Dibalik kehilangan kemarin, semua orang akhirnya harus berhasil bangkit. Hari-hari mereka, mereka tata kembali. Mencari kebahagiaan dibalik puing-puing kesedihan yang berserakan kemarin.
Nuca memulai harinya dengan setumpuk pekerjaan yang membuat kepalanya hampir pecah. Nuca menyandarkan kepalanya dan menghela nafas berat.
Ponselnya berdering, menunjukkan pesan dari Mahalini yang mengingatkannya untuk makan siang. Nuca melirik jam tangannya yang menunjukkan jarum jam kearah angka dua belas. Nuca tersenyum menyadari perhatian kecil Mahalini yang membuat ia semakin hari semakin nyaman kepada gadis itu.
Nuca membalas pesan Mahalini dengan cepat. Lalu meletakkan ponselnya kembali. Seseorang mengetok pintu ruangannya. Di detik berikutnya, Samuel menampakkan diri dan menghampiri Nuca.
“Gimana proyek Semarang? Lancar?” Tanya Nuca.
Samuel menyerahkan beberapa berkas yang harus diperiksa oleh Nuca, partner kerjanya.
“Sejauh ini sih lancar. Tapi proyek yang di Jogja, lo yang handle kan?”
Nuca hanya mengangguk.
Samuel menghela nafasnya pelan “Lo nggak laper, Nuc? Lunch lah yok”“Ayo deh, gue udah laper juga” Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk makan siang di area kantor.
Samuel dan Nuca sudah menjadi partner kerja semenjak mereka lulus kuliah. Jadi jangan tanya, seberapa dekat mereka berdua.
***
Mahalini menunggu kedatangan Nuca yang sudah berjanji untuk menjemputnya hari ini. Beberapa saat kemudian, Pajero hitam milik Nuca berhenti di depannya. Senyum Mahalini langsung mengembang.
Lini langsung saja memasuki mobil Nuca. Mahalini memeluk Nuca sekilas.“Makan dulu, ya?” Tawar Nuca.
Mahalini mengangguk dan menyenderkan tubuhnya. Lelah mereka seharian ini seketika hilang karena pelukan barusan.
Langit sudah menggelap, kendaraan berlalu lalang dan lampu-lampu kota sudah mulai dinyalakan.Mahalini memejamkan matanya. Ia masih memikirkan Ziva yang masih enggan di temui. Ziva yang menarik diri membuat ia cukup sedih. Karena ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini. Nuca yang melihat raut lelah kekasihnya itu mengelus lembut puncak kepala Mahalini dan menggenggam tangannya.
“Kita jadi makan? Kalau nggak, aku langsung antar kerumah kamu saja. Kayaknya capek banget”
Mendengar penuturan Nuca, Mahalini memutar tubuhnya mengarah menatap Nuca yang sibuk menyetir dan menggenggam tangannya.
“Memangnya kamu sudah makan?” Mahalini balik bertanya.
“Ya belum. Tapi kalau kamu capek gitu, mending langsung istirahat aja”
Mahalini tersenyum dan menggeleng “Kita makan dulu saja, Nuc. Nggak mungkin aku biarkan kamu lapar malam-malam begini”
“Kita makan pecel lele saja, ya?” Lanjut Mahalini.
“Siap, Bu bos” ujar Nuca. Lalu beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di tempat makan pecel lele pinggir jalan favotit mereka.
Ternyata, masih banyak perempuan yang mau diajak makan dipinggir jalan seperti ini. Mahalini memesan dua porsi pecel lele dan es teh manis untuk mereka berdua.
Bisingnya suara kendaraan dan percakapan antara orang-orang di tempat itu menjadi kesan tersendiri untuk mereka berdua. Nuca dan Mahalini lebih menikmati makan dipinggir jalan seperti ini dengan kebisingan-kebisingannya dibanding restaurant yang hanya di dominasi suara musik dan dentingan garpu dan sendok yang saling beradu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Selesai [Completed]
General FictionBerjuang itu berdua, bukan sendiri. Jika hanya aku yang berjuang, maka hanya aku pula yang takut kehilangan dan kamu tidak.