#19 Tawaran

8.5K 1.1K 10
                                    

Kesal oleh pengakuan Caramel, detik kemudian Cherry sengaja menjambak rambut panjang itu. Entah berapa lama mereka saling bergelut di saat jam menunjukkan lewat tengah malam.

"Hape lo mana?!" Cherry membentak keki sambil mengguncang brutal bahu Caramel.

Caramel tidak mau kalah, mengangkat kaki melingkari tengkuk Cherry, memaksa badan di hadapannya tumbang.

"Ini namanya kekerasan, lagian kenapa lo marah?" Caramel merasa di atas angin, mengetahui Cherry berhasil terhuyung. Dia buru-buru mengambil kesempatan dengan menimpakan bobot tubuhnya.

Caramel tersenyum menang lalu mengeluarkan ponsel dari saku daster, mengotak-atik layar itu sesaat, sementara gadis yang punggungnya Caramel duduki melirik dingin.

"Lihat baik-baik." Jari lentik Caramel mengetuk layar ponsel, sebelum memutarnya, lebih dulu memastikan pihak lain dapat menyaksikan.

Sebenarnya tenaga Cherry telah terkuras, berawal dari bertemu Regra hari ini. Suaranya yang keluar pun berubah teramat parau.

"Hapus video itu." Muka Cherry perlahan memerah dalam batin mengutuk Jovano.

Dia yakin matanya akan bintitan jika terus menonton, tangan Cherry sontak menutup telinga, malu mendengar suara aneh yang saling bersahutan di benda pipih tersebut.

"Boleh." Caramel melompat turun, kembali berbaring lain halnya Cherry seketika terperangah kemudian. "Tapi, harus ada syaratnya!" lanjut gadis bertubuh mungil itu dengan senyum manis bagi Cherry terkesan licik.

Cih, udah gue duga. Memperbaiki posisi berbaringnya Cherry bersedekap, memandangi lelah langit-langit kamar.

Menulikan telinga video mesum itu masih berlangsung, belum ada tanda-tanda Caramel akan menghentikan.

"Besok tanggal merah." Caramel berbinar ceria begitu saja, mau tak mau Cherry dengarkan. "Gue bakal hapus videonya detik ini juga asalkan lo ikut gue!" lanjutnya serius.

"Ke mana dulu? Awas, kalau aneh-aneh." Cherry sadar kali ini Caramel tidak berhohong terbukti ponsel dalam genggaman Caramel bersiap hendak diberikan kepadanya.

"Besok gue mau kencan seharian sama Levi ke luar kota, tapi apesnya bertepatan Papa juga pulang, udah pasti gue bakal diminta seharian di rumah." Ekspresi Caramel cemberut, terang-terangan menunjukkan kejengkelan, padahal bagi Cherry menjadi momen yang seharusnya ditunggu sebagai seorang anak.

Seingatnya Aksana Leodia luar biasa baik, orang tua yang menyayangi anak-anak perempuannya, apalagi Caramel sendiri yang anak kandung.

"Ogah, gue mana mau jadi setan diantara kalian berdua." Cherry menolak mentah mencoba tidak tergiur.

"Kenapa isi kepala lo itu Levi, Levi, dan Levi? Sedikit aja lo berpikir rasional soal dia yang agak aneh." Demi apapun Cherry gemas oleh ketololan antagonis ini, tapi untuk kesekian, dia tidak dapat bertindak apa-apa.

"Gue nggak mau marah, cukup jawab iya atau enggak." Caramel membuang muka. "Lo bisa ajak Kak Darka, bilang aja liburan sehari," katanya terdengar ketus.

Cherry memijit pelipis, merasa pusing namanya selalu jadi alasan supaya Caramel bepergian bebas bersama Levi.

"Gue mau, tapi ke mana dulu? Gak usah ajak Kak Darka, gue bisa sendiri." Raut wajah Cherry agak masam mengucapkan.

Bibir merah muda itu mengulum senyum senang, berdehem sekali, Caramel memberitahu pelan.

"Kota Summer, naik kereta cepat. Jam delapan pagi kita berangkatnya." Tangan Caramel meletakkan ponsel ke atas lengan Cherry, sesuai kesepakatan video itu terhapus.


***




Regra sesekali bersiul, kaki panjangnya melangkah tenang menuju pojok ruangan. Tiba di hadapan targetnya malam ini, Regra berjongkok dengan senyum tipis yang terbit. Gerakan tenang, menarik karung hitam berjam-jam lamanya menutupi wajah itu.

"Jovano." Regra berbisik datar, netra coklat gelapnya berkilat puas mendapati beberapa lebam di kulit pihak lain. "Lo ancam orang yang salah." Regra merenggut rambut pirang Jovano.

Badan tegap Jovano terikat rantai begitu pun tangannya di balik punggung, meski kini mulai dapat bernapas dengan baik, tetap saja matanya tertutup oleh kain.

Dia tidak bisa melihat apapun, tidak bisa mengenali suara yang sudah membuatnya babak belur hingga pingsan dan berakhir di tempat asing.

"Lepasin gue, bangsat!" Jovano membalas sinis.

"Ini pertama kalinya ada yang berani ngomong kasar di sini." Regra berlagak menyayangkan.

"Tapi nggak papa, gue sama sekali gak tersinggung justru gue cuma butuh ponsel lo, Jovano Kalingga. Bukan nyawa lo." Regra berpindah mencengkeram pundak Jovano.

Jovano tercekat yang diambil kesempatan Regra merogoh kantong celana Jovano, tidak menemukan benda di carinya, Regra berubah ke bagian hoodie.

"Fesyen lo lumayan keren." Regra memuji acuh tak acuh, satu kali tarikan kasar, saku hoodie Jovano yang menggunakan resleting rusak parah.

"Cih, siapa lo?! Dasar pengecut!" Jovano berteriak judes, mukanya merah padam. Tiap berusaha melepaskan belitan hanya menyisakan kesia-siaan.

Regra tergelak terhibur. "Gue calon pacarnya mantan lo." Dia berdehem pelan, dagu terangkat pongah. "Maksudnya ... calon pacarnya Cherry Analema!" tegas Regra terang-terangan.

Jovano terperangah, dalam diam menyambungkan kondisinya sekarang dengan nama gadis itu.

"Jadi, si murahan itu ngadu ke lo soal gue." Giliran Jovano tertawa, matanya tertutup kain memandangi tepat wajah Regra kali ini. "Apa bagusnya dia, selain tubuhnya? Cewek bodoh yang pernah gue kenal," katanya tajam.

Rahang mengeras, tatapan mendingin, pada akhirnya Regra benar-benar kalap, kaki kanan terangkat tinggi menendang kencang dagu Jovano.





***





Levi tidak kaget akan kehadiran orang lain membuntuti mereka karena baginya sudah biasa, tapi beda cerita kalau tampang sahabat kekasihnya itu selama perjalanan memasang raut merengut. Levi tersinggung, jalannya memelan yang tentu sengaja menyamakan langkah kemudian.

"Kalau lo terpaksa lebih baik pulang aja." Levi berkata ketus pada sosok gadis tinggi di sampingnya, sesekali melirik ke depan di mana Caramel yang sibuk berbicara melalui sambungan telepon.

"Gue nggak terpaksa." Cherry berdecak lirih. "Asal lo tau gue ke kota ini mau ketemu sepupu."

Levi tersenyum mengejek. "Caramel udah cerita, katanya lo berniat ke dokter ginekolog." Levi berbisik, bibirnya makin melengung lebar melihat Cherry yang seketika tegang dan mulai pucat.

"Ya, kesayangan gue terbuka tentang kesehariannya, banyak cerita orang-orang di sekitarnya, termasuk alasan yang paling gue suka dari Caramel." Tangan Levi terentang sebelah, bersiap menyambut sang kekasih yang berlari mendekat.

Belum puas, Levi kembali melanjutkan tenang. "Lo nggak harus ke dokter, tidur sama gue udah cukup. Tawaran gue ini gak datang dua kali, jadi selingkuhan gue gimana?" tanyanya.









****




Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.

Terima kasih

Cuma FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang