Sebelum baca part ini, dengarkan lagu afgan - bunga terakhir. Dengar itu dulu, baru baca lagi, oke??
Semua kenangan bersamamu, sampai kapanpun tidak akan pernah aku lupakan. Detak dan detik yang beradu akan selalu mengingatkan aku, bahwa kau hidup dalam setiap detak jantung dan detik waktu ku.
***
Nuca memeluk erat tubuh itu tanpa ingin melepasnya. Nuca menempelkan telinganya tepat di dada wanita itu, merasakan detak jantung yang mengalun lembut. Air matanya menetes berkali-kali sejak tadi. Tangan lembut orang yang dipeluk Nuca menghapus air mata yang menetes.
"Semuanya akan berjalan seperti biasa. Kamu cukup bertahan dan tetap hidup"
***
Flashback on
Tepat setelah Mahalini menutup matanya rapat, Nuca beserta Fabian dan Ziva membawa Mahalini ke rumah sakit. Untungnya, jalanan malam hari lengang. Seperti tau, mereka butuh keadaan yang mendukung langkah mereka.
Nuca yang tak hentinya menangis mencoba untuk membawa Mahalini dalam kesadaran. Mengajak Mahalini bicara hal-hal yang sudah mereka rencanakan.
"Sayang, please bertahan, ya? Kita hampir sampai" Mahalini menutup matanya lagi
"No, no, no, Lin, tetap buka mata kamu. Jangan di tutup, tolong, jangan"
"Bian, tolong lebih cepat"
"Ini kecepatan maksimum, Nuc. Kalau lebih dari ini, yang ada kita celaka"
Nuca kembali beralih ke Mahalini "Kamu waktu itu mau resepsi kita di outdoor kan? Di hutan atau di pinggir pantai, sih, waktu itu? Aku lupa deh" Nuca terkekeh.
"Kamu sudah janji untuk temani aku, loh, Lin. Jangan tinggalkan aku, ya? Aku nggak tau cara melanjutkan hidup tanpa kamu"
Mahalini hanya tersenyum mendengar kalimat Nuca. Sesekali ia meringis dan kesulitan bernafas.
"Nanti kita punya anaknya tiga aja deh, sesuai mau kamu. Anak pertama dan kedua laki-laki, anak ketiga perempuan. Biar sama seperti kamu dan kakak-kakak kamu. Padahal aku maunya lebih, tapi kamunya marah. Kamu bilang nggak mau lebih dari tiga" Ziva dan Fabian menatap iba ke arah Nuca. Ternyata mereka sudah membicarakan hal sejauh itu.
"Ziva sama Fabian belum menikah, loh, sayang. Katanya kamu mau tunggu mereka menikah dulu, baru kita? Atau kita duluan aja deh yang menikah. Mereka masih nggak jelas" Nuca tersenyum sumir sambil meneteskan airmatanya yang mengenai pipi Mahalini. Namun Nuca langsung menghapus air matanya dari pipi Mahalini.
"Setelah kamu kembali seperti semula, kita menikah, ya? Aku nggak mau nunggu lama lagi. Ziva dan Fabian nggak apa-apa kok, kalau kita ngeduluin mereka"
"Tolong, bertahan, untuk semua mimpi-mimpi kita dan orang terdekat kamu, Lin. Aku akan hancur kalau kamu pergi" Nuca mencium kening Mahalini.
"N-nuc, s-sa, sak-it" Mahalini meringis semakin dalam.
"Fabian cepat!"
"Iya, sebentar lagi sampai, Lin. Tahan, ya? Please, tahan"
"Te-tap, hi-d-up, sa-yang. D-de-mi, a-kku"
Tepat di depan lobby rumah sakit, Mahalini kembali menutup rapat matanya. Nuca buru-buru mengangkat Mahalini ke brankar dan langsung membawa Mahalini ke ruang tindakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Selesai [Completed]
General FictionBerjuang itu berdua, bukan sendiri. Jika hanya aku yang berjuang, maka hanya aku pula yang takut kehilangan dan kamu tidak.