"Gue minta maaf, benar-benar minta maaf. Ya, gue emang salah paham ternyata. Jangan marah." Caramel berhasil menyusul Cherry, berjalan di sebelahnya dengan raut wajah memelas.
"Toh, cewek udah jelasin yang sebenarnya." Tangan Caramel menyambar lengan Cherry, menghentikannya yang ingin memasuki garasi.
Caramel merengek tanpa harus malu-malu, karena dia tahu rumah sebesar ini tengah sepi hanya Cherry satu-satunya penghuninya.
Cherry menoleh dan Caramel tersenyum tipis, menatap penuh harap agar permintaan maafnya diterima.
"Lo sempat bicara sama kakak lo?" tanya Cherry dengan nada suara tak percaya.
"Terpaksa. Dari jauh gue udah liat kemarin lo sama toh cewek bicara serius, dan gue baru sadar itu tadi malam, jadi gue langsung ke kamarnya minta penjelasan." Caramel menjawab terdengar agak ogah-ogahan.
Cherry diam-diam mendengarkan tertarik. Jarang sekali menemukan Caramel berbicara lebih dulu pada Alaraya, bisa dia bayangkan bagaimana bersunggut-sunggutnya Caramel.
"Gue nggak paham yang lo maksud toh cewek, ngomongnya jangan belibet." Cherry melongos, sekali sentakan cengkeraman Caramel terlepas darinya.
"Alaraya maksudnya ... gue janji nggak akan salah paham lagi." Caramel terus-terusan mengekori, membantu Cherry mengeluarkan motor.
Cherry bungkam.
Caramel berceloteh.
"Berhenti ngambek, dong. Gue cape."
"Lo tau, gue juga udah nolak ajakan kencan Levi di hari minggu ini cuma buat minta maaf sama lo."
"Cer--"
"Bisa diam enggak?! Gue lagi mumet!" Cherry menyela setengah membentak membuat Caramel tersentak kemudian.
Meremas kuat setang motor, Cherry menahan diri tidak bertindak kurang ajar.
Hening.
Tidak ada yang bersuara, berlangsung hampir lima menit lamanya mereka sekedar saling tatap.
Cherry menyadari Caramel sungguhan terkejut, membuktikan bahwa raga ini tidak pernah meninggikan suaranya.
Bagaimana bisa sosok 'Cherry Analema' itu dapat bertahan menghadapi Caramel tanpa kewalahan, lain halnya Cherry yang ingin angkat tangan lalu memutus kejam pertemanan mereka.
"Caramel, gue udah maafin." Cherry menatap Caramel lekat sekaligus perasaan bersalah yang menyebar di hatinya kemudian.
"Mood gue sekarang buruk banget." Teramat buruk setelah bertemu Regra, perkataan sinting cowok itu yang berkeliaran di benak berakibat Cherry kesulitan tidur.
"Hm, oke." Caramel berujar serak. "Gue paham, soal nyokap lo itu hati-hati, dia luar biasa gila kalo ketemu sundul aja kepalanya."
Cherry meringis. Mengetahui Caramel hendak pergi giliran Cherry yang menahannya.
"Gue terima undangan ulang tahun Aluna, jadi nanti malam kita berangkat bareng." Cherry tersenyum samar sambil meraih kertas lipat yang mencuat di piyama saku Caramel.
Sebenarnya Caramel bukan hanya minta maaf menemuinya, melainkan menyerahkan kertas undangan berwarna keemasan, namun Cherry lebih dulu menolak mentah.
Detik ini Cherry telah berubah pikiran. Dia akan menghadiri pesta antagonis yang menjadi tempat di mana semua tokoh penting berkumpul.
***
Mengambil kesempatan perhatian Caramel tidak lagi tertuju ke arahnya, Cherry mundur menjauh dari hingar bingar kelab, berdiri paling pojok dengan penerangan temaram.
Cherry mengerutkan kening sudah setengah jam berlalu layar ponsel di genggaman terus berkedip-kedip.
"Luis sialan." Cherry bergumam tidak bisa menutupi kejengkelan.
Dia dan Caramel memang merahasiakan kedatangan mereka di kelab paling terkenal di kota malam ini, yang kemungkinan menjadi alasan Luis kini menerornya.
"Bodo amat, gue enggak peduli, nyet!" Cherry berseru sebal sambil memasukkan ponsel ke tas bahunya.
Belum sempat Cherry berbalik berniat kembali ke tengah ruangan pergerakan Cherry lebih dulu berhenti.
Cherry nyaris menghantam lantai jika gagal menjaga keseimbangan, namun sebagai gantinya punggung Cherry yang justru membentur dinding kemudian.
"Kenapa lo bersikap dingin sama gue?" Bisikan dengan suara berat itu menyapa telinga, embusan napas hangat terasa di tengkuk leher menyisakan bulu roma berdiri tegang.
Cherry menelan ludah, berusaha mengontrol diri supaya tetap tenang. Mengira Jovano sekarang sedang mabuk jelas salah. Tidak ada bau alkohol di perawakan atletis ini.
Tatapan lurus pada panggung di tengah ruangan, di mana Aluna mulai berjalan naik dengan senyum cantik terukir di bibir merahnya, bahkan dari sini Cherry tahu dandanan gadis itu luar biasa mahal.
Sama sekali tidak menyambut dekapan pihak lain, Cherry menyahut datar. "Bukannya kita udah selesai, enggak ada alasan lagi untuk dekat apalagi lo udah bertekuk lutut di depan Lara."
Jika ingatan tentang Jovano nihil, padahal bagian itu penting karena mengingat raga figuran ini lumayan dekat dengan protagonis cowok kedua sampai ke tahap mempunyai hubungan khusus.
Cherry harus bersandiwara, memancing Jovano bercerita.
"Alaraya belum datang," bisiknya semakin mengeratkan pelukan.
Cowok brengsek! Batin Cherry memaki di detik yang sama Jovano sudah mengendus lehernya. Cherry mengepalkan tangan, menahan diri tidak menempeleng wajah Jovano.
"Kalo Lara tiba-tiba datang gimana? Atau parahnya kita tertangkap basah." Cherry berujar halus sambil mengusap rambut Jovano.
"Itu enggak akan terjadi." Tangan masih melingar di pinggang Cherry, Jovano memundurkan kepalanya beralih menatap Cherry dari samping. "Gue kangen sama lo."
Cherry termangu, sandiwara dia rencanakan langsung kacau ketika Jovano yang menghapus jarak, tanpa mengucapkan apa-apa, Jovano lalu menempelkan bibirnya pada bibir Cherry.
****
Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.
Terima kasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Figuran
FantasíaBagaimana jadinya kalau kamu memasuki tokoh figuran? Berperan sebagai sahabat antagonis dan pernah satu kali menyelamatkan tokoh utama wanita diperkumpulan tawuran. Bodohnya, membiarkan badan sendiri yang terluka. Itu lah Cherry. Hidup kembali seba...