Bagaimana? aku selalu bertanya, bagaimana menghilangkan rasa takut ini? Sejauh aku berlari, ia tetap tidak lepas, malah semakin lekat.
Apakah aku ini pengecut, jika menyerah begitu saja? entahlah aku hanya ingin berhenti. Berhenti memaksakan yang tidak bisa aku lakukan – Reza.****
"Reza!" panggil Ichan dari lantai atas. Sedangkan Reza yang sudah sampai di lantai bawah, langsung mendongakkan kepalanya menatap Ichan.
"Kenapa?" tanya Reza, wajahnya terlihat datar. Jelas saja, ia masih kesal dengan kejadian semalam. Kekesalannya pun bertambah dua kali lipat, karena punggungnya sekarang merasa nyeri.
"Sini bentar!"
"Tidak mau! Reza mau makan sekarang!'
Ichan merotasikan bola matanya, ia merasa kesal. Kenapa Reza sangat sulit sekali diajak kompromi. Akhirnya anak itu mengalah, ia melangkah menuruni tangga dengan cepat.
"Sini, gue briefing bentar!" Ichan langsung menarik tangan Reza menjauh.
Ia membawa Reza ke toilet yang ada didekat tangga, agar saat Ichan sedang mem-briefing Reza, tidak ada yang bisa ngegep mereka berdua. Karena ini sangatlah rahasia.
"Kenapa sih?" Reza menarik kembali tangannya, saat sudah sampai di toilet.
"Dengerin gue baik-baik" Laki-laki itu berbicara dengan suara pelan, agar tak terdengar sampai keluar.
"Nanti kalo ditanya sama mami papi soal ranjang lo yang amblas, ngomong aja, emang ranjang lo yang udah jelek! oke!" pinta Ichan, ia menaik-turunkan alisnya. Tak lupa ia juga tersenyum penuh arti.
"Maksudnya? Reza harus berbohong?"
"Bukan bohong, tapi lebih ke em... emang lo ngga mau ranjang baru?" Tanya Ichan, karena tidak tau harus berbicara apa, akhirnya ia menanyakan hal itu saja.
"Tidak. Reza sudah nyaman dengan ranjang itu"
Ichan semakin bingung, harus ngomong bagaimana lagi, biar Reza bisa di ajak kompromi. Kan bisa gawat, kalau mami papi tau ranjang itu amblas karena ulahnya. Mungkin mereka tidak akan marah, hanya saja Ichan tidak mau harkat dan martabatnya runtuh begitu saja, didepan mereka.
Kalau Wanda, aman. Semalam ia bicara dengan Wanda, agar tidak memberitahukan hal itu kepada mami papi. Wanda itu orangnya simpel, tidak mau ribet, jadi laki-laki itu mengiyakan saja permintaan Ichan.
"Yaudah. Mau lo apa? gue turutin, asal lo jangan ngadu sama mami papi"
"Serius?" Reza terlihat ragu. Sebenarnya ini adalah kesempatan bagus baginya, untuk meminta apapun kepada Ichan. Cihuy..
"Dua rius. Asal tau diri aja"
"Baiklah. Reza mau, Ichan jangan jahil sama Reza" ucap anak itu, semangat.
"Serius? cuma itu? permintaan macam apa ini??!" Ichan tak habis pikir, laki-laki itu mengira kalau Reza bakal minta di belikan sesuatu yang mahal. Ternyata...
"Satu lagi. Jangan pernah berani menyentuh makanan yang Reza simpan di kulkas!" tegas Reza.
"Oke deal!"
Mereka berdua saling berjabat tangan. Menyetujui perjanjian tersebut. Hal yang sangat mudah sekali bagi Ichan, untuk tidak melakukan kedua hal tersebut. Laki-laki itu juga bersyukur, setidaknya dompetnya aman. Kan lumayan, untuk bertahan hidup selama sebulan.
"Kalo ngga kepepet. Soalnya gue sering khilaf! awoakwoak!"
Mereka berdua pun keluar dari toilet. Kebetulan Wanda juga baru turun dari lantai dua, pemuda itu terkejut melihat Reza dan Ichan yang habis keluar dari toilet. Berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISASTER || Renjun
Novela Juvenil[ sedang dalam tahap revisi] Ini adalah karya pertama saya yang mengangkat isu Mental Health dan Bullying, dimana itu sering kali terjadi bahkan di sekitar kita. Melalui karya ini saya hanya ingin menyadarkan betapa pentingnya menghargai dan meman...