K e e m p a t p u l u h s e m b i l a n

384 53 12
                                    

Ziva sedang asyik dengan Netflix dan cemilannya. Dengan serius menonton tanpa melihat pesan yang masuk ke ponselnya. Beberapa saat kemudian, dering ponselnya mengganggu aktifitasnya. Ziva mengambil ponselnya tanpa melihat siapa serangan yang menghubunginya.

“Halo” Sapa Ziva

“Kemana aja? Chat aku dari tadi nggak di balas” Ziva kemudian melirik kearah jam dinding. Ziva menepuk keningnya pelan.

“Aduh, maaf, Fabian. Aku lagi Netflix-an”

Terdengar helaan nafas di sebrang sana.

“Maaf, maaf, lagi seru, jadi nggak buka hp. Maaf yaa” Ujar Ziva dengan nada imutnya.

“Yaudah, iya, aku mau kabari besok aku pulang ke Jakarta. Mau jalan?” Akhirnya Fabian yang tidak tahan dengan nada bicara Ziva, mau tidak mau memaafkan gadis itu.

“Nggak mau ah, kalau jalan capek”

Kekehan Fabian di sebrang sana terdengar “Nggak jalan kaki dong, sayang. Pakai mobil, atau mau pakai motor?” Mendengar Fabian memanggilnya sayang, membuat Ziva agak tersenyum.

“Nah, gitu bilangnya. Lagian kamu bilangnya jalan, aku mana mau” Kekehnya

Yaudah, mau kemana?”

“Kemana aja deh, kan kamu yang ajak”

Hmm, oke. Besok jam tujuh malam ya, sa-, eh, Ziv maksudnya”

“Oke, see you, Fabian” Ziva memutus telfon mereka lebih dulu.

Ziva kembali fokus pada film yang sedang ia tonton. Namun seseorang mengetuk pintu kamarnya membuat ia cukup kesal. Siapa yang mengganggu santainya kali ini.

Saat membuka pintu, Ziva mendapati Mahalini dengan penampilan yang kacau. Dipipinya terdapat jejak air mata yang masih basah. Mahalini tidak menatap Ziva, ia hanya menunduk.

“Astaga, Lin, lo kenapa?!” Pekik Ziva. Ziva membawa Mahalini ke kamarnya.

“Lo tunggu disini dulu, gue ambilin minum” Kurang dari lima menit, Ziva sudah membawa segelas air putih untuk diminum oleh Mahalini.

“Ini, minum dulu” Ziva menyerahkan gelas itu kepada Mahalini dan di habiskan hanya dua teguk. Ziva membenarkan tatanan rambut Mahalini yang terlihat berantakan.

Ziva menunggu Mahalini tenang, Ziva tidak terburu-buru memaksa Mahalini untuk bercerita. Saat merasa Mahalini sudah cukup tenang, Ziva menyentuh bahu Mahalini lembut.

“Udah tenang?” Mendengar pertanyaan Ziva hanya membuat Mahalini mengangguk.

“Mau cerita?” Pertanyaan Ziva kali ini tidak di jawab oleh Mahalini.

Iva menghela nafasnya “Its oke, lo boleh istirahat di sini”

Ziva hanya mampu berdiam diri tanpa menuntut sahabatnya itu untuk bercerita. Baginya, seseorang hanya butuh di temani duduk seperti ini, agar ia tidak merasa sendirian. Tidak perlu banyak kata-kata, hanya perlu di temani, sampai ia merasa lega.

“Tadi gue akhirnya nemuin Nuca” Ziva hanya menoleh ke arah Mahalini yang membuka suara. Pantas sekacau ini. Ziva paham betul jika sudah menyebut nama Nuca, sahabatnya akan seperti ini.

“Gue ketemu Lyodra. Orang yang kita kira selingkuhannya Nuca” Di mulai dari kalimat itu, Mahalini menceritakan semuanya kepada Ziva tanpa kurang dan tanpa lebih.

Ziva mendengarkan cerita Mahalini yang sesekali meneteskan air matanya.

“Gue kira gue bisa, ternyata nggak” Akhir kalimat Mahalini membuat ia menangis lagi dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.

“Maaf kalau gue sama yang lain maksa lo buat ketemu Nuca, Lin”

Mahalini menggelengkan kepalanya. Sebab tanpa saran dari sahabatnya, ia mendapatkan jawaban yang ia mau “No, ini bukan salah kalian. Kalau bukan karna saran kalian, gue akan terus simpan pertanyaan itu di kepala gue”

“Dan sekarang, semuanya gue rasa lebih dari cukup”

***

Keesokan paginya, Ziva bergegas menuju kantor Nuca. Ziva adalah salah satu orang yang paling tidak terima jika ada seseorang yang menyakiti sahabatnya. Jika Nuca menyakiti sahabatnya secara batin, Nuca harus membayarnya sedikit walau tak setimpal.

Ziva masuk ke dalam ruangan Nuca tanpa mengetuk pintu itu lebih dulu. Melihat seseorang masuk ke ruangannya membuat Nuca berdiri dan mengernyitkan dahi.
Setelah Ziva sampai di hadapan Nuca, Ziva tidak segan menampar kuat pipi Nuca. Sam yang baru saja masuk dan menyaksikan Ziva menampar Nuca hanya mampu terdiam.

“Lo apa-apaan sih, Ziv?” Ujar Nuca memegangi pipinya.

“Kenapa? Sakit? Lo pikir tamparan gue itu setimpal sama apa yang lo lakuin sama sahabat gue?”

Akhirnya Nuca paham apa yang membuat Ziva rela datang ke kantornya dengan amarah yang menggebu.

“Dulu gue masih diem aja, Nuc, lo sembunyikan soal Lyodra dari dia. Gue nyesel kenapa waktu itu gue nggak kasih tau Lini. Lo tau, seberapa gue merasa bersalah sama hal itu”

“Lo perlu tau, Ziv, semua ini juga sulit buat gue”

Mendengar jawaban dari Nuca membuat Ziva terkekeh “Nggak usah sok merasa sakit juga, Nuc”

“Lo nggak tau apa-apa, Ziv. Jadi stop untuk menyalahkan gue”

“Lo nggak mau di salahkan? Sahabat gue kacau karna lo, loh?” Ujar Ziva cukup menekan kata-katanya.

“Lo pikir ini mudah buat gue? Nggak!”

“Halah, Bullshit. Nggak cukup satu, akhirnya tiga orang lo embat dalam satu waktu” Ziva menjeda kalimatnya.

“Sekali brengsek, tetep aja brengsek” Satu kalimat akhir yang menohok dari Ziva membuat Nuca mengepalkan tangannya. Ziva meninggalkan ruangan itu dan berpapasan dengan Sam. Ziva hanya diam dan bergegas keluar.

***

Nuca melajukan mobilnya cukup kencang menuju apartemennya. Emosinya sudah ia tahan di ujung kepala. Sesekali ia mengumpat karena macetnya jalanan ibu kota mengganggu perjalannya.

Saat memasuki area parkir apartemennya, Nuca memarkir mobil tidak sabaran. Berjalan tergesa tanpa senyum. Ia menggertakkan giginya.

Setelah sampai di pintu depan, ia memasukkan kode unit itu, unit Shakira yang satu atap apartemen dengannya. Nuca menghempas pintu dengan kencang dan membanting pintu itu kembali agar tertutup.

Shakira langsung menoleh ke arah Nuca yang datang dengan wajah merah padam.

Hei, what’s wrong, beib? Kok kamu kelihatannya marah, ada apa?” Shakira membelai lembut wajah Nuca.

“Kamu dalang dari semua rencana pembunuhan Lyodra?” Nuca masih mencoba menetralisir cara bicaranya agar setenang mungkin.

“Ngomong apa sih, kamu? Ngaco deh, duduk dulu” Shakira membawa Nuca untuk duduk. Namun Nuca menghempas kasar tangan Shakira dan membuat wanita itu menatap Nuca dengan tatapan marah.

“Aku sudah menuruti semua permintaan kamu, Kira. Tapi kamu masih ingkar janji”

“Aku-“ Kalimat Shakira terputus.

“Aku berhasil menangkap pelaku yang berusaha menyuntikkan racun ke dalam tubuh Lyodra. Gila ya kamu?!”

Flashback on

Setelah pertemuannya dengan Mahalini, Nuca langsung mengendarai mobilnya menuju rumah sakit tempat Lyodra di rawat. Ia menghubungi Tiara lebih dulu untuk bertanya dimana ruangan Lyodra.

Sesampainya di depan ruangan Lyodra, Nuca menemukan dua penjaga ruangan Lyodra. Nuca menghampiri dua penjaga itu guna menanyakan siapa pasien yang sedang mereka jaga dan mengapa harus sampai dijaga seketat ini.

Setelah mendengarkan penuturan dari dua orang itu, Nuca langsung bergegas mencari bantuan untuk mendapatkan siapa pelaku dari semua kejadian ini.
Nuca awalnya tidak ingin berprasangka buruk pada Shakira. Ia bertekad untuk menemukan pelakunya lebih dulu daripada polisi. Karena ia takut prasangkanya benar. Ia masih menjaga Shakira.

Sejahat apapun Shakira padanya, ia tidak akan membiarkan wanita itu masuk ke dalam penjara.

Setelah menghubungi detektif termahal, kurang dari empat belas jam, Nuca lebih dulu menemukan pelaku dibanding polisi. Nuca membawa pelaku ke dalam sebuah rumah kosong dan menyelidiki orang itu.
Awalnya ia tidak mau mengaku, sampai Nuca membawa alat kejut, disitu ia baru mau memberi tau bahwa Shakira adalah dalang dari semua ini.

Hal itu membuat Nuca benar-benar murka. Pasalnya, ia sudah mengorbankan perasaannya demi janji yang sudah ia setujui bersama Shakira. Tapi gadis itu mengingkari janjinya.

Flashback off

“Ingat, Kira. Aku sudah menuruti permintaan kamu”

“Kamu juga ingkar janji kan? Kita satu sama” Shakira tidak mau kalah.

“Ingkar janji gimana?”

“Kamu ketemu sama Mahalini”

“Kamu sudah kasih izin meskipun bersyarat kan?”

Shakira memutar bola matanya malas, berbalik meninggalkan Nuca “Sekali ingkar janji, ya tetap ingkar janji”

Nuca menggertakkan giginya keras dan menarik Shakira “Kali ini kamu sudah kelewatan. Kalau seandainya Lyodra nggak selamat hari itu, aku akan buat perhitungan sama kamu” tunjuk Nuca ke arah Shakira.

“Memangnya kamu mau ngapain kalau aku celakai salah satu diantara mereka? Kamu bahkan sudah ada bukti, tapi kamu nggak berani kan, jebloskan aku ke penjara?”

Shakira mendekatkan dirinya pada Nuca menatap bibir laki-laki itu intens “Apa kamu sudah mulai mencoba mencintai aku?”

Nuca mendorong tubuh Shakira pelan “Kalau bukan karena perjanjian itu, aku sudah jebloskan kamu ke penjara”

Shakira menganggukkan kepalanya tanda mengerti “Oh, sepertinya mereka berdua memang harus di lenyapkan agar kamu hanya fokus sama aku”

Nuca memegang kedua lengan Shakira kuat. Sangkin kuatnya, lengan Shakira berubah memerah “Aku bisa kapan saja melaporkan semua bukti yang ada di tangan aku untuk menjebloskan kamu ke penjara. Jangan macam-macam, Shakira”

“Silahkan, bapak Nuca yang tersayang. Selama apapun aku berada di dalam penjara nanti, aku bisa membunuh tanpa menyentuh kalau kamu lupa”.

Shakira berjalan menuju tempat tidurnya “Sekarang aku mau istirahat, kamu boleh pulang” Shakira menatap Nuca dengan tatapan menggoda

“Atau kamu mau tidur bersama?” Shakira menepuk sebelah kasurnya yang kosong.
Nuca hanya menatap Shakira dengan tatapan menjijikan “Dasar murahan”

“Tapi kamu bertekuk lutut pada perempuan murahan ini, Nuca” Ucap Shakira cukup kuat karena Nuca sudah meninggalkan ruangan itu.

“Persetan dengan perjanjian, cerita mereka hanya akan selesai pada bab ini secepatnya, Nuca” Gumam Shakira dalam hati.

***

Selamat hari Jumat, teman-teman!
Terimakasih masih mau menemani aku selesain cerita ini. Aku rasa, cerita ini akan sesuai judulnya "Dan Selesai" dalam waktu dekat. Tungguin sampai semuanya selesai, ya?

Selamat membaca teman-teman, sayang kalian banyak banyak.

Oh iya, silahkan tulis surat terbuka untuk para cast.

Mau marah-marah juga boleh kok hehe

Big Love,
Cayon!

Dan Selesai [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang