#9 Terikat Tali

16.5K 1.8K 8
                                    

Caramel menjauhkan diri di detik yang sama menyisakan benang saliva, lipstik di bibirnya telah terhapus beralih menjadi bengkak. Napas mulai teratur, tangan Caramel membelai lengan sang kekasih dengan tatapan memindai pada ruangan kelab.

"Ceri hilang." Caramel berbisik gelisah, belum sempat bangkit dari sofa tangan Levi lebih dulu membelit pinggangnya dengan erat.

Punggung Levi semakin bersandar di sofa, menegaskan bahwa dia memang sengaja melakukan agar bobot tubuh Caramel menimpanya.

"Kamu bukan induk buah busuk itu dan dia bukan anak kecil yang ke mana-mana perlu digandeng." Levi bergumam protes lalu menjilat daun telinga Caramel.

Caramel mendelik.

"Jaga bicara kamu."

"Dari dulu dia selalu jadi penganggu di antara kita."

"Cherry sahabat aku satu-satunya."

"Well, tapi kamu mengambil keuntungan persahabatan kalian itu dengan membenci seseorang."

Caramel paham siapa yang dimaksud Levi, ada beberapa kesempatan Levi akan bertingkah menyebalkan seolah-olah sengaja memantik emosinya seperti sekarang.

"Alaraya pantas dibenci." Caramel berujar datar sambil menyelipkan tangan di belakang leher Levi, menuntun cowok tersebut untuk menunduk.

Caramel tidak takut jika keintiman mereka ini berakhir tertangkap basah, teramat biasa melakukan di tengah ruangan kelab, tambah serasi oleh musik mengiringi nyaring bagaikan melengkapi.

Sebenarnya tidak hanya mereka berdua, masih banyak pasangan yang lain.

"Aku sempat liat Ceri sama Jovano ke lantai atas. " Levi berkata halus. "Jadi, jangan merasa kaya kehilangan anak." Levi tertawa, tak lama kemudian menyambut kecupan Caramel.





***








Jovano merindukan wangi mawar dari tubuh ini. Merindukan semuanya, tanpa menyisakan sedikit pun. Jovano mengamati jemari lentik di genggaman kiri sama sekali tak ada kuteks yang biasanya menghiasi.

"Apa kita sedekat ini sebelumnya?" Suara itu membuat Jovano mendongak, bibir tersenyum tipis Jovano menggangguk.

"Iya, gue kangen banget sama lo." Jovano mengusap lembut pipi Cherry yang duduk bersila di hadapannya.

Cherry balas tersenyum. "Kelihatan lebih kangen tubuh gue, ya, enggak, sih?" Disusul tawa riang lalu satu pukulan pelan mendarat di perut Jovano.

Jovano mengerjap, tampak kaget memandangi lurus Cherry yang langsung menutup wajah dengan kedua tangan.

"Lo marah?" Jovano menyipit. Baru menyadari, Cherry lebih banyak diam bahkan saat di depan pintu kamar, Cherry sempat melamun lama.

"Hei, kenapa gue harus marah sama lo? Keputusan soal hubungan kita yang berakhir juga baik-baik aja. Kita sepakat." Cherry memasang ekspresi cemberut.

Jovano terperangah.

"Tapi, aku putusin kamu di hari ulang tahun kamu. Gak nyangka secepat itu kamu lupa." Jovano menelan ludah, sorot matanya menyiratkan terpukul oleh ucapan Cherry.

"Apa?!" Cherry setengah memekik, melotot terkejut membuat Jovano semakin heran dibuatnya.

Jovano tahu-tahu menangkup pipi Cherry, kembali menghapus jarak yang tercipta.

"Kamu makin imut, aku nggak keberatan kita saling mendamba." Jovano tergelak, terhibur mendapati badan Cherry yang menegang kemudian.

Cuma FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang