Epilog

137 24 2
                                    

Selamat datang dalam kegajean cerita ini ♡

Satu tahun berlalu, tak terasa waktu begitu cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu tahun berlalu, tak terasa waktu begitu cepat. Seiring berjalannya waktu, perubahan pun banyak terjadi. Seperti Aksa, pemuda itu kini telah resmi menjadi seorang ahli psikolog yang bertugas di Kalimatan, lebih tepatnya di daerah perbatasan antara Kalimantan dengan Malaysia.

Setelah lulus, Aksa benar-benar super sibuk. Meski, awalnya ia mampu pulang-pergi antara Bandung ke Jakarta hanya untuk menemui Arunika. Pada akhirnya, semua tugas maupun pekerjaan seakan memintanya berhenti melakukan aktivitasnya untuk mengunjungi Arunika.

Meskipun begitu, Aksa masih berusaha menyempatkan diri untuk menghubungi Arunika di waktu senggangnya. Hal ini seperti janjinya satu tahun yang lalu.

Perihal Arunika? Entah bagaimana kabarnya saat ini? sudah beberapa bulan terakhir ini, Aksa sulit mendapat akses untuk menghubungi gadis itu di daerah penugasannya ini. Ya, Aksa harus menempuh perjalanan cukup jauh ke kota apabila ingin menghubungi Arunika sekarang.

Dan selama itu, Aksa juga sulit mendapat hari libur yang benar-benar libur. Pasalnya, selalu ada pasien yang datang ke rumah dinasnya setiap hari. Hanya sekedar untuk berkonsultasi terkait permasalahan yang tengah mereka hadapi. Ada juga yang semata-mata mencari perhatian pemuda tampan satu ini.

Apalagi, ibu-ibu desa yang berniat menjodohkan putri mereka dengan Aksa. Namun, jawaban Aksa selalu 'ada yang menunggu saya di Jakarta.' dengan penuh percaya diri.

"Nak Aksa, pagi ini sudah makan kah?"

Aksa, pemuda itu sedikit terkejut kala membuka pintu dan mendapat seorang wanita paruh baya telah berdiri di depannya dengan nampan berisi sepiring makanan. Wanita tersebut bisa dibilang sebagai kepala kampung desa tersebut. Aksa memanggilnya, umai Danum.

"Sudah, umai." balasnya dengan sopan.

"Ah, ini ada mandai." ujar umai Danum sembari menyodorkan nampan bawaannya pada Aksa, yang lantas disambut baik oleh pemuda itu.

"Terima kasih, nanti saya makan."

"Dimakan sekarang, kalau nanti kurang sedap." cetus umai Danum sembari menepuk bahu Aksa, kemudian tersenyum pada pemuda itu.

"Tapi, saya mau ke kota, umai. Sebelum siang." ujar Aksa dengan nada yang lebih lembut.

"Sebelum siang atau sebelum mereka datang dan mengganggu kamu?" umai Danum lantas terkekeh. Ia tahu betul, pemuda di hadapannya ini adalah favorit warga desa.

"Saya mau menelepon seseorang, sudah lama tidak mendengar kabarnya. Tolong ya, umai." Aksa, pemuda itu berkata dengan ekspresi yang sedikit memelas. "Tenang, nanti tetap saya makan." sambungnya kemudian.

"Kalau begitu, dibungkus saja. 'Kan bisa dimakan saat perjalanan." balas umai Danum, untuk memberi solusi.

Terdengar helaan napas ringan dari bibir Aksa. "Baiklah, terima kasih." ujarnya dengan nada pasrah.

[✔] CANDALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang