Papah adalah satu-satunya penyelamat dari krisis moneter. -Wanda
****
"Selamat pagi Mamah, papah" sapa Reza lalu melendot ke railing tangga besi. Ia baru saja bangun dan sepertinya tenanganya masih belum benar-benar terkumpul.
Kebiasaannya setiap pagi, setelah bangun tidur anak itu tidak langsung membersihkan wajahnya, melainkan gelendotan di railing tangga. Itu menjadi nikmat tersendiri bagi Reza. Entahlah.
"Pagi sayang" balas Misha dari bawah, ia sedang membereskan sofa.
Hari ini Misha dan Jay masuk ke kantor jam 8, jadi mereka bisa agak santai dulu. Kebetulan mereka juga bekerja di perusahaan yang sama, Misha menjabat sebagai manajer produksi, sedangkan Jay sebagai manajer marketing.
"Semalem tidurnya nyenyak ngga?" tanya Jay. Setiap pagi Jay tak pernah absen menanyakan hal itu kepada Reza.
Anak itu diam. Ia berpikir, apakah dirinya harus jujur dengan Papah tentang kejadian semalam. Selama ini anak itu selalu berbohong, dia tidak pernah mengatakan kalau malamnya sangat buruk, tidurnya selalu terganggu. Dia hanya mengatakan "Reza tidur dengan nyenyak semalam"
Selalu itu. Terkecuali Wanda, memang hanya dia yang tau tentang kondisi Reza setiap malam. Karena Wanda selalu rutin mengecek kamar adiknya. Dan saat Wanda tidur, percayalah laki-laki itu tidak benar-benar tidur. Dia selalu memasang telinganya, untuk jaga-jaga kalau terjadi sesuatu kepada adiknya.
Meskipun Misha juga rutin mengecek kondisi Reza setiap malam, tapi Misha juga tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi kepada anaknya. Yang Misha tau, Reza tidur dengan nyenyak. Setelah memastikan Reza benar-benar pulas, Misha lantas keluar dari kamar anak itu.
"Reza tidur dengan nyenyak semalam" anak itu tersenyum hingga matanya hampir tenggelam.
"Baguslah" Jay mengacungkan jempolnya.
"Pagi. Mah, pah!" Sapa Wanda yang baru saja keluar dari kamar Reza.
Suaranya terdengar serak. Ia terlihat masih lemas sekali, bahkan matanya belum sepenuhnya terbuka. Rambutnya sangat berantakan, namun tidak mengurangi kadar ketampanan yang ada di wajahnya.
"Yeuuh.. baru bangun anak bujang yang satu ini" Jay geleng-geleng kepala melihat Wanda.
"Ini masih pagi kali pah. Lagian Wanda kuliah siang deh" Wanda mendekati Jay lalu melendot seperti anak kecil.
"Ih kamu ini masih bau iler!" Seru Jay.
"Lagian mau kuliah pagi atau siang, tetep aja harus bangun pagi, karena itu bagus buat kesehatan" Tambahnya, membiarkan Wanda melondot padanya seperti anak kecil.
"Biar rezekinya tidak di patok ayam!" Sahut Reza lalu tergelak.
"Mitos itu. Hari gini masih percaya sama mitos kamu tuh" sergah Wanda.
"Isshh!"
"Wanda. Mana kartu atm kamu?" todong Misha tiba-tiba, ditangannya memegang sebuah kemoceng warna coklat.
"Buat apa mah?" Wanda menegakkan tubuhnya, mulai was-was.
"Jangan bilang..."
"Cepat ambil" suruh Misha.
"Please mah. Wanda butuh duit bangeett" Wanda memelas, ia memegang ujung baju Misha.
"Emangnya mamah bilang mau ambil uang kamu?"
"Hah? e... enggak sih" Wanda geleng-geleng.
"Yaudah ambil dulu makanya"
Akhirnya Wanda meneruti sang mamah. Ia berjalan menuju kamarnya untuk mengambil ATM. Sepanjang langkah Wanda bertanya-tanya mengapa mamah meminta ATM miliknya. Atau mungkin mamahnya akan mengganti dengan ATM baru? atau–
KAMU SEDANG MEMBACA
DISASTER || Renjun
Ficção Adolescente[ sedang dalam tahap revisi] Ini adalah karya pertama saya yang mengangkat isu Mental Health dan Bullying, dimana itu sering kali terjadi bahkan di sekitar kita. Melalui karya ini saya hanya ingin menyadarkan betapa pentingnya menghargai dan meman...