#10 Membenci Namanya?

15K 1.7K 7
                                    

Reaksi pertama Cherry adalah tertawa keras. Menyiratkan ejekan di sana, pada detik yang sama mata birunya menatap Regra telah terdiam kemudian.

Saling tatap, binaran mata Cherry menunjukkan kegelian nyata, seolah-olah pihak lain bersamanya adalah seorang badut.

"Kanigara? Gara? Siapa itu? Gue nggak kenal." Cherry beringsut merapat dengan kedua tangan masih terikat, bahu Cherry sengaja menyenggol lutut Regra hingga akhirnya Regra jatuh terduduk.

Cherry tidak kaget Regra akan marah dan benar saja dagu Cherry di cengkeram, memaksanya mendongak. Dapat dia lihat ada amarah di manik cokelat gelap tersebut secara bersamaan rahang itu mengeras, urat-urat di leher pihak lain juga terlihat.

"Lo mau gue pukul?" Regra berbisik datar.

Cherry menelan ludah, saat berusaha menyentak remasan tangan Regra dari dagunya selalu berakhir kegagalan, yang ada Cherry merasakan bagian bawah mulutnya mulai sakit.

"Kanigara yang gue kenal, enggak pernah main tangan..." Cherry menyahut lirih disusul wajahnya tertoleh ke samping kemudian, rambut yang telah basah oleh keringat semakin membuat penampilan gadis itu berantakan.

Regra tersentak, bagaikan baru di siram satu ember air dingin tubuhnya sejenak gemetar.

"Gue nggak kenal sama lo!" Cherry membentak parau, kepalanya tertunduk dalam. "Jadi, lepasin ikatan ini sekarang! Gue gak tau, gue salah apa?!" Nada suaranya menyiratkan frustasi.

Regra bungkam.

Mata Cherry berkaca-kaca. "Gue mohon, lepasin! Kulit pergelangan gue sakit." Dia menunjukkan tidak berdaya pada Regra. Kemerahan samar berbentuk lingkaran terlihat di sana.

Giliran Regra yang tertawa sementara Cherry hanya menatapnya hampa, mulut terkantup rapat Cherry kali ini tetap diam saat Regra kembali menghapus jarak.

"Lo beneran nggak tau kesalahan lo apa, dayita? Coba di ingat-ingat lagi." Regra meraih segenggam rambut Cherry.

Cherry menahan napas, melirik waswas jemari Regra yang beralih mengusap lehernya lalu berhenti di satu titik.

"Gimana bisa ada tanda cupang di sini? Perginya seorang Gara gak mungkin, kan, buat lo berubah jadi liar, tiap kesempatan kadang gue hampir nggak bisa ngenalin lo." Regra tersenyum mengejek sambil menyentil bagian kulit leher Cherry yang berwarna ungu dan teramat mencolok.

Badan Cherry menegang, tidak menduga sandiwara sengaja dia lakukan benar-benar sudah nekat, untuk mencari informasi tentang raga ini pada Jovano sendiri.

Cherry mengajak Jovano bernostalgia, membahas hubungan keduanya sebelum berakhir.

Cherry mau tak mau patuh di mana Jovano menuntunnya ke salah satu kamar lantai dua kelab berujung Cherry berada di pangkuan cowok itu.

"Ucapan lo seolah-olah kenal gue banget." Raut wajah Cherry terkesan muram. "Gue benci namanya, benci Kanigara. Dia pergi ... kaya lo bilang tadi." Kepala Cherry setelahnya jatuh bersandar di lengan kekar Regra.

Regra mematung meski begitu sepasang tangan Regra telah melingkar erat di punggung Cherry yang kehilangan kesadaran.

Jika sebelumnya karena obat bius maka detik ini Regra tidak tahu penyebabnya.








***









Cherry menggeliat, guling tengah di peluk teronggok ke lantai begitu saja kemudian. Menoleh ke samping kiri dan kanan mendapati tidak ada siapapun. Ketakutannya sirna sejenak, bahwa dia memang sendirian di kamar ini.

Kamar asing. Bukan kamarnya. Tirai jendela kamar terbuka menampilkan gedung-gedung tinggi di luar sana, langit jelas sudah terang benderang.

"Ugh!" Cherry mengerang. Rasanya sendi-sendi di berbagai titik ngilu, belum lagi dekat mata kaki berasa perih.

"Oh, udah bangun." Suara itu membuat Cherry menoleh kaget ke pintu kamar yang terbuka.

Perawakan jangkung berdiri sambil tersenyum tipis, tangan kanan itu memegang nampan perak, sontak Cherry waspada mengetahui pihak lain berjalan menghampiri.

"Sori. Hape kamu udah aku hancurin, alasannya karena aku muak liat dua kakak gadungan kamu itu terus hubungin kamu, dayita," ujar Regra memberitahu usai meletakkan nampan di nakas.

"..."

"Kita perlu bicara, lupakan sebentar orang-orang tolol di dunia ini."

"..."

"Kenapa diam? Mana makian sering keluar di mulut kamu itu? Udah hilang, ya?"

Regra merangkak naik ke ranjang, tiba di hadapan Cherry lalu menangkup pipinya. Menyadari Cherry hendak mundur, Regra segera melingkarkan sebelah kakinya di pinggang Cherry sambil menekan pipi Cherry hingga bibirnya mengerucut.

Cowok gila! Cowok bipolar! Brengsek! Bajingan! Batin Cherry mengumpat, bergerak brutal agar terlepas dari tekanan Regra.

"Dengar, aku Kanigara. Kamu harus percaya!" Regra bertutur serius, matanya memandangi Cherry lekat.

"Maaf, udah bikin kamu terluka di kehidupan dulu. Maaf, udah ninggalin kamu. Maaf, selama ini banyak rahasia yang aku tutupi termasuk soal..." Regra menghela napas pelan. "Leukemia," lanjutnya lirih.

Cherry tertegun lama, belum dua puluh empat jam entah sudah berapa kali dibuat kaget. Jantung berdebar kencang, jari-jari Cherry di atas paha gemetar hebat dengan bola mata memanas.








***











Tangan ini sempat menampar sahabat kecilnya, meluapkan emosi dalam diri Alaraya. Demi apapun dia tidak tahu lagi cara menghentikan Levi.

Tekad Levi menghancurkan Caramel bagaikan mendarah daging. Beralasan karena membela dirinya.

"Aku beneran udah hilang akal." Alaraya mengusap wajahnya lelah alhasil selang air dia pegang terjatuh ke tanah.

"Gimana caranya bikin kamu berhenti balas dendam, Levi." Kaki gadis bertubuh ramping tersebut mengentak sebal.

'Dia udah buat sahabat yang paling gue sayangi menderita, gue tau hati lo selalu sakit. Serahin semuanya ke gue. Di masa depan nanti jangan coba-coba minta gue berhenti lagi.'

Perkataan Levi terus tergiang di benak Alaraya.

"Lara!"

Alaraya buru-buru berbalik, sangat mengenali suara yang memanggilnya itu. Dekat gerbang rumah, menemukan Luis berdiri tegak di sana.









****








Catatan :

Di karyakarsa udah publis hidden part cuma figuran yang gak ada di wattpad. Silahkan cek bio akun ini atau cari KK @Ariaaya

Spoiler 👇

"Lihat luka bakar di pinggang lo ini, kalo boleh tau siapa yang mengukirnya? Cantik banget." Levi berbicara, terselip nada main-main dalam suaranya.

Mata Alaraya berkaca-kaca, bahunya bergetar mengingat peristiwa satu tahun lalu.

"Jangan tolol, Lara. Luka bakar mengerikan ini gara-gara Caramel, seandainya si buah bus-- maksud gue Cherry datang terlambat, lo bisa aja udah tinggal nama." Levi berbisik sinis.

Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.

Terima kasih

Cuma FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang