam sambil menyentuh surai hitamnya menutupi dahi, berencana akan memotongnya nanti, sekalian model rambut sebatas pundak.
Langkah kaki Cherry mendadak berhenti, matanya sedikit menyipit memandangi sosok jangkung yang berlari mendekat lalu tiba di depannya, melepaskan kupluk hoodie menutupi rupa itu.
"Cherry Analema ...."
Si punya nama terperangah.
Regra memiringkan kepala, bibirnya mengukir senyuman tipis di detik kemudian berucap tenang.
"Luis minta gue jemput lo." Tangan Regra meraih lengan kanan Cherry.
Cherry mengerjap lalu melirik genggaman Regra. "Luis sama sekali nggak hubungin gue soal lo yang jemput, biasanya dia ngabarin," sahut Cherry jujur.
Regra tertawa kencang bikin Cherry mengerutkan kening. Menurutnya tidak ada yang aneh dari ucapannya tadi, meninggalkan perasaan jengkel Cherry menyentak kuat genggaman Regra hingga terlepas.
"Enggak usah sok kenal!"
"Regra Algavero, temennya Luis."
Cherry mendelik.
"Ponsel Luis katanya ketinggalan di loker jadi dia nggak bisa hubungin lo, Analema."
Semakin Cherry mencoba menolak, Regra justru keras kepala bahkan saat Cherry berniat kabur, cowok itu mengancamnya dengan kurang ajar akan menggendong tubuhnya sampai mobil yang terparkir tak tahu dari tempat mereka berdiri kini.
***
Cherry benar-benar merasa di permainkan, kakinya melangkah tergesa menuju pintu utama apartemen.
"Sebentar." Regra berlari menyusul, menyambar kembali lengan Cherry. "Ban mobil Luis kempes makanya telat ke sini, gue punya bukti lima menit lalu Luis kirim pesan itu ke gue." Regra melanjutkan lugas.
Cherry bungkam sambil memandangi Regra sekilas, pada akhirnya mau tak mau mengangguk patuh. Duduk di sofa menanti kehadiran Luis.
"Kayaknya lo deket banget sama Luis." Regra mendudukkan diri di seberang Cherry. "Wajar, sih, karena Luis kembaran lo," ujarnya.
Cherry tersentak. "Kembar?!" Nada suara tersebut setengah berteriak, mengerjap linglung Cherry berpikir keras memahami maksud perkataan Regra.
Jika itu benar, Bodohnya dia baru menyadari bahwa sang figuran dan Luis adalah saudara kembar. Seandainya Regra tidak mengatakan, mungkin Cherry tidak akan tahu.
Siapa yang harus disalah, kan? Mengapa ingatan tubuh ini tidak semuanya saja dikenang.
"Kenapa muka lo kaget gitu?" tanya Regra heran.
Cherry tertawa hambar. "Gue kaget karena lo tau kalau gue dan Luis kembar, padahal banyak yang nggak percaya." Cherry menjawab kikuk.
Cherry membuang muka di detik yang sama Regra menunduk dalam, menyembunyikan senyumnya.
***
Dia benar-benar datang. Kerindukan selama ini membuncah bertahun lamanya tidak dapat ditahan lagi. Mengambil kesempatan gadis cantik itu tertidur pulas, Regra sudah menempati sebelah Cherry yang sebelumnya kosong.
"Dayita..." Regra berujar lembut, meraih jemari lentik Cherry lalu meletakkan di atas pahanya, mengamati lekat-lekat. "Kamu datang," bisiknya.
Tidak sia-sia Regra berbohong dari awal hingga gadis ini berhasil menangkap umpannya, sudah cukup Regra menahan selama satu bulan lebih.
Regra tertawa bahagia. Mengecup punggung kanan Cherry, jika bukan karena pengaruh obat tidur Regra yakin pipinya akan ditampar kemudian.
Namun, kalau dia lebih dulu menjelaskan segalanya bisa saja nanti Cherry mengerti. Sudut mata Regra melirik jus jeruk di meja yang barusan Cherry teguk.
"Udah lama banget, ya?" Regra berbisik serak dengan raut wajah muram. "Ini, aku, Kanigara. Dayita ...." Regra semakin merapatkan diri, dalam keheningan memeluk erat tubuh gadis itu, menjadikan dadanya sebagai sandaran.
****
Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.
Terima kasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Figuran
FantasyBagaimana jadinya kalau kamu memasuki tokoh figuran? Berperan sebagai sahabat antagonis dan pernah satu kali menyelamatkan tokoh utama wanita diperkumpulan tawuran. Bodohnya, membiarkan badan sendiri yang terluka. Itu lah Cherry. Hidup kembali seba...