"Sangat tidak adil ketika kalian terus melanjutkan hidup dengan senang hati, sedang aku disini terjebak dalam lingkaran yang sangat mengerikan. Tolong keluarkan aku dari lingkaran ini, demi Tuhan ini sangat menyakitkan. Kalian menghancurkan mentalku, kalian menghancurkan masa depanku, kalian menghancurkan hidupku, kalian menghancurkanku."Saat itu, Reza kecil tengah duduk meringkuk merasakan sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya. Rasanya sukar sekali untuk sekedar menarik napas, dadanya terasa sangat sakit. Setelah pukulan yang membabi buta itu berhasil membuat Reza tak berkutik, mereka pergi meninggalkan tubuh kecil itu disebuah kamar mandi lalu menguncinya dari luar.
Peluh membasahi wajah mungilnya, terhitung setengah jam tubuhnya terendam di bak yang penuh air itu, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berbaring di lantai yang basah nan licin. Tubuhnya menggigil sebab air memeluknya terlalu lama, belum lagi tinjuan dan tendangan yang dilayangkan beberapa teman laki-lakinya– ah mereka bahkan tidak pantas di sebut sebagai kawan, membuat tubuhnya tak berdaya; seluruh tulangnya seakan patah.
Bibirnya yang pucat pasi dengan gemetar terus menyebut Wanda; kakak. Reza kedinginan, ia membayangkan sungguh nyaman ketika dia berbaring di atas kasur empuk dan selimut yang hangat, tidak seperti di kamar mandi sepetak ini, kotor dan dingin. Kesadarannya perlahan mulai meninggalkan tubuhnya, bayangan malaikat maut sudah berkelibatan didepan matanya. Apakah ini akan menjadi akhir dari hidupnya? Reza juga tidak tahu, tapi lebih baik jika Tuhan benar benar mengambilnya saat itu juga, daripada ia harus hidup dengan penderitaan ini, setiap malam di gerayangi oleh rasa takut yang siap mencekik kapan saja.
****
Naka membuka pintu mobilnya lalu menuntun Reza keluar. Setelah melakukan perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya mereka sampai juga di rumah.
Sebenarnya tidak banyak hal yang mereka berdua lakukan. Naka hanya mengajak Reza ke mercusuar dekat pantai, lalu membiarkan anak itu bermain di tepi pantai.
Yang Naka lakukan hanya mengawasi Reza dari kejauhan, Naka sengaja membiarkan Reza bermain sendiri bukan karena Naka lelah atau bagaimana. Namun, Naka sengaja melakukan itu agar Reza dapat mengekspresikan perasaan yang belum pernah ia keluarkan selama ini.
"Wih! dari mana aja nih kalian?" tanya Wanda yang berdiri diambang pintu utama.
"Jalan-jalan dong!" sahut Reza.
"Baru pulang kuliah, Wan?" Naka balik bertanya.
"Iya, bang" jawab Wanda. "Ayo masuk dulu" suruhnya kemudian.
"Gimana mau masuk, orang lo aja berdiri didepan pintu gini" cetus Naka.
"Eh iya" Wanda malah cengengesan lalu ia menyingkir dari sana.
"Bagaimana sih Kak Wanda ini" Reza menggelengkan kepalanya.
"Hehhehe"
Naka menggandeng tangan Reza masuk kedalam rumah. Disusul Wanda dari belakang.
"Reza. Sana mandi dulu, udah bau keringat kamu, tuh" suruh Wanda sembari menutup hidungnya.
"Enak saja! Reza masih wangi tau" Reza melengos. "Bang Naka, Reza mau mandi dulu ya" pamit Reza.
"Iya" jawab Naka, ia melepaskan genggaman tangannya membiarkan Reza beralih dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISASTER || Renjun
Fiksi Remaja[ sedang dalam tahap revisi] Ini adalah karya pertama saya yang mengangkat isu Mental Health dan Bullying, dimana itu sering kali terjadi bahkan di sekitar kita. Melalui karya ini saya hanya ingin menyadarkan betapa pentingnya menghargai dan meman...