K e l i m a p u l u h s a t u

412 59 6
                                    

Pada akhirnya, mengaku kalah adalah jalan terbaik satu-satunya. Biarlah, apapun yang terjadi, setidaknya aku masih tetap bersamamu.

***

Samuel dan Tiara berkali-kali memperingatkan Nuca untuk jujur perihal ini. Namun Nuca benar-benar meragukan hal itu. Apalagi, Mahalini sudah berjanji untuk benar-benar tidak mengusik hidupnya lagi.

“Lo sama-sama saling menyakiti, Nuc, kalau begitu. Lo berusaha melindungi dia dan tersakiti, dia juga merasa disakiti sama lo” Omel Tiara.

“Dia juga udah menyerah, Ti. Gue nggak mau paksa” Ujar Nuca lesu

“Ya udahlah, Nuc. Dulu aja dia mau nunggu lo lama. Masa sekarang meyakinkan dia aja lo nggak bisa”
Nuca terdiam mendengarkan ucapan Tiara. Kini Nuca sedang berada di rumah Tiara dan Samuel, menunggu teman-teman mereka yang lain.

Satu persatu temannya datang, Keisya Kevin, Ziva Fabian, namun mereka belum melihat tanda-tanda Mahalini akan datang.

“Pacar lo mana, Nuc?” Tanya Ziva yang baru saja mengambilkan Fabian minuman

“Nggak ikut” Ziva hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
Sudah setengah jam mereka berkumpul, tapi Mahalini masih tidak tampak membuat Nuca khawatir.

“Mahalini nggak kesini?” Pertanyaan Nuca membuat Keisya dan Ziva menoleh kearahnya.

“Nggak tau, katanya sih datang. Ngapain lo nanya Mahalini?” Ujar Keisya agak sinis. Keisya menatap Tiara yang tengah menatapnya tajam. Keisya hanya menggedikkan bahunya.

“Hai semua, i’m sorry, gue telat banget ya?” Orang yang di tunggu tunggu akhirnya datang. Membawa beberapa box pizza untuk membungkam mulut pedas teman temannya itu.

“Bawa sogokan dia, Kei” Ziva terkekeh.

“Biar nggak bawel” Ujar Mahalini duduk di sebelah Ziva.

“Fabian, tolong beberapa jam ke depan kalau masih dekat gue, jangan uwu uwu dulu ya. Gue slepet lo ntar” Mendengar penuturan Mahalini membuat Fabian terkekeh.

“Makanya, cari pacar lagi lah, mantan aja udah punya pacar baru, masa lo belom” ledek Ziva.

“Punya pacar itu bukan ajang perlombaan, dulu-duluan. Cari pacar itu yang bener-bener sayang. Pacaran lama kalau ujungnya nyakitin juga buat apaan. Mending single lama terus dapet yang langsung serius” Mahalini mengunyah pizzanya. Ia sama sekali enggan menatap Nuca yang sedari tadi menatapnya sendu.

“Eh, memangnya lo sama Fabian udah jadian?” Mahalini menatap dua orang di sampingnya bergantian.

“Lah iya, lo berdua udah jadian memang?” Tiara dan Keisya ikut menginterogasi Ziva.

Fabian hanya menggeleng dan tersenyum “Zivanya gamau”

“Apaan sih” Ziva memukul lengan Fabian pelan.

Mahalini menyentil kening Ziva pelan “Yee, sok nolak lo. Move on kali, hidup lo harus berjalan. Jangan ngestuck gitulah”

"Kayak lo udah move on aja" Ziva ikutan menyentil kening Mahalini

"Udah gue mah"

"Yakin?" Ledek Keisya.

"Jangan mengalihkan pembicaraan lu kutu kuda" Tegur Mahalini ke arah Ziva.

“Ish, kenapa jadi bahas gue. Skiplah” Ujar Ziva salah tingkah.

“Udah, mungkin Ziva masih butuh waktu. Gue bakalan nungguin kok” Ujar Fabian menatap Ziva dengan senyum penuh arti.

“Ya Tuhan Fabian. Gue belum ada ngomong sejam yang lalu, tapi lo udah uwu. Bener-bener lo ya” ujar Mahalini kesal.

“Gue ke toilet dulu” Mahalini beranjak dan berjalan menuju toilet belakang.

“Nuc” Samuel dan Tiara menunjuk ke arah Mahalini. Nuca hanya mengangguk dan mengikuti Mahalini dari belakang. Keisya dan Ziva yang melihat itu mengernyit bingung.

“Lo berdua kok suruh Nuca ikuti Lini?”

“Ada hal yang perlu di luruskan. Biarkan mereka bicara dulu” Samuel menjelaskan itu kepada teman-temannya.

“Tapi dia udah keterlaluan loh, Ti, Sam” ujar Ziva tidak terima.

“Dia begitu ada alasannya, Ziv, dia terpaksa” Tiara mencoba meyakinkan Ziva.

“Tapi kalau seandainya Mahalini makin sakit, gue nggak akan maafin Nuca ya. Kalian berdua tanggung jawab” Tiara mengerti reaksi Ziva akan hal ini. Keisya hanya diam saja, karena ia juga bingung harus merespon seperti apa.

Mahalini keluar dari toilet dan melihat Nuca yang sedang menghisap sebatang rokok. Hal itu membuat Mahalini mengernyitkan dahi “sejak kapan Nuca merokok?”. Mahalini hanya meliriknya dan berusaha tidak memikirkan Nuca.

Mendengar langkah kaki, Nuca menoleh dan segera membuang puntung rokoknya. Nuca meraih tangan Mahalini dan menariknya ke belakang.

Mahalini berusaha memberontak, namun tenaganya tidak sepadan dengan tenaga Nuca. Setelah genggaman Nuca melonggar dari lengannya, Mahalini menghempas tangan Nuca kasar.

“Apa-apaan sih!”

“Aku mohon sama kamu, dengarkan aku sekali lagi. Sekali ini saja” Mohon Nuca.

“Apalagi sih, Nuc? Aku sudah menuruti semua permintaan kamu. Aku sudah hapus kamu dari dalam hati aku. Semua permintaan kamu sudah aku kabulkan. Apa yang kurang?”

Nuca berlutut di depan Mahalini, meraih kedua tangan Mahalini dan menggumamkan maaf.

“Nuc, apaan sih, berdiri nggak” Mahalini berusaha mengangkat Nuca agar berdiri. Namun Nuca enggan.

“Aku minta maaf, Mahalini, aku benar-benar minta maaf. Semua hal yang terjadi kemarin membuat aku gila. Aku nggak sanggup tanpa kamu. Aku bisa mati, Lin” Nuca meneteskan air matanya.

“Bisa-bisanya kamu permainkan aku begini, Nuc. Kemarin kamu minta aku hapus semua tentang kamu dan hari ini kamu minta maaf dan mohon-mohon mengaku nggak sanggup? Brengsek”  Mahalini menghempas tangan Nuca yang menggenggam tangannya dan menampar pipi Nuca.

"Nggak apa-apa kalau kamu mau menampar aku, pukul aku, lakukan, biar kamu puas"

Mahalini menggelengkan kepalanya dan membalikkan tubuhnya kemudian beranjak meninggalkan Nuca. Sebelum jauh, Nuca mengejar Mahalini dan memeluk Mahalini dari belakang.

“Please, Lin. Dengar dulu” Mahalini memberontak dan melepaskan pelukan Nuca.

“Kalau kamu mau minta di maafkan, aku maafkan. Tapi kalau lebih dari itu, rasanya aku nggak bisa. Kamu sudah terlalu menyakiti aku” Mahalini menunjuk wajah Nuca.

“Aku melakukan semua itu demi keselamatan kamu” Mendengar penuturan Nuca membuat Mahalini mengernyit bingung.

“Semua yang aku lakukan kemarin hanya semata-mata ingin menyelamatkan kamu. Aku minta maaf sudah menyakiti kamu karena aku pengecut. Tapi semua itu untuk kamu” Nuca berujar dengan airmata yang mulai menetes kembali.

“Aku juga terluka, Mahalini, aku terluka” Nuca menunjuk dadanya sendiri.

“Stop bicara omong kosong, Nuca, aku muak” Mahalini berujar sengit.

“Kamu perlu tau, kalau aku masih memaksakan diri bersama kamu, kamu bisa mati kapan saja dan aku nggak siap untuk itu” Nuca menaikkan nada bicaranya satu oktaf.

“Lebih baik aku melihat kamu masih hidup dan bahagia meskipun bukan bersama aku, tapi kenyataannya aku nggak bisa. Benar-benar nggak bisa. Ini juga terlalu sakit buat aku”

“Jangan menjual kesedihan kamu di depan aku Nuca. Aku nggak akan tersentuh sama sekali. Stop jadi laki-laki brengsek, Nuc, stop”

“Kamu masih nggak percaya sama aku?”

“Apa yang harus di percaya dari laki-laki macam kamu? Hah?!” Mahalini menunjuk dada Nuca.

“Kamu tau Lyodra? Kejadian yang hampir membuat Lyodra terbunuh dirumah sakit? Kecelakaan kita? Dalangnya adalah orang yang sama dengan orang yang menghancurkan kita menjadi seperti ini. Aku nggak mau kejadian Lyodra terjadi sama kamu” Kedua orang ini berbicara dengan nada yang cukup tinggi dan di dengar oleh teman-temannya.

Samuel menahan mereka agar tidak menghampiri dua orang itu “Biar mereka selesaikan urusan mereka sendiri”

“Tapi kalau nanti Mahalini kenapa-kenapa, gimana?”

“Nuca nggak akan apa-apakan Lini, sayang” Samuel berusaha menenangkan Tiara.

“Shakira terlalu terobsesi sama aku. Dia nggak akan membiarkan perempuan manapun mendekati aku termasuk kamu. Dia mengincar kamu, Lin. Dan aku nggak mau kamu jadi korban karena aku” Nuca menyeka air matanya.

“Aku terpaksa menjadi kekasihnya tanpa ada rasa sama sekali. Aku sudah menjauhi kamu dan Lyodra. Dengan semua pengorbanan itu, dia juga berjanji untuk tidak mengganggu kalian. Namun itu tidak membuat Shakira mengurungkan niatnya untuk menyingkirkan kalian. Maaf kalau cara melindungi kamu membuat kamu sakit, Lin. Maaf kalau caraku salah” Nuca menundukkan kepalanya.

“Kalau menjauh dari kamu tidak membuat Shakira mengurungkan niatnya, aku mau ada di dekat kamu untuk melindungi kamu”

“Kembali ya, Lin?” Nuca menatap mata Mahalini dalam. Gadis itu juga sudah menangis sedari tadi.

Mahalini hanya menggelengkan kepalanya, menjambak rambutnya kuat.

“Kenapa semua ini harus terjadi sama aku! Kamu nggak tau betapa sulitnya aku menjalani hidup akhir-akhir ini?! Mencoba terlihat kuat di depan teman-temanku agar tidak dikasihani, agar tidak terlihat lemah dan memprihatinkan. Padahal setiap malam rasanya aku ingin mati. Dan sekarang kamu menarik ulur perasaan aku? Aku bisa gila Nuca, aku bisa gila” Ujar Mahalini berteriak. Mahalini meninggalkan Nuca.
Mendengar penuturan Mahalini membuat dada Nuca berdenyut ngilu. Kekacauan ini ada pada dirinya. Kekacauan ini disebabkan oleh dirinya.

“Lin, kemana?” Ujar Tiara khawatir.

“Pulang” Mahalini meraih tasnya, menyeka air matanya dan keluar.

“Kan lo tadi kesini naik taxi. Gue anter ya” Ziva menyamai langkahnya dengan Mahalini.

“Stop, Ziva, gue minta tolong biarin gue sendiri” Nada bicara yang lirih itu membuat hati Ziva ngilu.

“Oke, tapi izinin gue buat nunggu lo sampe dapat taxi”

Nuca berdiri dibelakang Mahalini dan Ziva. Ingin sekali Nuca memeluk Mahalini sekarang. Namun keadaan sedang tidak mendukungnya. Nuca berjalan mendekati Mahalini, bersamaan dengan itu, sebuah taxi berhenti di sebrang rumah Tiara.

Mahalini mencoba menyebrang jalan dan menuju taxi yang sedang menunggunya.
Sebuah mobil melaju kencang, Nuca yang menyadari hal itu langsung berlari dan menyelamatkan Mahalini. Suara teriakan Ziva membuat teman-temannya keluar dan berlari panik.

Lengan Nuca terluka cukup panjang, Nuca melindungi kepala Mahalini agar tidak terbentur, namun usahanya cukup gagal karna kening gadis itu mengeluarkan darah meskipun tidak banyak.

See, baru beberapa menit ia menjelaskan alasannya, sesuatu hal yang buruk langsung mengincar Mahalini.

***

Gimana? Udah senang belum Nuca berani jujur? Jangan marahi Nuca terus, kasihan tau. Udah berkorban, kalian marahi pula.

Salahkan aja Shakira yang mengacaukan keadaan.

Silahkan meninggalkan pesan untuk semua cast ya guys. Selamat membaca sayang-sayangku.

Big Love
Cayon!



Dan Selesai [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang