"I can't handle it no more"

180 51 2
                                    

Satu per satu butiran putih turun memenuhi jalanan. Perlahan, aspal hitam sepanjang jalan mulai tertutupi oleh tumpukan es salju putih yang terlihat sangat lembut. Tak sedikit masyarakat asing yang ingin menyentuh bahkan tidur di atas tumpukan putih tersebut. Salju yang putih itu selembut kapas, kata mereka. Lain halnya dengan masyarakat yang tinggal di wilayah empat musim, musim dingin adalah salah satu hal yang terkadang menyebalkan. Hidup seperti di dalam lemari es dan harus menyalakan pemanas ruangan setiap saat. Seiring dengan bertambah tingginya tumpukan putih tersebut, semakin rendah pula suhu yang dihasilkan tiap waktunya. Semakin hari semakin berkurang pula aktivitas masyarakat sekitar yang dilakukan di luar rumah. Sebagian besar masyarakat memilih untuk menghangatkan diri mereka di depan perapian daripada membiarkan tubuh mereka membeku karena cuaca dingin yang ekstrim.

Sudah lebih dari dua minggu berlalu sejak malam pertama Fajri melihat butiran salju turun di depan matanya, itu tandanya sudah dua minggu lebih pula dia tak menginjakkan kakinya keluar rumah. Musim dingin masih menjadi sesuatu hal yang asing bagi Fajri, tubuhnya belum bisa menyesuaikan dengan suhu sekitar. Sudah lebih dari seminggu ini tubuh Fajri terasa tidak sehat, hampir setiap hari dia merasakan pilek. Fajri selalu memakai pakaian yang tebal meskipun dia hanya berada di dalam rumahnya 7×24 jam.

"Nih." Shella menaruh segelas susu hangat di atas meja samping Fajri.

Kini Fajri sedang duduk di depan perapian sembari memainkan game smartphone kesukaannya, tentunya dengan sebuah kain tebal yang menyelimuti punggungnya.

Satu...

Dua...

Tiga...

Hatchiii...

Untuk ke sekian kalinya, Fajri mengesekkan punggung tangan pada ujung hidungnya. Wajah Fajri sudah berubah seperti badut pada acara perayaan ulang tahun anak kecil. Wajah yang cukup pucat, dihiasi warna merah pada ujung hidung dan kedua pipi Fajri. Tak lupa, beberapa helai tisu yang sudah tak berbentuk pun menemani Fajri.

"Game lu simpen dulu, ini diminum susunya." Shella duduk di samping Fajri dengan malas.

Berbeda dengan Fajri, Shella tak terlalu merasa tersiksa dengan perubahan suhu yang sangat drastis. Shella pernah merasakan tinggal di Jerman selama beberapa tahun sebelum Fajri dilahirkan. Selain itu, Shella pernah mendapatkan beasiswa di Sydney pada saat SMA. Di sanalah Shella bertemu dengan Farhan, seniornya pada salah satu sekolah yang cukup terkenal di Sydney. Ketika lulus, Shella memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di Indonesia -menemani papah dan adik laki-lakinya. Begitu pula dengan Farhan, dia memutuskan untuk kembali menjalani hidup di Indonesia setelah mendapatkan gelar Bachelor di Sydney.

"Iya iya." Fajri menyimpan smartphone miliknya di atas meja setelah memenangkan satu match.

Fajri mengambil segelas susu yang berada di sampingnya. Gelas tersebut mungkin akan terasa sangat panas jika Fajri menyentuhnya dengan suhu yang ada di Indonesia. Namun, kali ini berbeda. Tidak langsung meminumnya, Fajri merapatkan genggamannya pada gelas tersebut dengan kedua tangan. Suhu panas yang dihasilkan gelas tersebut dapat sedikit menghangatkan tubuh Fajri. Sesekali Fajri meletakkan gelas tersebut pada kedua pipinya. Shella terkekeh kecil.

"Minum woy, keburu dingin." Shella menggeleng pelan melihat tingkah adiknya.

"Ini kyknya lebih enak dipake cuci muka daripada diminum." Ucap Fajri polos sembari menempelkan gelas pada pipinya.

"Mulai ngawur nih otaknya." Shella menyandarkan punggungnya pada kursi di belakangnya. Fajri terkekeh kecil.

Dengan satu tegukan, setengah air dalam gelas tadi berpindah ke dalam perut Fajri. Mulai dari mulut, kerongkongan, hingga lambung. Susu hangat itu mengalir cepat menghangatkan tenggorokan Fajri yang terasa kering sedari tadi.

Secret Admirer 2 || UN1TY × StarBe (ft. TNBGB 1 & 2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang