******
"Sandiwara, luka, dan kehilangan." Arga tersenyum simpul, namun tatapannya menyiratkan ketidaksukaan. Bila terkejut, dia langsung teringat sesuatu.
"Kakak pergi dulu, ya. Tidur, jangan terlalu dipikirin," lanjutnya seraya berdiri dan mengusap lembut kepala Bila. Tanpa menunggu tanggapan sang adik, Arga sudah keluar dari kamar bernuansa hello kitty tersebut.
"Sindiran buat Mama?" gumam Bila setelah berfikir maksud ucapan Arga.
Ibunya Bila seorang pelakor di keluarga Arga yang dulunya baik-baik saja. Dia bersandiwara, membuat luka di hati Arga dan ibu kandungnya. Karena terlalu tertekan, istri pertama ayahnya itu meninggal dunia lima tahun yang lalu. Sekitar satu minggu kemudian, ayahnya menentukan siapa pemilik perusahaannya nanti. Ternyata bukan Arga, melainkan Bila. Gadis imut itu, sekarang mengerti.
"Ternyata karena itu. Maafin aku, Kak," lirih Bila dengan kedua mata yang kembali berkaca-kaca.
Dia merasa Arga pantas melakukannya, meskipun bukan kesalahannya. Ayahnya selalu fokus bekerja, kakaknya tinggal di apartemen, ia tinggal sendiri. Tapi sedikit lebih baik karena ada tiga art di rumahnya. Ibunya memang selalu ada di rumah, namun selalu sibuk dengan urusannya sen
*******
Azriel mengetuk pintu apartemen Arga, raut wajahnya datar, sebelah tangannya dimasukkan ke dalam saku hoodie. Jam menunjukkan pukul delapan malam. Tidak butuh waktu lama, pintu apartemen terbuka. Memperlihatkan seorang wanita yang tidak lain adalah Aulia.
"Azriel? Kenapa lo ke sini?" tanyanya bingung. Penampilan Aulia tertutup, namun wajahnya tidak sesegar dulu.
"Di mana Arga?" Bukannya menjawab, Azriel malah bertanya.
"Dia pulang ke rumah. Mungkin nginap." Aulia berkata jujur.
"Udah gue duga lo bakal datang ke apartemen gue malam ini. Jadi, gue gak jadi nginap," sahut Arga tersenyum sinis menatap Aulia dan Azriel yang membalikkan badannya.
Azriel hanya diam dengan raut wajah yang tidak berubah.
"Masuklah. Lo mau dengar alasannya, 'kan?" suruh Arga membuat Aulia membuka pintu apartemennya lebar-lebar. Azriel menurut, dia masuk, begitu juga dengan Arga.
"Ternyata lo kejam. Bila nangis sangat kencang, terlihat sangat menyedihkan," kata Arga seraya mendudukkan tubuhnya di sofa.
"Gue tau," balas Azriel santai. Dia duduk di hadapan Arga.
"Jangan-jangan lo ngedeketin dia cuma mau tau alasannya? Bukan cinta sama dia?" tebak Arga membuat Azriel diam.
"Cepat bilang! Jangan membuang waktu gue." Azriel mengalihkan topik pembicaraan.
Arga tersenyum miring.
"Kalo mau tau dari awal, nanti Aulia yang nyeritainnya. Gue cuma mau bilang alasan Bioa bisa dijauhi," jelasnya menatap Azriel yang memasang raut wajah penasaran.
"Gue benci sama dia. Lo udah tau, dia bukan adik kandung gue. Seluruh murid jauhin dia gara-gara takut sama ancaman gue. Gue ngancam kalo ada yang deketin Bila, mereka bakal terluka dan lima orang meninggal dunia. Tapi, itu cuma tiga bulan, gak kurang gak juga lebih," lanjut Arga membuat Azriel terkejut. Nada pria itu terdengar santai.
"Lima orang? Siapa?" tanya Azriel ingin tau.
"Dia, terus orang yang dirawat di Malaysia, lalu Amira, Rio, dan sepupu lo." Lagi, nada itu seolah mengatakan hal mudah.
"Dirawat di Malaysia? Siapa?" Azriel kembali bertanya karena ingin tau. Sekarang dia mengerti kenapa sepupunya selalu menekannya untuk menjauhi Bila. Ternyata ini alasannya, Azriel mulai memaklumi.
"Namanya siapa?" tanya Arga kepada Aulia yang tengah memanaskan air untuk membuat kopi.
"Azriel, dia Rega. Teman masa kecil kita," kata Aulia menatap Azriel yang langsung membulatkan kedua matanya.
"Rega yang benci sama lo?" tebak Azriel. Aulia mengangguki pertanyaan darinya. Pria tampan itu semakin terkejut dibuatnya.
"Itu dulu, sekarang dia mencintai Aulia," sahut Arga menatap Azriel yang kembali terkejut.
"Apa? Tapi, kenapa dia bisa dirawat?" Azriel penasaran.
"Gue hampir bunuh dia," balas Arga seraya memakan camilan pedas yang berada di meja.
"Hampir bunuh? Kenapa?" Kedua mata Azriel hampir keluar saking terkejutnya.
"Karena dia pacaran sama Aulia. Gue benci, Aulia cuman milik gue. Gak ada yang boleh milikin dia," tegas Arga yang merubah raut wajahnya menjadi datar.
Azriel menganga, lalu menghela napas kasar. "Lo udah gila?! Cuma gara-gara masalah itu lo hampir buat nyawa seseorang menghilang. Lo harusnya ngomong baik-baik, jangan asal buat dia hampir meninggal. Dan juga, jangan egois!" Dia malah mengomel dengan nada dan raut wajah kesal.
"'Gila?! Cuma?! Egois?! Ke mana sopan santun lo?!" Arga sama halnya kesal. Mereka berdua tidak menggunakan nada tinggi, melainkan penuh penekanan dan kekesalan.
"Gue juga gak tau. Entah hilang ke mana," balas Azriel lesu. Arga rasanya ingin memukul pria menyebalkan itu, namun dia tidak mau membuat apartemennya acak-acakan.
"Kesalahan apa yang Bila lakuin sampai lo benci sama dia?" tanya Azriel tanpa menatap wajah Arga sedikitpun, dia menunduk seraya memikirkan perasaan Bila yang kecewa kepadanya.
"Dia gak ngelakuin kesalahan," tutur Arga sama halnya tidak menatap wajah lawan bicaranya. Dia menatap ke arah Aulia dengan pikiran yang tidak karuan. Mungkinkah, dirinya merasa bersalah?
"Terus kenapa lo benci?" tanya Azriel mulai menatap wajah Arga dengan tatapan bingung.
"Ibunya udah buat ibu guemeninggal." Ucapannya membuat Azriel membulatkan kedua matanya.
"Tapi, seharusnya lo ngelampiasinnya sama ibunya, bukan anaknya," kata Azriel kembali merasa bingung.
"Gak mau. Bila yang harus ngerasainnya," jelas Arga menatap Azriel yang sangat terkejut dibuatnya.
"Sampai kapan lo akan benci sama Bila?" tanya Azriel lagi. Dia ingin tau semua tentang Bila.
"Minggu depan." Arga berucap dengan nada santai. Ia menghela napas panjang setelah melihat Aulia dari kejauhan. Sepertinya ia memang merasa bersalah.
"Kenapa harus minggu depan?" Pertanyaan dari Azriel membuat Arga memijat pelipisnya.
"Berhenti. Jangan nanya lagi. Nanti juga bakal tau sendiri. Jadi, cepat pergi dari apartemen gue," usir Arga menarik tangan Azriel untuk berdiri.
"Kenapa? Gue mau tau." Azriel bingung, tubuhnya di dorong keluar oleh Arga.
"Lebih baik manfaatin waktu lo buat minta maaf sama Bila," suruh Arga menatap Azriel yang diam sesaat. Arga pun menutup pintu apartemennya tanpa menunggu jawaban dari pria berwajah tampan itu.
"Kalo gue minta maaf, emangnya dia bakal maafin gue?" batin Azriel setelah memikirkan ucapan Arga. Dirinya sangat terkejut hari ini.
*******
Bila menunduk dengan langkah kaki pelan menuju kelasnya, ia lesu karena biasanya selalu berjalan berdua dengan Azriel. Netranya tidak sengaja menatap sepatu yang berada di hadapannya. Bila menengadah, menatap pemilik sepatu pria itu. Senyum manisnya terukir jelas di bibirnya. Namun, orang yang berdiri dihadapannya terlihat memasang wajah datar.
"Hai," sapa Bila kaku. Dia baru teringat kejadian kemarin. Bukannya mendapat balasan atau senyuman, ia malah ditinggalkan begitu saja.
"Kok?" Bila menatap punggung Azriel yang mulai menjauh dari pandangannya. Ia bingung sekaligus sedikit kecewa.
"Keliatan gak ngerasa bersalah. Nyapa aja nggak, apalagi minta maaf. Kejam banget," gerutu Bila. Dia merasa Deja Vu dengan sikap Azriel yang dingin seperti saat pertama kali berusaha dia dekati.
*******
Revisi 01.06.2022, 21.14
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happened? (TAMAT)
Dla nastolatków**** Bagaimana rasanya dijauhi oleh semua murid secara tiba-tiba? Nabila hanya merasa bingung sekaligus ingin tau alasan mereka melakukan itu. Jika hanya beberapa orang, ia memaklumi, mungkin orang itu tengah mempunyai masalah. Namun, ini semua muri...