Seneng rasanya liat kamu asik tertawa dengan orang lain.
Dan sekarang aku yakin, 1% ketakutanmu sudah terhapus kan. - Naka****
Reza membaca komik manga edisi terbaru, yang di belikan Wanda beberapa hari yang lalu. Meskipun ia terlihat begitu fokus, nyatanya tidak sama sekali. Membaca komik hanyalah pengalihan isu, sebenarnya ia sedang memikirkan nasibnya yang terus-menerus seperti ini.
Ibaratnya seperti daun yang terjatuh di aliran sungai, hanya berjalan mengikuti arus. Reza tidak tau apa yang harus ia lakukan. Sekali lagi, rasa takut telah menguasai jiwa raganya, membuat anak itu tak mampu melakukan apapun.
"Mati segan, hidup tak mau" lirih Reza. Ia melirik note yang sengaja ia tempel di rak mejanya. Sejurus kemudian ia tersenyum nanar.
"Pribahasa macam apa itu? kenapa sangat cocok denganku."
Reza menutup komik manga-nya, lalu menaruhnya kembali di tempat semula. Anak itu menyenderkan punggungnya ke kursi, kemudian memejamkan matanya. Menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya, berharap semua beban pikirannya ikut terhempas.
"Reza!" panggil seseorang dari luar kamarnya.
Hanya mendengar suara itu, membuat rasa lelah Reza hilang begitu saja. Pikirannya yang semula amburadul sejenak tertara rapi, bak sebuah mantra sakti. Senyuman manis kini terukir di bibir anak itu, ia langsung berlari membukan jendela kamarnya. Terlihat jelas, Naka berdiri tepat didepan jendela, sembari tersenyum.
"Bang Naka! kenapa lama sekali?"
"Maaf ya. Maklum, sebentar lagi bang Naka jadi calon milyarder"
Mendengar itu, Reza langsung tergelak. Itu adalah lelucon paling menggelitik, yang pernah Reza dengar. Namun sebenarnya, itu bukanlah sebuah lelucon belaka. Belakangan ini, Naka memang sedang kebanjiran pelanggan, tokonya sedang ramai-ramainya. Membuat laki-laki itu, mau tak mau harus menambah karyawan lagi.
"Jangan ketawa dong. Ya, bang Naka tau kalo ketawa kamu itu bagus. Tapi kali ini bang Naka serius, bang Naka bakal jadi calon milyarder"
"Ah! begitu rupanya. Baiklah, Reza tidak akan tertawa lagi"
Hanya dengan mendengar itu, mampu membuat Naka tersenyum lebar. Memang tidak salah jika ia mengunjungi Reza setiap hari, karena rasa lelahnya pasti akan terbayarkan dengan celotehan lucu yang dilontarkan oleh Reza. Anak laki-laki itu mampu mengubah rasa lelahnya menjadi sebuah semangat. Sudah Naka bilang, bahwa Reza mempunyai mantra ajaib yang membuatnya seolah tersihir saat mendengar suara anak itu.
"Sebenernya bang Naka mau ajak kamu main basket, dilapangan"
"Jauh tidak?"
Naka menggelengkan kepalanya, ia menyenderkan tangannya dikusen jendela kamar Reza.
"Tidak. Lapangannya ada di komplek perumahan kita"
"Ah! Reza lupa kalau di kompleks ini ada lapangan. Yasudah, Reza siap-siap dulu ya, Bang."
Naka mengangguk. Detik berikutnya, laki-laki membalikkan tubuh, ia menyenderkan punggungnya ke tembok. Naka tersenyum tipis, mengingat kalimat yang Reza ucapkan. Entah sudah berapa lama anak itu tidak pernah keluar rumah hanya untuk berkeliling kompleks, sampai ia melupakan sebuah fakta yang sebenarnya sangat sepele, bahwa di kompleks ini ada sebuah lapangan.
Dan sebaliknya, Naka bahkan hampir setiap hari mampir ke lapangan itu untuk berolahraga. Kalau di hari libur, biasa Jay akan ikut bersamanya, namun sepertinya hari ini Jay tidak bisa olahraga, hingga akhirnya Naka mengajak Reza sebagai gantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISASTER || Renjun
Ficção Adolescente[ sedang dalam tahap revisi] Ini adalah karya pertama saya yang mengangkat isu Mental Health dan Bullying, dimana itu sering kali terjadi bahkan di sekitar kita. Melalui karya ini saya hanya ingin menyadarkan betapa pentingnya menghargai dan meman...