PROLOG

39.5K 714 4
                                    

Arabel menaikkan selimut sampai sebatas dada untuk menutupi tubuh telanjangnya. Dengan bersandar pada kepala ranjang, Arabel memperhatikan Elang yang sedang mengenakan kemeja. Pria itu datang ke apartemennya dipagi buta, hanya untuk menuntaskan hasrat yang belum tersampaikan.

Awalnya Arabel menolak karena ia baru saja tiba tadi malam setelah pergi keluar kota untuk pemotretan. Tubuhnya lelah, dan tentu butuh banyak istirahat, tapi Elang masih saja kekeh dengan keinginannya. Dan ia bisa apa, yang ia lakukan hanya pasrah dibawah kuasa si burung Elang itu.

"Kau seperti menganggapku jalang kak, selalu bergegas pergi setelah kita berhubungan." Arabel menatap langit-langit kamar, hatinya sedikit tercubit ketika mengingat Elang selalu meninggalkannya begitu saja setelah merasa puas.

Dia benar-benar merasa terhina dengan sikap Elang. 

"Ara." Pria itu berdesis tajam, memperingatkan wanita itu agar tidak lagi mengucapkan kalimat yang membuat telinganya terasa sakit. 

"Apa?" Arabel menatap Elang sinis.

"Jangan memulai pertengkaran!" ujar Elang tegas.

"Aku mengatakan yang sebenarnya."

Elang memasang kancing terakhir kemejanya, lalu menghampiri perempuan yang kini malah membuang wajah ketika ia mendekat. 

"Setelah ini aku akan rapat, kau tau itu." Elang duduk dipinggir ranjang, ia mendekatkan wajah, berniat memberi kecupan singkat kepada Arabel. Tapi, wanita itu langsung menghindar hingga Elang hanya bisa mencium pipinya.

"Kau selalu beralasan seperti itu kak." Arabel tersenyum masam.

"Pergilah." Arabel bergeser, menurunkan kaki jenjangnya dari ranjang hingga menyentuh lantai yang terasa sangat dingin ditelapak kaki.

"Aku sedang tidak berminat dengan bibirmu," lanjutnya

Dengan selimut yang membungkus tubuh rampingnya, Arabel berjalan santai menuju kamar mandi, hingga tiba didepan pintu, selimut yang semula menempel di tubuhnya perlahan luruh kelantai memperlihatkan kemolekan bagian dalam Arabel, yang lagi-lagi membuat Elang kehilangan fokus. Bahkan Arabel tidak lagi mempedulikan keberadaan Elang yang kini menatap dirinya penuh minat.

"Jangan menahan ku dengan cara seperti itu Ara." Elang menggeram rendah.

"Aku hanya akan mandi." Arabel menoleh sesaat, hingga Elang dapat melihat jelas bercak-bercak keunguan yang menghiasi tubuh bagian atas wanita itu.

Elang begerak cepat, menahan pinggang Arabel ketika perempuan itu akan masuk kedalam kamar mandi. "Kau pikir bisa mengusirku setelah bertingkah seperti ini."

Elang menghembuskan nafasnya, sebelum kecupan ringan mendarat ditelinga Arabel. Membuat perempuan itu bergidik sesaat karena meraskan hangatnya nafas Elang yang menerpa wajahnya.

"Aku ada urusan setelah ini, jadi tolong pergi." Arabel berusaha melepaskan cengkraman Elang dipinggangnya.

"Bukankah kau sedang kelelahan Ara? harusnya kau istirahat," tanya Elang yang kini mulai menggerayangi tubuh Arabel.

"Kak." Arabel melenguh kecil ketika Elang mulai menyentuh tubuhnya. "Berhenti kak, kau akan terlambat." 

Bukannya berhenti, Elang malah semakin bersemangat melanjutkan kegiatannya. Ia seolah lupa dengan segalanya, kecuali Arabela. Wanita yang benar-benar membuatnya gila.

Kali ini Arabel tidak lagi terbuai, dia menggigit keras lengan Elang yang berada di lehernya dan berlalu cepat masuk kedalam kamar mandi. Mengabaikan segala umpatan yang keluar dari mulut pria itu, dan segera memulai ritual mandinya.

"Sialan!"

Elang meringis ngilu, dia mengusap pelan bekas gigitan Arabel dan menatap tajam pintu kamar mandi di depannya seolah benda itu adalah Arabel. Jika saja hari ini dia tidak ada rapat, mungkin Elang akan mendobrak pintu ini dan membalas perbuatan Arabel. Tapi sayang, pekerjaannya lebih penting dari pada mengurusi sikap Arabel yang suka berubah-ubah.

"Ra, kakak berangkat," ujar Elang sebelum keluar dari apartemen.

"Aku tidak peduli!" balas Arabel yang masih terdiam di kamar mandi.

Arabel menatap pantulan tubuhnya di balik cermin yang luas. Terlihat menyedihkan, rambut acak-acakan, bibir yang sudah membengkak, dan ditambah bercak keunguan yang tertempel dipermukaan kulitnya. 

Setiap ia melakukan hal menjijikan itu, terbesit rasa sesal yang memupuk di hatinya. Arabel menyayangkan dirinya yang selalu menuruti semua perintah Elang, termasuk menyerahkan tubuhnya pada pria itu yang hanya dijadikan pemuas nafsu semata.

Tentu Arabel ingin lepas, tapi rasa cintanya membuat ia terikat pada pria itu. Dulu ia tidak berfikir panjang ketika Elang meminta kehormatannya dengan embel-embel cinta, tapi ternyata perasaan pria itu hanya bayangan semu belaka.

Dan hanya lah Arabel yang benar-benar tulus mencintainya.

***
Vote jika kalian suka dengan part ini:)

Sang SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang