#18 Ginekolog

9.1K 1.2K 4
                                    

Lihatlah, Regra benar-benar persis seperti salem mesum lalu terkadang bertutur manis, tapi sewaktu-waktu bisa juga beracun. Tatapan keji sebelumnya, sekarang tidak ada lagi.

Cherry masih menyimpan dendam dengan sengaja meletakkan keras gelas ke meja.

"Silahkan, di minum coklat hangatnya..." Lidah Cherry hampir memaki Regra, mengingat sikap cowok itu teramat ngotot memasuki rumah, beralasan hari-hari berikutnya bakal sibuk, jadi katanya lebih baik malam ini membicarakan rencana ancaman Jovano.

Cih, dia tidak semudah itu percaya. Mendudukkan diri di sebrang Regra sambil bersedekap, Cherry mengamati dalam Regra terang-terangan.

Regra tidak keberatan justru tetap konsisten tersenyum tipis, sesekali menyesap minuman buatan Cherry.

Suara deheman memecah keheningan yang terjadi, gadis mengenakan piyama bergambar beruang tersebut lalu menunjuk lurus muka sang lawan bicara.

"Gue mau tanya sesuatu."

"Iya, dayita."

"Kalau lo Kanigara, di mana biasanya gue ngedate sama Gara."

Regra mendadak terbahak alhasil Cherry terperanjat makin heran tindakan Regra malah beranjak setelahnya, berjalan menghampiri posisi Cherry.

"Sate taichan senayan." Membungkukkan tubuh, Regra berbisik. Lengan menempel di pinggang Cherry pada detik yang sama Regra menyeringai penuh arti, mendapati pipi itu lama-kelamaan merona. "Benar, kan, dayita?" tanyanya lembut.

Cherry tanpa sadar mengangguk, melirik ke atas, jempol Regra tengah mengelus dahinya.

"Belum cukup!" Kepala Cherry menggeleng brutal buat Regra jadi khawatir leher itu bisa saja berakhir sakit. Menelan ludah, sepuluh jemari Cherry meremas gugup piyama.

"Di mana gue dan Gara tinggal? Terus, gimana keadaan gue pas pertama kali ketemunya?" Dagu Cherry terangkat angkuh menangkap basah gerak-gerik Regra berkedip linglung kemudian.

Regra menatap tepat mata biru Cherry, kebungkaman yang panjang seolah-olah telah menjadi teman mereka selama bersama hari ini.

"Gue kira lo udah percaya, karena di sini gak ada, kan, sate taichan senayan." Laki-laki bernama belakang Algavero itu berujar main-main.

Cherry terbatuk kering.

Bersiul sekali, Regra melanjutkan dengan nada suara sok malu-malu.

"Dayita dan gue tinggal di flat, beda lantai. Gue di lantai dasar sama kakak gue sedangkan dayita di lantai tiga, sebatang kara. Ya, hidupnya emang menyedihkan banget..." Kata-kata terakhir Regra berubah menyayangkan.

Cherry mendelik, merasa tersinggung apalagi raut pihak lain berlagak prihatin.

"Pergi dari rumah gue!" Cherry berseru kencang, sengaja atau tidak percikan air liurnya terciprat ke muka Regra.

Regra termundur selangkah sambil mengusap telinga dibikin pengang, layaknya mengambil kesempatan, satu tendangan mengenai telak perut Regra, berujung kaki cowok remaja itu menghantam sisi meja.

Regra meringis, berusaha menunjukkan tampang biasa meski hatinya mulai ketar-ketir dengan rona muka Cherry yang merah padam, entah karena malu atau marah.

"Ada satu pertanyaan lagi yang belum gue jawab, pertemuan kita, dayita. Jangan marah, oke?" Regra segera menjaga jarak mengetahui Cherry hendak menonjoknya.

"Gak usah dijawab. Soal ancaman Jovano itu urusan lo. Tugas gue terima beresnya aja!" Cherry membalas penuh penekanan dalam bicara. "Pergi, sialan!" Teriakan Cherry tambah keras disusul vas bunga di tengah meja dia ambil kasar, bersiap melempar.

Bibir mengulum senyum, pada akhirnya Regra terpaksa mengalah dengan berlari keluar ruangan.



***


Memastikan indra pendengar tidak bermasalah, Caramel mengorek telinganya lewat jari manis, kelakuan aneh itu di saksikan cengo Cherry bersandar di ranjang kamar.

"Gue serius, tadi sempat ketemu setan!" Kaki menyilang, Cherry menatap sungguh-sungguh Caramel yang beralih merangkak menaiki kasur lalu rebah di sebelahnya.

"Sikap elegan lo makin hilang sejak pacaran sama Levi," sambung Cherry sambil melirik Caramel mengenakan daster terusan, mana bagian dadanya bolong lagi, melihat itu Cherry merasa malu.

Mengikuti arah pandang Cherry, gadis bertubuh mungil tersebut justru menepuk-nepuknya lengkap mengukir senyuman bangga. "Ini sobek abis Levi gigit," katanya memberitahu.

Cherry tersedak, bergidik ngeri lalu buru-buru membuang muka.

"Karena gue di rumah sendirian, gue nginap di sini. Maaf kalau kedatangan gue di tengah malam bikin lo terganggu...." Cherry sadar diri bahwa kehadirannya sempat disambut raut masam Caramel, makanya saat baru memasuki sebagian kediaman bak istana ini, Cherry menawarkan tidur di kamar Alaraya hanya mendapatkan lebih parah, pelototan sinis Caramel.

"Lo salah paham, gue kesel bukan karena lo, tapi Levi." Caramel cemberut, mencengkeram gregetan guling sedang dia peluk.

Levi lagi, Levi lagi. Beneran udah bucin kronis. Cherry membatin keki dengan agak terpaksa menjadi pendengar setia. Serentetan cerita panjang meluncur di mulut Caramel.

"Oh, begitu." Cherry pura-pura menanggapi semangat. "Malam ini Levi nolak tidur sama lo dengan alasan cape?"

Caramel mengangguk cepat.

Cherry menahan diri tidak tertawa keras.

"Sekarang giliran gue." Cherry mencolek pundak Caramel menghentikan gerakan Caramel yang menendangi brutal selimut di bawah kaki. "Gue mau ke dokter ginekolog," ujarnya lirih.

Caramel menoleh cepat, tiga detik kemudian berteriak. "Lo, gila ya? Ngapain?!" Kali ini dia sampai bangun dari posisi berbaring.

Cherry menghela napas, membalas ragu mata bundar Caramel. "Tes perawan, gue butuh bukti bukan cuma dari mulut si tolol Jovano. Lo harus tau, kalau belakangan ini gue di ancam muka lima itu."

Alih-alih mendukung, respon Caramel justru terkekeh geli secara bersamaan satu keplakan mendarat di lengan Cherry.

"Lo enggak usah ke mana-mana, gue punya vidio kemesuman kalian beberapa bulan yang lalu." Tepat setelah pengakuan tersebut terucap, rambut panjang Caramel langsung direnggut.











****




Buat yang pengen baca lebih jelas hubungan Caramel, Levi, dan Alaraya ada di karyakarsa, hidden part. Silahkan cek bio akun ini. Warning! Di bagian itu ada adegan dewasanya.

Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.

Terima kasih

Cuma FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang