Regra mengabaikan peringatan Ibra dengan cara melompat dari mobil di tengah persimpangan, tepat saat lampu merah, berlari ke sisi jalan. Dia bisa membayangkan semarah apa nantinya laki-laki itu sekaligus sang Papa, tapi Regra tidak peduli.
Tentang ucapan Ibra, lagipula Ibra yang menawarkan membantunya dan Regra tidak terlalu berharap banyak hanya mengiyakan asal-asalan kala itu.
He really is a devil.
Regra membatin mencemooh meski jati diri Ibra sepenuhnya lepas, ternyata perangainya masih melekat di sana.
Latar belakang keluarga yang mau tak mau Regra akui keluarganya, sungguhan gelap sekedar keluarga utama Algavero saja mengetahui siapa sebenarnya sosok Ibra.
Gue nggak suka namanya hutang budi.
Regra mengusap wajah dengan pemikiran terbagi-bagi, tangan kanan Regra lalu melambai, menghentikan taksi yang hendak lewat.
"Dayita." Regra bergumam resah, kepalanya mendongak menatap langit yang mulai sore. "Maaf untuk semuanya." Dia melanjutkan lirih disusul mata itu memerah.
***
Jovano luar biasa brengsek, tanpa tahu malu menarik Cherry ke dalam kelas kosong lalu melumat bibirnya.
Saking kesalnya Cherry sampai gemetar, teriakan makian sangat ingin terucap tertahan begitu saja, mendapati Jovano malah tersenyum riang.
Sama sekali tidak bersalah. Kejadian itu meski satu jam lalu, masih terbekas dalam benak kepala Cherry, alasan membuatnya jijik sendiri.
Mengusap bibir dengan tisu basah untuk kesekian kali, Cherry setengah bersandar di rooling door. Belakangan dia layaknya anjing peliharaan Jovano.
Cherry sudah tidak tahan lagi. Menyentuh ujung bibir yang sobek, mata Cherry berair tanpa bisa dicegah.
"Bajingan!" Buku jari terkepal kencang, Cherry menunduk, memandangi sepatu putihnya yang kotor dampak di bawa berlari asal-asalan sampai berakhir di pinggiran kota.
Seragamnya basah oleh keringat dengan napas masih tersengal-sengal. Harus kah Luis tahu soal ancaman Jovano padanya, kira-kira bagaimana respon Luis di sisi lain Cherry takut Luis akan marah-marah setelahnya.
"Gak mungkin, kan? Dia pasti mukulin Jovano terus hapus paksa video memalukan itu." Cherry menghela napas mencoba berpikir positif, tiba di rumah Cherry berencana berbicara jujur.
Alasan kenapa bawah matanya yang menghitam karena kurang tidur, tiap pagi selalu Luis tanyakan. Semenjak Cherry protes waktu itu, jika dia takut di rumah sendirian, Luis sering bermalam.
"Dayita?!"
Cherry berniat terpejam seketika meloncat kaget oleh pekikan keras, seolah-olah bersiap memecah gendang pendengar. Belum sempat Cherry menoleh, tubuhnya lebih dulu limbung, berakhir wajahnya bersandar di dada bidang.
Dia dipaksa menunduk dengan kaki sedikit bertekuk.
"Lepas, sialan!" Tersadar, Cherry buru-buru mendorong Regra, namun belitan tangan Regra terlalu erat ke pinggangnya.
"Bisa, kan, kalau ketemu gue itu lo kalem." Regra berbisik gemas sambil menekan kepala Cherry di dadanya. "Jangan tantrum, sekali aja. Kita bicara dengan kepala dingin," lanjutnya agak memohon.
***
Merasakan gadis dalam dekapan diam begitu lama, Regra menunduk, mengangat dagu Cherry lewat telunjuk hingga netra berbeda warna tersebut saling bertemu.
"Siapa yang bikin lo nangis?" Tatapan Regra berubah dingin, mengusap bulu mata Cherry yang basah.
"Jovano..." Jawaban itu terdengar takut di telinga Regra terselip keraguan juga di sana. Regra beralih merapikan rambut Cherry yang berantakan.
Pada akhirnya Regra kembali menang, mengulum bibir senang, cowok berperawakan jangkung itu menuntun Cherry melalui toko reyot satu-satu. Menjaganya penuh ke hati-hatian.
"Kita sekarang udah di tempat aman, sekarang lo cerita semuanya. Lo di apain sama si Jovano bangsat itu?" Regra berujar datar.
"Gue diancam." Cherry memberitahu lirih, kembali menunduk. "Ternyata raga in--- maksudnya gue, beneran udah nggak perawan. Ucapan lo waktu itu sama sekali gak salah."
Regra memandangi lurus, diam-diam mengamati jari-jari Cherry gemetar hebat, fokus Regra baru berhenti ke satu titik pada detik itu juga kegusaran mengusainya.
"Jadi, lo dicium lagi? Ini kesannya lo yang kelihatan murahan," ceplos Regra spontan.
"Apa?" Cherry terperangah syok.
Tangan Regra terkepal kencang di balik punggung, niat awalnya ingin berbicara kepala dingin langsung menghilang.
"Seharusnya lo gebuk Jovano, rebut paksa hapenya, hapus video itu. Cari tau di mana aja dia simpan video itu bukan malah nangis kaya orang tolol!" Regra membentak kesal.
Lidah Cherry mendadak kelu sekedar menyangkal, reaksi refleksnya hanya mampu terpejam menyambut pahit makian Regra tepat di depan wajah.
"Gue udah susah payah bawa jiwa lo ke dimensi ini, kesakitan bertahun-tahun tiap malam dengan gue selalu ingat muka lo, dayita!" Telapak tangan Regra meremas lengan Cherry, memaksanya berjalan maju.
Mata Regra tambah menggelap melirik sudut bibir Cherry yang terluka.
"Seharusnya tubuh ini memang mati, menyatu dalam tanah." Semakin Regra banyak bicara, nada suaranya menyiratkan jejak kengerian di sana.
"Keputusan aku salah. Aku menyesal, jadi lebih baik kamu mati aja," ujarnya berbisik halus. Satu tangan Regra yang lain mencengkeram batang leher Cherry kemudian.****
Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.
Terima kasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Figuran
FantasyBagaimana jadinya kalau kamu memasuki tokoh figuran? Berperan sebagai sahabat antagonis dan pernah satu kali menyelamatkan tokoh utama wanita diperkumpulan tawuran. Bodohnya, membiarkan badan sendiri yang terluka. Itu lah Cherry. Hidup kembali seba...