Cherry tidak mengeplak kepala Levi karena jarak yang tercipta berupa meja sebagai pembatas di antara mereka, tapi sebagai gantinya ... obat berhamburan di meja, Cherry genggam lalu melempar tepat ke wajah Levi.
Caramel duduk di sebelah tampak terkejut pada detik yang sama Cherry melompat, berlari kabur, tanpa peduli Caramel memanggilnya berang kemudian.
Tiba di koridor belakang gedung tawa Cherry pecah, jemari merapikan rambut sebahunya sedikit berantakan dengan kaki menyusuri koridor.
"Cowok brengsek, gue berharap suatu saat nanti lo nyesel. Caramel bisa-bisanya percaya, dasar tolol." Menggerutu pelan Cherry beralih meremas rambutnya gemas.
Dia merasa agak tidak berguna sekarang, mengungkapkan kejahatan Levi sesuai tercantum di novel pada Caramel jelas akan merusak alur cerita, belum lagi Caramel mustahil percaya.
Caramel sungguhan sudah jatuh hati dan tidak bisa diselamatkan yang ada Cherry bakal di maki karena mengatai jelek Levi.
"Bentar." Siapa yang menduga saat dia hendak berbelok, kehadiran Jovano di balik tembok mencegatnya, alhasil Cherry termundur kaget. "Gue mau bicara."
Cherry mendelik. "Kan, udah gue bilang jauhin gue." Buku jari Cherry terkepal tanpa sadar, mengingat ucapan Regra.
Alih-alih membiarkan pergi punggung tangannya malah disambar cepat Jovano.
"Soal malam itu gue minta maaf, sampai kapan kita kaya orang asing gini?" ujarnya.
"Kita emang orang asing. Gue nggak kenal sama lo!" Cherry membalas datar.
"Lo selalu nurut, tapi kenapa akhir-akhir ini jauhin gue terus pembangkang." Cengkeraman Jovano semakin mengerat seiring waktu. "Gue sama Alaraya cuma temenan, kalau lo jelas beda, jadi jangan cemburu!" lanjutnya membentak.
Cherry terpejam sebentar dengan suara lantang Jovano di depan mukanya. Cowok ini luar biasa narsis, siapa yang cemburu? Cherry sangat menyesal pernah terpesona oleh ketampanan Jovano sekaligus sikap manisnya.
"Najis banget gue cemburu!" Ekspresi Cherry masam disusul satu tangannya menggebuk pipi Jovano. Tidak sia-sia pengalaman otodidaknya dalam bela diri.
Kaki Jovano terseret mundur, bibir itu terdengar mengumpat pelan.
"Berhenti muncul di hadapan gue, oke? Gue muak." Cherry mendesis judes sambil melonggarkan dasinya. Demi apapun ingin sekali dia mengamuk, menjambak surai Jovano. Perasaannya selalu kacau tiap bertemu Jovano.
Marah. Sedih. Kesal. Lalu, jantungnya kadang berdebar aneh, Cherry tidak suka reaksi raga ini.
Tatapan Cherry seketika datar mendapati Jovano yang tiba-tiba terbahak keras.
"Honey, kayaknya kamu harus ke dokter. Ingatan kamu jelas terganggu atau ternyata kamu sempat jatuh terus gegar otak." Jovano berbicara lembut dengan mata menyorot sang lawan bicara lurus.
Cherry terdiam, jemarinya meremas kencang rok selututnya, menahan diri tidak menerjang Jovano.
Cowok ini, ternyata banyak memasang topeng muka.
"Aku nggak bisa jauh dari kamu." Sebelum tangan Jovano menggapai pipinya, Cherry lebih dulu menyentak kasar sambil memalingkan wajah.
"Gue jijik sama orang munafik kaya lo." Cherry buru-buru menjaga jarak.
"Ya, nggak banyak yang tau sebenarnya aku orang seperti itu, jadi kenapa kamu kelihatan kaget?" Jovano kembali tertawa, matanya menyipit oleh senyum lebar, detik kemudian mengulurkan kaki hingga pihak lain tidak bisa lagi bergeser menyamping.
Jovano menyentuh pipinya bekas tonjokan Cherry.
"Lumayan sakit, diam-diam kamu bisa mukul sejago tadi ya?" Tangan Jovano terulur, tidak mengizinkan Cherry menepisnya lagi, lima jari Jovano meremas agak kencang pundak Cherry.
"Bajingan, dasar cowok bermuka lima!" Tak tahan, bibirnya mengumpat spontan. Novel sialan! Mana ada berkepribadian lembut hati, yang ada Cherry ingin menendangnya sampai mampus.
"Sakit, brengsek. Lepas!"
"Makanya nurut, oke?"
"Emang lo siapa, goblok?!"
Tepat perkataan tajam itu keluar, belakang kepala Cherry menghantam tembok di balik punggung ... tidak sakit, namun dia tidak mampu menutupi raut kagetnya.
"Sekali lagi aku minta, jangan jauh-jauh dari aku..." Jovano berbisik dengan satu tangan yang lain lalu mencengkeram paha Cherry alhasil Cherry mematung pucat.
"Pas kita papasan kamu harus sapa aku, senyum dikit juga nggak papa. Tiap aku kode, itu berarti kita harus ketemuan sembunyi-sembunyi, kamu harus cepat datang seperti biasa." Dia melanjutkan lembut.
Cherry menelan ludah, jantungnya kali ini berdebar lebih kencang menyisakan pedih di mana-mana.
"Atau kamu mau pilih, video kita berdua di ranjang hari ulang tahun kamu malam itu, tersebar luas ... bahkan sampai di lihat Mama kamu," katanya, menyunggingkan senyum penuh arti.
***
"Sangat pengecut, manusia jahanam itu lebih baik dimutilasi terus daging tulangnya kasih ke anjing liar."
Cherry awalnya tengah bersandar lemas sendirian dibuat terperanjat oleh suara itu. Mulut Cherry sukses terbuka mendapati Sehan si tokoh utama novel dunia ini berdiri tak jauh darinya.
"Gue dengar semuanya." Sehan berjalan menghampiri, rambut gondrongnya berkucir berantakan. Mata jelaga tersebut terkesan angkuh.
Cherry mulai waspada, butuh waktu mengambil sikap tenangnya yang sempat berceceran.
"Gue harus apa?" Cherry menjawab datar. "Supaya lo bungkam soal masalah gue dan Jovano..." Tidak terbersit dalam bayangannya akan ada momen mengobrol dengan Sehan, karena semenjak Cherry terbangun sebagai identitas baru, sikapnya selalu berhati-hati dekat Sehan, entah itu kala mereka berpapasan di koridor atau parkiran Sideris.
"Lo sahabat dekatnya Alaraya, kan?" Sehan bersedekap, mengamati gadis terduduk di lantai itu lekat.
****
Catatan:
Buat yang pengen baca lebih jelas hubungan Caramel, Levi, dan Alaraya ada di karyakarsa, hidden part. Silahkan cek bio akun ini. Warning! Di bagian itu ada adegan dewasanya.
Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.
Terima kasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Figuran
FantasíaBagaimana jadinya kalau kamu memasuki tokoh figuran? Berperan sebagai sahabat antagonis dan pernah satu kali menyelamatkan tokoh utama wanita diperkumpulan tawuran. Bodohnya, membiarkan badan sendiri yang terluka. Itu lah Cherry. Hidup kembali seba...