Prolog

359 27 0
                                    

Arunika terduduk di sebuah ruangan bernuansa putih sembari memperhatikan Dokter Juna yang sedang melihat sebuah rekap hasil pemeriksaan, seorang dokter yang merawatnya selama 6 bulan terakhir ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arunika terduduk di sebuah ruangan bernuansa putih sembari memperhatikan Dokter Juna yang sedang melihat sebuah rekap hasil pemeriksaan, seorang dokter yang merawatnya selama 6 bulan terakhir ini.

"Apa hari kamu baik?"

"Biasa saja"

"Pemeriksaan kali ini terlihat lebih menurun dari bulan lalu, apa kamu tidak meminum obat yang saya berikan?"

"Saya malas minum obat-obatan menjengkelkan itu"

"Kenapa?"

"Obat-obatan itu hanya akan menunda kematian saya sampai beberapa hari atau paling lama hanya beberapa bulan saja"

Arunika menjeda kalimatnya sebentar. Mencoba menetralisir rasa sesak di dadanya yang tiba-tiba muncul.

"Jujur, saya lelah hidup dengan bergantung pada obat-obatan dan berbagai macam perawatan yang rasanya begitu menyiksa saya" lanjutnya dengan tatapan sayunya.

Dokter Juna hanya tersenyum simpul mendengar keluhan pasiennya satu ini.

"Kamu tidak boleh patah semangat seperti itu Arunika, setidaknya bertahanlah untuk impianmu"

"Saya bahkan sudah membuang semua mimpi dan harapan saya tentang masa depan setelah saya divonis mengidap sindrom mielodisplasia 6 bulan lalu"

Mendengar pengakuan Arunika tersebut, membuat Dokter Juna merasa iba. Ia sangat menyayangkan apa yang Arunika katakan.

"Hm, bagaimana dengan orang tuamu? Apa kamu sudah memberitahu mereka tentang ini?"

"Tidak"

"Kenapa? Mereka harus tahu putrinya tengah berjuang melawan penyakit serius seperti ini"

"Saya saja tidak yakin mereka mengkhawatirkan kesehatan saya" jawabnya singkat.

Lagi-lagi Dokter Juna merasa seperti mendapat tikaman atas pengakuan Arunika yang menurutnya terdengar begitu menyayat hati.

"Hm, lalu apa ada yang mengganggumu?"

"Ada"

"Apa itu?"

"Seorang mahasiswa laki-laki program kampus merdeka di kelas yang selalu saja mendekati saya, dan itu sangat mengganggu!"

Arunika, gadis itu berkata seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Ah, mungkin dia menyukai kamu" goda Dokter Juna.

"Cih, mana mungkin ada orang yang menyukai gadis penyakitan seperti saya?"

Lagi dan lagi, Dokter Juna bingung dengan cara apa lagi untuk menghibur Arunika.

"Dokter, jika wawancaranya sudah selesai. Izinkan saya pamit, saya ingin segera tidur"

"Baiklah, tapi saya minta kamu harus minum obat-obatan yang saya berikan"

Sekon kemudian, dokter Juna membiarkan Arunika meninggalkan ruang kerjanya, setelah ia memberikan sejumlah obat pereda sakit pada Arunika.

[✔] CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang