****
"Dia ngelakuin itu gara-gara disuruh sama Arga," balas Arya menatap Bila yang kembali terkejut. Sungguh, hari ini sangat mengejutkannya.
"Gak. Itu gak mungkin. Dari mana Azriel tau tentang abang gue?" tanya Bila seraya menggeleng cepat.
"Jadi, dia ngelakuin itu semua tanpa alasan?" Arya malah bertanya dengan alis yang sedikit terangkat.
"Mung-mungkin aja dia cuma mau hancurin hidup gue," balas Bila gugup. Dia sebenarnya tidak tau.
Arya berdecak, dia menyandarkan bahunya di kursi.
"Hancurin? Itu juga perlu alasannya, 'kan?" tanyanya membuat Bila diam.
"Ah, oke. Gue gak tau. Tapi, kenapa lo ngomong gitu?" Bila memilih menyerah. Dia menatap Arya dengan tatapan penasaran.
"Karena gue ngomong yang sebenarnya biar lo gak salahpaham," jawab Arya santai. Dia melirik jam yang berada di tembok cafe, jam menunjukkan pukul setengah lima sore.
"Kenapa lo yakin banget kalo ucapan lo benar?" tanya Bila lagi. Dia masih merasa belum merasa percaya.
"Gue udah bilang. Aulia sering ngasih gue informasi. Dia bilang kalo pria yang ngaku pacar lo itu, ngelakuin suruhan dari Arga," balas Arya seraya memposisikan tubuhnya menjadi duduk tegak. Tangannya mengambil coffe latte, lalu meminumnya secara perlahan.
"Kalo emang benar, apa alasannya? Kenapa Azriel menuruti suruhan dia buat ngelakuin itu ke gue?" tanya Bila sedikit tidak santai. Ia sedikit kesal sekaligus bingung.
"Karena lo," jawab Arya membuat Bila mengerutkan keningnya.
"Gue? Kenapa?" Gadis imut itu semakin penasaran.
"Lo mau tau alasannya, 'kan?" Ucapannya membuat Bila diam, dia menunduk sekejap, lalu mendongak menatap Arya dengan raut wajah shock.
"Jadi, dia ngelakuin itu demi tau alasannya?" Arya mengangguk pelan.
"Tapi, itu gak mungkin. Kenapa Azriel ngeiyain? Dia udah janji bakal buat bahagia. Tapi enapa malah sebaliknya?" Nada kecewa dan ketidakmungkinan itu terdengar jelas. Bila memang tidak terang-terangan, tapi sangat terlihat dari nada dan tatapannya.
"Gue gak tau. Kalo lo kecewa, ngomong langsung sama dia. Jangan di depan gue kayak gini," Arya bukannya tidak suka, ia hanya tidak tega.
"Apa yang gue pikirin dulu? Ini gak sesuai. Gue nyesel udah bayangin hal yang gak terjadi sekarang," gumam Bila menahan agar air matanya tidak tumpah dihadapan Arya.
"Pulang ke rumah, menangislah sekencang mungkin biar abang lo dengar," suruh Arya membuat Bila menatapnya dengan tatapan bingung.
"Kenapa gue harus nangis kencang di rumah?" tanya Bila.
"Karena itu aturannya. Kalo lo nangis sampai terdengar olehnya, dia bakal ngasih tau Azriel alasannya. Lo bakal ngelakuin itu, 'kan?" Arya menatap Bila yang kembali menunduk seraya berpikir.
"Makasih karena udah bilang alasannya. Sekarang gue gak ngerasa penasaran lagi. Masih ada sih, cuman nanti juga bakal tau sendiri." Bila malah mengucapkan terima kasih dengan senyum manis yang terlihat jelas di bibirnya.
"Sama-sama. Gue cuma mau ini semua berakhir. Gue gak nyaman sekolah dengan ancaman dari dia." Arya membalas senyumannya. Nadanya juga terdengar lembut, tidak seperti biasanya.
"Gue gak percaya ternyata lo orang baik," celetuk Bila membuat Arya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jadi, selama ini lo anggap gue cowok jahat?" tuduh Arya kepada Bila yang menggeleng cepat.
"Gak, bukan gitu. Gue pikir lo gak akan pernah ngobrol sama gue kayak gini." Bila berkata jujur.
"Apa gue sedingin itu?" tanya Arya penasaran.
"Dinginnya melebihi sepuluh kulkas!" kata Bila mengangguk cepat. Pria yang dahinya terbuka itu, tersenyum simpul mendegar ucapan gadis berwajah imut tersebut.
"Ayo pulang," ajak Arya seraya menarik tangan Bila keluar dari cafe ini.
"Jangan antar gue pulang. Gue bisa pulang sendiri," kata Bila seolah mengetahui jika Arya akan mengantarnya pulang.
"Gue yang bawa lo pergi, harusnya gue juga yang bawa lo pulang. iya, 'kan?" kata Arya santai. Bila menghela napas pelan, dia pun pasrah dan mengiyakan.
********
"Ada apa? Kenapa kamu nangis?" tanya Arga karena mendengar suara tangisan sang adik yang sangat kencang. Dia terkejut karena biasanya Bila selalu menangis tanpa suara.
"Aku kecewa, Kak," jawab Bila seraya memeluk Arga yang membalas pelukannya.
"Kecewa? Karena apa? Siapa orangnya?" Arga bertanya tiga pertanyaan sekaligus.
Bila melepaskan pelukannya. Pria berwajah sangar namun sering berkata dengan nada lembut itu, mengusap air mata yang baru saja keluar dari matanya. Bila masih belum menyangka jika kakaknya adalah penyebab penderitaannya.
"Karena Azriel. Dia buat aku menderita selama satu minggu terakhir. Aku kecewa banget, aku pikir dia cinta sama aku, tapi ternyata dia malah buat hati aku sakit," curhat Bila membuat Arga sedikit terkejut. Nada ucapannya tidak terlihat kebohongan sedikitpun.
"Azriel? Di mana rumahnya? Kakak bakal buat dia nyesel karena udah buat adik kesayangan kakak ini nangis kayak gini," ucap Arga pura-pura bingung. Dia juga mengusap lembut rambut panjang Bila yang tidak diikat.
Bila menggeleng tidak setuju mendengar ucapan awal. "Gak usah, Kak. Biarin aja dia tenggelam dalam penyesalan." Dia benar-benar pandai bersandiwara. Entah siapa yang mengajarinya atau melihat dari mana.
"Oke kakak gak bakal ngelakuin itu. Tapi, kalian udah putus, 'kan?" Arga memastikan.
"Iya. Aku langsung mutusin dia. Intinya aku bener-bener kecewa." Bila mengangguk cepat, lalu menghela napas panjang.
"Gak usah cemas. Kamu pasti bakal ketemu sama cowok yang jauh lebih baik dari dia," kata Arga seraya berdiri. Dia tersenyum hangat, tangannya mengacak lembut poni Bila.
Bila mengiyakan dengan senyum manisnya. Saat Arga hendak pergi, Bila mencegahnya. Arga tentunya bingung.
"Ada apa?" tanyanya.
"Ada yang mau aku tanyain, kak," kata Bila setelah melepaskan tangannya dari pergelangan tangan sang kakak.
"Apa? Tanyain aja." Arga kembali duduk di atas tempat tidur milik gadis imut itu.
Bila menghela napas pelan. Lalu mulai menatap Arga dengan raut wajah serius. "Kakak serius relain perusahaan buat aku?" Arga langsung diam.
"Iyalah. Itu permintaan orang tua kamu," balas Arga setelah berfikir cepat. Dia tersenyum kaku.
"Kakak gak benci aku karena masalah itu, 'kan?" tanya Bila lagi.
"Kenapa kamu nanya?" Arga seharusnya menjawab, bukan malah mengajukan pertanyaan.
"Aku cuma penasaran," jawab Bila tersenyum seraya menunduk sekejap.
"Kamu ngerasain apa setelah kejadian itu? Kamu ngerasa aku benci sama kamu?" Arga kembali bertanya. Raut wajahnya berubah menjadi serius, namun nadanya terdengar santai.
"Nggak. Aku gak ngerasainnya," balas Bila jujur. Dia tidak merasakan sorotan, kelakuan, dan sikap Arga yang seperti membencinya.
"Gak terasa kejadian itu lima tahun yang lalu," kata Arga tersenyum tipis. Bila mengangguki ucapannya.
"Tiga hal yang kamu benci?" tanya Arga menatap Bila dengan raut wajah penasaran.
"Diabaikan, dibenci, dan dikecewakan." Nadanya santai, lagipula dia mengatakan kejujuran.
"Kamu mau tau tiga hal yang aku benci?" tawar Arga. Bila mengangguk cepat.
"Sandiwara, luka, dan kehilangan." Arga tersenyum simpul, namun tatapannya menyiratkan ketidaksukaan. Bila terkejut, dia langsung teringat sesuatu.
*******
Revisi 01.06.2022, 21.02
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened? (TAMAT)
Novela Juvenil**** Bagaimana rasanya dijauhi oleh semua murid secara tiba-tiba? Nabila hanya merasa bingung sekaligus ingin tau alasan mereka melakukan itu. Jika hanya beberapa orang, ia memaklumi, mungkin orang itu tengah mempunyai masalah. Namun, ini semua muri...