Satu tahun sudah berlalu, Fajri kini menginjak tingkat tiga di kampusnya. Fajri sudah cukup dikenal dalam kampus. Bukan hanya karena kedekatannya dengan Marsha, Fajri juga beberapa kali memenangi kejuaraan basket ternama mewakili nama kampus. Tiga tahun berada di Jerman bukanlah waktu yang singkat. Fajri mulai terbiasa dengan segala hal yang berhubungan dengan Jerman. Mulai dari cuaca, makanan, hingga karakteristik masyarakatnya. Hampir setiap hari Fajri berbicara dalam tiga bahasa sekaligus -Indonesia, Inggris, dan Jerman.
Perkembangan Fajri yang cukup pesat dalam tiga tahun terakhir tidak terlihat dari sisi percintaan. Arah dari hubungan Fajri kini semakin tidak jelas. Satu tahun terakhir Marsha selalu berusaha untuk dekat dengan Fajri. Tanpa sadar, Fajri mulai menyadari kehadiran Marsha cukup mengisi kekosongan hidupnya. Namun, Fajri selalu merasa bersalah ketika bertemu dengan Devin. Janji Fajri untuk membantu Devin seolah angin yang berlalu begitu saja.
"Vin, sorry." Fajri menunduk, rasa bersalahnya begitu besar.
"Bukan salah lu kok, Ji." Devin tersenyum tipis.
"Vin, gue..." Fajri mendongakkan kepalanya.
"Ji." Potong Devin dengan cepat. "Sejak awal, gue udah bilang. Dia mau lu, bukan gue." Devin menatap Fajri datar.
"Gue kagak bermaksud gitu, Vin." Fajri berusaha untuk meyakinkan Devin.
"Ji. Mau sekuat apapun gue berusaha, dia gak akan ngeliat gue di sini." Devin menghindari tatapan Fajri perlahan. "Gue harap, lu bisa jaga dia dengan baik mulai sekarang." Devin tersenyum tipis. "Gue kagak bakal ganggu kalian lagi." Devin kembali menatap Fajri.
"Vin, gue kagak mungkin bisa lakuin itu." Fajri menggeleng cepat.
"Lu bisa, Ji. Tugas lu sekarang cukup ikat dia dengan suatu hubungan." Devin menatap dalam Fajri.
"Kagak, Vin." Fajri menggeleng tidak yakin. "Gue kagak mau nyakitin dia lebih dalam lagi." Lanjut Fajri.
"Lu gantung dia selama ini, lu pikir itu kagak nyakitin dia?" Tanya datar Devin.
"Tapi kagak untuk suatu hubungan, Vin." Fajri menggeleng pelan. "Gue kagak mau bercanda tentang itu."
"Lu anggep kedekatan lu sama dia selama ini adalah sebuah candaan?" Tanya Devin cepat.
Fajri terdiam, menunduk perlahan.
"Ji." Marsha menggoyangkan tubuh Fajri perlahan.
"Eh, i... Iya." Fajri menoleh ke arah Marsha cepat, lamunannya seketika buyar. "Kenapa, Sha?" Tanya Fajri pelan.
"Kamu gak apa-apa, kan? Lagi mikirin sesuatu?" Marsha mengerutkan dahinya.
"Eng... Bukan apa-apa kok." Fajri menggeleng pelan, tersenyum tipis.
"Jadi gimana?" Tanya Marsha, mengalihkan topik pembicaraan.
"Hah?" Refleks, ucapan tersebut keluar dari mulut Fajri. "Gi... Gimana apanya?" Tanya Fajri pelan.
"Ish, daritadi aku ngomong gak didenger ternyata." Marsha memanyunkan bibirnya.
"Ma... Maaf." Fajri tersenyum canggung sembari menggaruk leher belakangnya yang tak gatal. "Jadi, tadi ngomong apa?" Tanya Fajri berusaha lembut mungkin.
"Akhir bulan ini kamu free, kan?" Marsha mengulang pertanyaannya.
"Akhir bulan ya..." Ucap Fajri pelan sembari berusaha untuk menggali ingatannya. "Emang ada apa, Sha?" Fajri kembali menatap Marsha heran.
"Tuh, kan. Pasti lupa." Marsha membuang wajahnya kesal.
"Eh?" Fajri menerawang jauh, berusaha untuk mengingat sesuatu hal yang mungkin dia lupakan. "Akhir bulan..." Fajri memeriksa kalender digital pada smartphone. "OH." Fajri berhasil mengingat sesuatu. "Duh, maaf banget aku lupa." Fajri memegang kedua lengan Marsha, berusaha membalikkan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer 2 || UN1TY × StarBe (ft. TNBGB 1 & 2) [END]
Fanfiction"Mereka adalah kisah dari masa lalu, bolehkah kita menjalani masa depan bersama?" -Videmarsha Anasuciara Prasbawara "Banyak yang berusaha untuk meluluhkan perasaanku. Namun, percayalah aku selalu menyiapkan ruang untukmu di hatiku." -Kezia Lizina Al...