#20 Momen Terakhir

8.4K 1.2K 4
                                    

Levi tidak bisa menghindar saat tas ransel Cherry menghantam wajahnya, pada detik yang sama mendengar teriakan histeris Caramel bagaikan ingin menulikan telinga setiap orang.

Tubuh tinggi Levi terhuyung mundur karena Caramel menariknya kemudian.

"Cery, kamu apa-apaan?" Caramel berkacak pinggang sebelah sementara satu tangan Caramel yang lain terangkat mengusap kulit pipi sang kekasih.

"Mulutnya bau banget, anjir!" Cherry menjawab dongkol alhasil kedua orang di depannya kompak melotot.

Levi tidak terima hendak membalas, tapi Cherry lebih dulu berlalu pergi menyisakan mood Levi langsung memburuk, buku jari terkepal kencang di balik punggung. Lihat saja, Levi bersumpah akan membalasnya.








***







Selesai mengenakan singlet dan celana selutut, Regra merebahkan diri ke kasur, sesekali siulan merdu terdengar dari mulut. Mengubah posisi menjadi miring, Regra menggapai tab yang teronggok dekat bantal.

"Untungnya dia belum sadar ponsel yang gue kasih waktu itu ada alat pelacak, ya, kan, Ibra?" Regra berujar main-main sembari tertawa kecil, melirik sekilas sesosok pria bersetelan hitam memasuki kamar, meletakkan nampan makanan di nakas.

Regra ingat, sebagai pengganti ponsel Cherry yang rusak parah, Regra membelikan yang baru, secara diam-diam menaruhnya di laci meja kelas gadis itu, pagi buta sekali dan meninggalkan secarik kertas supaya menerima.

Regra mengira Cherry akan menolak, siapa yang tahu pihak lain menyambut baik. Tertawa bagaikan orang sinting, Regra menendangi selimut di bawah kakinya.

"Gue bahagia banget." Tingkah laku Regra persis seperti orang kerasukan membuat Ibra yang menyaksikan berdecak jijik. "Dan gue makin bahagia kalau gue bisa nyusul dayita ke Summer." Regra mendadak bangun.

"Maaf, tapi anda tidak izinkan keluar rumah!" Ibra sigap berdiri menghalangi, warna matanya segelap malam mendung, lama-kelamaan memandangi sarat intimidasi Regra.

"Ingat janji kamu, Gara. Harus kah saya mengingatkannya?" lanjut Ibra dengan suara berubah dingin.

Regra menggigit ujung bibir, susah payah menahan diri tidak mengumpat. "Gue ingat, Ibra. Jadi, lo gak usah ancam gue!" sahutnya tegas. Mengacak rambut gusar, Regra kembali ke tempat semula.

"Papa kamu ingin kali ini kamu patuh, belakangan kamu sering berkeliaran di sekitar gadis itu sampai pekerjaan kamu terbengkalai." Kaki panjang Ibra menghampiri kursi kayu menghadap jendela lalu duduk di sana.

Tidak ada lagi wajah berseri di tampang rupawan tersebut usai dia kalah telak, sungguhan tidak bisa ke mana-mana.

"Persetan, gue bakal buat kekayaan keluarga ini habis!" Regra mendesis geram.

"Lakukan saja, Gara, itu pun kalau kamu bisa. Padahal seharusnya kamu balas budi karena Tuan Neon menerima kehadiran kamu di raga anaknya, si jiwa malang ...." Bibir pucat Ibra menyeringai licik.

Regra tergelak mencemooh, posisi bersandar di kepala ranjang, Regra tersenyum miring.

"Baik, iblis hewan peliharaan keluarga Algavero." Tiga detik berikutnya rahang Regra ditonjok kasar, tanpa melewan apalagi berkelit Regra menerima tiap pukulan Ibra.








***






Cherry berlari kesana-kemari, liburan sehari ini akan dia nikmati sebaik mungkin. Tidak boleh ada yang merusaknya. Langit tak terlalu terik Cherry memeluk lengan Ryla, beberapa menit lalu sempat canggung telah menghilang beralih rasa syukur punya sepupu sepantaran.

"Kayaknya pahala gue emang banyak di masa lalu, makanya bisa punya keluarga." Cherry bergumam lirih, terkikik geli mengikuti langkah Ryla yang lebih heboh daripadanya.

"Apa?" Ryla menoleh, mengerjap linglung menatap Cherry.

"Bukan apa-apa, gue bahagia akhirnya kita ketemu." Cherry melangkah maju, tubuhnya menghadap Ryla, berjalan mundur perlahan. "Lo tau mata gue sakit liat pasangan itu." Telunjuk Cherry mengarah asal-asalan ke belakang.

Gadis berkacamata bulat tersebut terbahak sambil bersedekap. "Gue juga, padahal gue mau ngobrol banyak sama Caramel, tapi pacarnya liatin gue sinis banget," tutur Ryla dengan ekspresi merengut.

"Namanya Levi paling penting brengsek parah." Cherry mengangguk setuju.

"Oh, ya?!" Ryla berseru heboh bikin Cherry terlonjak, pergelangannya tiba-tiba disambar cepat. "Gue benci cowok brengsek, ceritain semuanya tentang Levi. Nanti mau gue hajar!" Ryla berujar berapi-api. Cherry tidak bisa protes kala dia di seret menepi ke bawah pohon pinus.






***






Levi menggandeng Caramel hati-hati, menuruni undakan tangga semen yang licin untuk menuju curug, menjadi tempat wisata terakhir menjelang siang ini.

"Mereka hilang," ucap Caramel menoleh ke belakang, kakinya berhenti melangkah.

"Dua orang itu bukan anak kecil lagi, biarin aja, oke?" Levi mengacak gemas rambut panjang Caramel, berdiri lebih rapat, Levi kembali menuntunnya.

"Tapi, kami udah janji foto-foto yang pemandangannya air terjun." Caramel cemberut.

Raut wajah Levi berubah kesal. "Bisa, kan, jangan mikirin cewek pengganggu itu. Aku udah berbaik hati nerima dia ikut kita liburan!" ujarnya membentak.

Caramel tercekat.

"Aku mau balik ke vila." Levi menyentak keras jemari yang sedari tadi saling bertaut hingga terlepas jauh.

Jika tahu akan seperti sekarang, lebih baik dia menghabiskan masa liburnya berbaring seharian di bawah selimut. Kurang ajar! Waktu berharganya terbuang sia-sia.




***







Caramel menyusul Levi memasuki kamar, bibir terus mengucap maaf Caramel menarik ujung kemeja putih sang kekasih."Aku beneram minta maaf." Mata berkaca-kaca, dia menatap memelas Levi.

Tidak ada balasan apapun justru Levi sibuk membuka kancing kemeja, pandangan datar pada dinding ruangan seolah belum puas bertelanjang dada, pemuda itu melepas celananya alhasil pipi bulat Caramel mulai merona.

"Aku gak marah, Cara." Levi tersenyum tipis secara bersamaan sorot matanya melembut.

"Tadi cuma kesel dikit, sekarang udah hilang." Tangan Levi menepuk pahanya yang tentu dimengerti Caramel.

Caramel patuh, setelah berada dalam posisi nyaman, entah siapa yang memulai pastinya mereka teramat menikmati, sofa tengah Levi duduki makin sempit bertepatan Levi makin liar.

Peluh membasahi leher putih Caramel, sesekali bibir ranum itu mengeluarkan decapan lirih.

Jika Caramel terpejam penuh euforia lain halnya Levi menekan pinggang Caramel serapat mungkin, disela kegiatan bergairah mereka, Levi menyempatkan berbisik parau.

"Ini, bakal jadi momen terakhir kita ...." katanya, mengecup puncak kepala Caramel.







****





Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.

Terima kasih

Cuma FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang