SEVEN

23.1K 1K 26
                                    

Author (POV)

Siang hari menjadi waktu yang paling di nikmati untuk orang-orang yang tidak memiliki aktifitas. Tidur di siang haripun menjadi aktifitas yang sangat di sukai oleh orang-orang seperti Gadis yang satu ini, dia begitu menikmati tidur siangnya. Ya dia memiliki waktu tidur di siang hari sementara malam hari dia selalu berkeliaran layaknya kelelawar.

Dia menggeliat di dalam tidurnya saat terasa tidurnya tidak nyaman, mata yang berlensa warna coklat madu itu perlahan membuka dan mengerjap beberapa kali sampai pada saat ia merasakan sesuatu yang menggelitik dibawah selimutnya.
"Om my gosh," seketika kaki cantiknya menendang sesuatu di dalam selimutnya.
"Arghh apa yang kau lakukan tahukah kau aku sedang tidur?" Tanya suara yang sangat familiar di telinga Dita.
"Ya Tuhan KAU, APA YANG KAU LAKUKAN DI KAMARKU SIALAN?" Dita seketika meneriakan isi kepalanya.
"Apa yang aneh dengan aku yang berada dikamarmu. Bahkan kita ini suami istri jika kau lupa," Dengan santainya Dika berucap.
"Sejak kapan kau menyukai kalimat sialan itu huh. Bahkan sejak aku datang di kehidupanmu aku tidak lebih berharga dari seonggok sampah," Dita bukan tidak menyukai kata tersebut. Tetapi dia benci dengan keadaan yang mengingatkan dimana pria di depannya begitu menyakitinya. Jika saja dia boleh memilih dia lebih ingin merasakan sakit di bilah pisau daripada sakit di hati yang seumur hidup tidak akan pernah bisa disembuhkan.
"Aku, aku bisa menjelaskannya," Dika terpekur melihat kesakitan yang di pancarkan oleh kornea mata berwarna coklat madu tersebut.
"Sudahlah sebaiknya kau keluar, aku ingin membersihkan diri," Dita berjalan menuju lemari.
"Aku, aku minta maaf," Ujar Dika lirih. Dia tahu kali ini dia percaya dengan apa yang dia rasakan, dia telah benar-benar jatuh cinta pada istrinya.
"Kenapa baru sekarang, setelah luka itu kau gores begitu dalam," Dita menghapus kasar airmatanya, dia tidak akan menangis untuk pria seperti Radika.

Dika meremas rambutnya kasar, ini salahnya. Seandainya saja dulu dia mau memulai tanpa melukai harga diri wanita itu terlalu dalam maka semuanya tidak akan serunyam ini. Penyesalan memang selalu datang belakangan. Bisakah dia berharap untuk masa depan yang cerah dengan Letiza anindita istrinya?

Dita beranjak cepat saat Dika memasuki ruang keluarga. Dita memang memutuskan untuk menjauh dari Dika beberapa waktu untuk memulihkan rasa sakit yang kembali di goreskan oleh Dika. Seandainya saja hidup itu semudah yang terlintas di pikirannya mungkin rasa sakit bukanlah masalah besar baginya.

Dika yang melihat sikap Dita hanya bisa mengelus dada perlahan, ini memang salahnya terlalu menyakiti gadis itu. Dia tidak aka membenarkan tindakannya yang salah untuk kali ini,
"Tetaplah disana, aku yang akan pergi. Aku hanya ingin minum sebentar," terangnya sebelum Dita benar-benar menghilang dari pandangannya.
"Terimakasih," Dita menatap dalam kearah piring berisi makanannya. Egoiskah ia memperlakukan Dika demikian? Apakah dia keterlaluan saat dia mengacuhkan pria itu demi keselamatan hatinya?
"Aku akan keluar kota untuk 3 minggu kedepan, sekali lagi maafkan aku." Dika menatap Dita sekilas, dia hanya bisa menarik nafas lelah saat Dita tidak memberi respon sama sekali. Akhirnya Dika memutuskan untuk kembali kekamarnya.

**
Letiza (POV)

Salahkah aku jika aku berusaha menjaga hatiku? Egoiskah aku jika aku mengabaikan dirinya? Jika ya, apa yang bisa ku lakukan saat dengan mudahnya dia mempermainkanku tanpa memikirkan akibat dari ucapannya sewaktu dulu? Aku tidak meminta dia bersikap baik padaku jika pada akhirnya semuanya akan kembali seperti awal kami bertemu. Dan aku juga tidak berharap untuk dia berusaha memperhatikanku.

Aku menghapus jejak air bening yang sejak tadi membasahi pipiku. Aku tidak akan mendapatkan apapun jika yang kulakukan hanya menangis. Lebih baik aku menghubungi Felicia, ku tekan nama yang tertera disana.
"Ya sayang, kemana saja kau. Aku pikir kau sudah melupakanku" Ujarnya dengan sedih.
"Aku terlalu banyak masalah untuk melupakanmu, bagaimana kabarmu? Maaf untuk tidak menghadiri pesta pertunanganmu, aku terlalu sibuk menyembuhkan hatiku sendiri," Ujarku lemas. Sesungguhnya aku merasa bersalah sebab dia yang menemaniku di saat menjelang pernikahanku dulu.
"Oh soal itu, santai saja sayang. Bertunangan dengan pak tua itu tidak semenyeramkan kenyataannya. Bahkan aku mulai jatuh cinta padanya, kurasa." Aku tersenyum saat tahu jika gadis dari marga lambert ini telah merasakan jatuh cinta.
"Aku juga tidak berpikir dua kali untuk menolak seorang Mr. Rode mengingat caranya mendekatimu sangat gentel," Balasku.
"Lalu, bagainana denganmu?" Tanyanya mengingatkanku akan kejadian belakangan yang menimpa pernikahanku.
"Apa yang kau lakukan jika aku berkata Dika mulai mengatakan ingin memulai pernikahan kami dengan cara yang semestinya," Ujarku lirih.
"Apakah dia secepat itu berubah?" Tanya Felicia kurang yakin.
"Entahlah yang jelas dia berucap seperti selama ini kami baik-baik saja," Balasku tak kalah lirih.
"Aku sarankan jangan melakukan apapun dulu yang dia inginkan. Dia bahkan sudah menginjak-injak harga dirimu jauh sebelum ini, lalu bagaimana bisa dia memintamu semudah itu? Aku tidak habis pikir ada manusia seperti dirinya," Aku menunduk meski dia tidak dapat melihatnya.
"Dengarkan aku baik-baik, seseorang yang awalnya baik saja bisa menjadi sangat jahat, apalagi yang awalnya jahat. Oke dia tidak jahat seperti memukul tetapi dia memiliki lidah yang bahkan mengalahkan tajamnya pisau," Ujarnya.
"Jika rasa ucapannya seperti di serang samsat, mungkin sakitnya sudah lama hilang," Ujarku membenarkan ucapan Felicia.
"Aku tidak akan segan-segan menyuruh Daddy menghancurkan usahanya jika dia berani terus-terusan mempermainkanmu, Axel siap menerimamu kapan saja. Aku sudah menanyakan itu sejak dulu," Ujarnya.
"Jangan konyol Fely, bahkan aku tidak akan sampai berpikir kesana. Dia pria yang baik, bahkan wanita manapun bisa bertekuk lutut padanya. Dan aku dan dia hanya cinta monyet yang terjadi saat umur kita masih sangat kecil." Ujarku.
"Aku tahu, tetapi kalian pernah bersama dan aku tahu kakak ku itu sampai sekarang masih nenyimpan hatinya untukmu itu menurutku.." Aku tahu itu, tetapi apa yang bisa kulakukan mengingat kisah cinta kami hanya semasa elementary school.
"Dia bisa mendapatkan wanita yang lebih baik," Ujarku lagi, ya tidak ada yang spesial dalam hidupku.
"Tentu, tetapi dari semua yang terbaik. Mommy lebih menginginkanmu yang jadi menantunya." Ya Tuhan bagaimana ini bisa serumit yang tidak pernah ku bayangkan.
"Baiklah, jika dia bisa menerima seorang janda mungkin aku bisa pertimbangkan lagi nanti. Aku harus bekerja, kau tahu sendiri aku tidak nemiliki pria seperti Mr. Rode yang di pertemuan pertama sudah memberimu kejutan terus-menerus," Balasku terkekeh mengingat dulu dia sangat kesal kepada Gautam.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan, enyahkan hal konyol itu dari kepala cantikmu. Aku tidak akan segan-segan menyuruh tunanganku itu membuat suamimu bangkrut jika dia terus mempermainkanmu," Balasnya dengan nada yang terdengar kesal sekaligus khawatir.
"Aku tahu kau bisa diandalkan. I love u litlle princess," Ujarku tertawa.
"Aku akan bersuami sebentar lagi. Stop memanggilku dengan kata itu," Sewotnya.
"Baiklah, sampai bertemu di pesta pernikahanmu bulan depan," Ujarku tertawa.
"Baiklah, jika kau tidak ada pasangan aku bisa menyewakan Axel. Kita bisa negoisasi nanti, hahaha" inilah dia gadis yang bahkan dalam hidupnya selalu dilimpahi kasih sayang.
"Tentu, kalau begitu bye," Aku menutup telephone ku.

Aku menatap handphone ku dengan perasaan lebih lega sekarang, ya pendapat tentang berbagi masalah itu ternyata benar adanya. Buktinya aku merasa sesak itu berkurang setelah membaginya dengan Felicia, gadis kecil itu tidak pernah berubah bahkan saat dia sudah mau menjadi istri. Oh Gautam, betapa beruntungnya Felicia mendapat laki-laki seperti Gautam, ketukan di pintu membuatku mengalihkan perhatianku.
"Aku hanya ingin pamit, kuharap 3 minggu setelah ini kita bisa mendapat titik terang untuk rumah tangga kita." Ujarnya.
"Aku tidak ingin mengatakan apapun," Balasku menunduk, aku tidak akan sanggup untuk melihat wajahnya dalam waktu dekat.
"Baiklah, aku tidak akan lelah untuk menunggu," Ujarnya hendak mendekat kearahku.
"Pintunya di belakangmu," Ujarku.

Bukannya dia membalikkan tubuhnya dan pergi dia malah terus berjalan kearahku. Aku jadi semakin takut melihatnya, dan aku beringsut saat dia menunduk dan wajah kami bahkan tidak sampai berjarak 4 cm.
Cupp
"Kuharap ini bisa membuatku untuk bertahan akan kesalahanku sendiri," Dia beranjak setelah berhasil memgecup ubun-ubunku. Apa maunya sebenarnya, ku raba ubun-ubunku.

Dia hanya berusaha menggoyahkan hatimu, batinku seakan mensugesti tentang sikapnya.

**
Radika (POV)

Aku tahu aku salah, ini bahkan baru 9 bulan pernikahan kami tetapi aku malah sudah mengingkari kata-kataku dulu. Ya aku telah jatuh cinta padanya. Bisakah aku menghilangkan perasaan ini secepat dia datang?

Aku merasakan sakitnya di tolak secara terang-terangan. Aku memang sengaja subuh tadi pindah dari kamarku dan tidur bersama Dita, tetapi aku tidak menyangka jika akan berujung seperti ini. Ini kali pertama aku melihat ketakutan dan kesedihan sekaligus dimatanya, apakah aku begitu menakutkan sehingga dia hanya bisa menjauh dan berteriak?

Oke aku tahu aku telah sangat menyakitinya, bahkan kata-kata itu aku percaya dia tidak akan melupakan seumur hidupnya. Tetapi tidak bisakah dia memaafkanku setelah dia membuatku jatuh cinta kepadanya? Aku egois ingin memilikinya secepat perasaan ini datang. Ya, aku tidak ingin sampai aku di dului oleh pria-pria yang pernah hadir dalam hidupnya.

Romoe, pria itu tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan cintanya bukan? Lalu Axel, pewaris Lambert itu adalah cinta pertamanya meski itu masih bisa di katakan cinta monyet. Oke aku tidak perlu khawatir soal Axel, yang harus ku khawatirkan sekarang adalah Romeo, pria itu mungkin masih memiliki tempat di hatinya. Argghh bagaimana aku bisa se desperate ini?

Sepertinya kemarahan Dita tidak cukup bagiku, setelah insiden pagi ini aku mendapat laporan dari kantor untuk aku pergi ke luar kota selama 3 minggu. Dan tanpa melihat Dita, ya Tuhan bagaimana bisa penderitaan itu berturut-turut datang padaku. Tetapi memang sebaiknya aku menghilang untuk beberapa saat supaya Dita bisa memulihkan dirinya sendiri.

Aku pamit dan menemuinya di kamarnya, aku melihat dia ketakutan sekali lagi. Ya Tuhan aku tidak ingin melihat ini, aku mengecup ubun-ubunnya lembut dan beranjak pergi...

Hadeh maaf ya pendek. G apa2 kan ini bonus sebelun pulang kampung.. merapat yg fans sama Dika yu.. hihihi minal aidin walfaizin ya readers..

Dangerous WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang