#23 membasuh luka hati (b)

7.2K 997 3
                                    

Bidikan itu tidak pernah meleset, selalu tepat sasaran. Selusin pria paruh baya bersimpuh di lantai sembari memegang lubang mengerikan yang bersarang di tubuh masing-masing. Gelak tawa senang Regra bagaikan lagu kematian, seiring berjalan pincang ke tengah kabin kapal.

Dia berdiri angkuh sembari melepaskan sarung tangan lembab berbau karat lalu masker yang menutupi wajah.

"Akhirnya selesai." Regra tersenyum tipis. Perintah diberikan Neon, menghentikan kapal berlayar keluar ibukota membawa pasokan bom peledak, mau tak mau Regra mematuhi.

Entah apa tujuan tikus-tikus kecil ini ... Regra sama sekali tidak peduli meski katanya perusahaan keamanan swasta milik sang Papa, kelak akan diwarisi pada Regra.

"Ampun ..." Sekonyong-konyongnya kaki Regra dipeluk oleh sepasang tangan bersimbah darah. "Ampuni saya." Dia mendongak dengan mata memerah.

"Ampun?" Kening Regra berkerut, tangan terangkat rendah mengisyaratkan orang-orangnya untuk diam di tempat. "Gue nggak pernah nyangka bakal ada di posisi ini." Dia bergumam ironi.

"Tuan." Ibra memanggil formal, berdiri berani di samping Regra yang mulai tak fokus. "Biar saya mengurusi mereka, Anda bisa beristirahat," katanya.

Regra melirik malas. "Gue emang harus istirahat." Tampang Ibra yang tidak punya malu rasanya ingin dia pukul wajah itu bolak-balik. Jika bukan karena ancaman Neon sudah pasti Regra sewaktu-waktu kembali menerjang.

Ibra berjongkok, menjambak segenggam rambut si pria setengah baya. "Anda bisa minta ampun sepuasnya saat bertemu para pejabat yang udah membayar kami," tutur Ibra datar.

Sebelum benar-benar pergi bersama anak buahnya, satu tangan Ibra yang kosong lebih dulu merogoh saku celana. "Dia terus menelpon, sepertinya penting." Detik kemudian, ponsel dipegang Ibra berpindah.

Regra segera berlalu menjauh, yakin posisinya telah aman menerima panggilan Luis, garis wajah Regra berubah drastis usai mendengar ucapan Luis di ujung sana.


***


Cherry bersandar lemas di bangku meja makan mengabaikan Caramel bertanya ceriwis di sisinya.

"Itu siapa?" Caramel duduk merapat, mencolek lengan Cherry. "Seingat gue lo cuma deket sama Jovano," Dia melanjutkan berbisik.

Cherry berlagak muntah, berusaha mendorong kepala Caramel hendak bersandar di bahunya.

"Dia Regra, sobat Luis. Tolong, berhenti banyak tanya. "

Caramel berdecak sebal.

Dengan pandangan sayu Cherry mengamati diam-diam Luis dan Regra tengah saling bicara, beberapa menit lalu Cherry tau bahwa kata-katanya mengejutkan Luis. Mau bagaimana lagi, hatinya ingin bertemu Regra.

Apa dia benar-benar Kanigara? Gara-nya?

Di setiap kesempatan memang ada gerak- gerik Regra mengingatkan Cherry pada Gara, namun setelahnya dia akan menolak percaya.

Cherry melamun, ekspresi nelangsa diperlihatkan secara terang-terangan tanpa menyadari dua orang yang terus ditatap menghampiri.

"Masih ada yang sakit nggak?" Suara Luis membuat Cherry tersentak, sontak duduknya menegak kaku.

Bibir pucat Cherry meyakinkan dengan senyuman. "Udah mendingan kok," sahutnya, memandangi Luis berdiri menjulang di seberang meja, tidak menunjukkan tanda-tanda ikut duduk bersama.

"Gue bakal pulang." Seolah bisa menebak isi pikirannya Luis berkata gamblang. "Si Darka chat, katanya Mama tanya-tanya keberadaan gue."

"Pulang? Ke mana? Ini, rumah lo!" Cherry setengah memekik. Lagi-lagi Mama yang disebut sementara sampai sekarang dirinya belum pernah bertemu.

"Rumah bersama."  Luis tersenyum samar, melirik penuh peringatan Regra kemudian. "Gue pulang jadi jagain kembaran gue, jangan macam-macam. Beberapa tempat terpasang cctv ..." Buku jari Luis terkepal sesaat, pengakuan Regra sungguhan membuatnya emosi tadi, tapi dia harus menahan diri untuk tindak menonjok pipi Regra khusus hari ini, masih ada hari lain.

Cherry berkedip linglung sedangkan Caramel bertopang dagu mendengarkan, netra jelaga Caramel menilik Regra dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Maksudnya gimana ya? Kenapa dia jagain gue?" tanya Cherry mulai curiga apalagi sempat menangkap basah Regra yang mengedipkan mata.

"Bukannya lo sama bajingan ini pacaran?" Luis menimpali agak jutek.

Cerry mati-matian menyembunyikan kekagetan. Regra kurang ajar! Sepertinya Cherry menyesali meminta Regra datang.


***



Keheningan menyelimuti meskipun begitu tidak ada kecanggungan yang hadir di antara mereka. Caramel sudah pergi tentu Luis memaksanya pulang.

Berjam-jam lamanya Caramel tak bisa diam semakin cerewet saja setelah tahu dia punya pacar, padahal jelas-jelas pacar gadungan.

Bodoh. Bisa-bisanya Caramel percaya bahkan Luis yang Cherry kira pintar. Apa jangan-jangan keduanya terkena mantra sampai semudah itu percaya?

"Hm, jadi kamu keracunan makanan sampai mirip mayat kaya gini," celetuk Regra tenang, sengaja berpindah sofa, sebelah sang gadis yang kosong.

"Jangan pakai aku-kamu, lo udah janji waktu itu. Dengar ya, Regra Algavero, kita cuma orang asing." Cherry menyergah judes, raut mukanya tampak terusik dengan cara bicara Regra.

Regra menyangkal cepat. "Kita bukan orang asing, dayita. Kita deket banget, punya hubungan spesial yang detik ini masih sama." Dia tersenyum samar.

Cherry melotot kesal.

"Gimana bisa kamu keracunan, aku kenal kamu lebih dari siapapun." Regra memiringkan wajah.

Bahu mengedik Cherry berujar acuh tak acuh, ketegangan yang sempat timbul karena Regra terlalu dekat dengannya berangsur hilang begitu saja.

"Keracunan minuman tepatnya."

"Siapa?"

"Apanya?"

"Siapa yang udah buat kamu keracunan?"

"Kenapa lo harus tau? Kepo."

"Dayita."

Cherry memalingkan muka, sengaja merapat ke lengan sofa lalu merebahkan kepalanya, serentetan pertanyaan ingin dia lontarkan batal. Suasana hati Cherry sedikit memburuk berharap dengan tidur sebentar pikirannya kembali tenang.

"Luis kayaknya berencana tonjok aku nanti karena dia ngerasa ditipu, selama ini yang Luis tau aku nggak pernah dekat sama kamu." Regra berbisik, tangan kanan terjulur mengusap rambut pirang Cherry. "Luis nggak tau aja kalau sosok jiwanya yang aku cintai. Begitu, kan, dayita?"











****



Catatan :

Buat yang nggak suka cerita ini dan menganggap gaje, alurnya aneh silahkan berhenti membacanya!

Aku menerima kritik&saran, tapi beda cerita kalo komentarnya bersifat merendahkan cerita CF ada beberapa, yang sengaja aku hapus, udah itu aja :)

Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.

Terima kasih

Cuma FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang