Letiza (POV)
Hambar, ya itu yang kurasakan sekarang. Jauh dari orangtua dan juga teman-teman, jauh dalam artian tidak lagi bisa bersama menghabiskan waktu lebih banyak lagi. Dulu mungkin aku bisa menemui Mami sesuka hatiku. Tetapi sekarang, aku hanya bisa menemui keluargaku jika aku dan Dika kerumah Mami.
Aku tidak mungkin datang kerumah Mami tanpa Dika, bisa-bisa di tanya ini itu. Rumah baru, suasanan baru dan kehidupan baru, kuharap aku bisa menjalani kehidupan ini kedepannya. Meskipun harus berhadapan dengan laki-laki yang di awal pertemuan saja sudah menyakiti egoku sebagai wanita.
Aku beranjak menyiapkan makan malam, satu minggu setelah pernikahan pekerjaanku hanya sebatas membuat sarapan pagi dan makan malam saja. Bahkan berbincang dengannya pun tidak pernah, kecuali ada yg perlu di bicarakan saat itulah aku dan Dika saling bicara.
Pekerjaanku sekarang tidak lebih dari seorang gadis yang kesepian. Tidak memiliki teman dan hanya sendirian di dalam rumah yang terlalu besar untuk aku isi dan dia, tetapi apa yang harus ku lakukan dengan keinginan kedua keluarga yang baru bersatu?
Aku terdiam melihatnya. Ya dialah suamiku Radika, bahkan hidup kami tidak lebih baik dari sebuah pernikahan pura-pura. Aku menghela nafas pelan, sampai kapan aku akan menjalani kehidupan seperti ini tuhan?
"Apakah kau tidak bosan menyiapkan makan malam setiap hari?" Tanyanya. Sesak didadaku mendengar ucapannya."Aku memasak untuk diriku, dan jika kau mau kau boleh memakannya," ujarku tanpa melihatnya. Dia berjalan kearahku. Apakah kali ini dia akan memakan masakanku? Karena selama seminggu ini dia memang tidak pernah menyentuhnya.
Dia meraih seporsi nasi serta lauk pauknya, aku hampir saja menarik sudut bibirku untuk membentuk sebuah senyuman. Namun surut begitu saja saat satu porsi nasi itu dia buang kedalam tong sampah.
"Jika kau ingin makan maka masaklah untuk dirimu, jangan pernah memasak untukku. Aku terlalu lelah mengabaikan masakanmu, kuharap dengan apa yang ku lakukan kau bisa berpikir." ini sudah benar-benar keterlaluan. Aku bisa biasa saja jika dia hanya mengabaikan semua masakanku, tetapi aku tidak suka dia membuangnya. Dia boleh tidak menghargaiku, tetapi bisakah dia menghargai nikmat Tuhan bahkan sedikit saja.
"Sudah cukup, aku tidak mengapa jika kau tidak menyukai semua yang kulakukan. Tetapi bisakah kau tidak membuangnya seperti itu? Setidaknya hargai tuhan yang masih memberimu kesempatan menghargai nikmatnya," aku berdiri.
"Aku berharap secepatnya kau memutuskan untuk kehidupanmu. Karena aku sudah tidak tahan untuk hidup bersama manusia yang tidak memiliki hati seperti dirimu" Ku langkahkan kakiku menuju kamarku. Ya Tuhan bisakah ini semua berakhir?
**
Aku keluar dengan pakaian tangtop di padukan dengan jaket kulitku serta skny jeans dan hightbootku, aku sudah biasa keluar malam seperti ini. Ya aku memang bekerja di malam hari. Seperti apa pekerjaanku nanti kalian akan mengetahuinya sendiri.
"Apakah begini kelakuan seorang gadis terpandang? Bahkan semua orang tahu jika kau sudah bersuami." Bisakah mulutnya tidak se pedas itu ketika berbicara?
"Aku tidak pernah mengurus apapun yang kau lakukan. Pekerjaan apapun yang kau kerjakan pun tidak pernah ku campuri. Jadi tetaplah berada di batasanmu seperti apa yang aku lakukan pada diriku. Ini hanya pernikahan atas balas budi, tidak perlu kau bersikap seolah-olah kau suami yang patut menjadi panutan," Aku berjalan menuju garasi.
"Apakah kedua orang tuamu tidak mengajarkan sopan santun padamu, seharusnya sikap seorang gadis yang terpandang tidak seperti dirimu." Teriaknya.
"Aku tidak harus bersikap sopan dengan orang sepertimu" Ku gas mobilku sampai bandnya berdecit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Wife
Romance"Jangan pernah berharap aku akan menyukai pernikahan ini apalagi menyukai dirimu. Karena itu hanya akan ada di dalam mimpi gadis menyedihkan layaknya dirimu." Kata itu tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Jika dia berpikir bisa mengintimidasi...